Kamis, 15 Maret 2012

Stop Pendidikan Setengah Hati


Perjalanan peradaban manusia hingga saat ini didorong oleh penggunaan akal atau rasio dan hal ini merupakan suatu hal yang tidak bisa terbantahkan oleh siapapun juga. Seiring dengan perjalanan waktu maka kesadaran setiap manusia semakin bertambah akan arti pentingnya pendidikan, namun di lain pihak tak bisa dipungkiri bahwa masih terdapatnya segelintir individu yang mengalami miopi pemahaman akan arti pentingnya pendidikan yaitu membawa perubahan dari kegelapan ke pencerahan yang agung dan mulia dalam diri manusia.
Secara konseptual bersekolah memiliki keterkaitan yang erat dengan bagaimana memproses meningkatkatkan kualitas diri sehingga memiliki kepekaan sosial dan rasa bertanggung jawab. Lebih lanjut pendidikan secara etimologis berarti proses membimbing manusia dari kegelapan menuju pencerahan, sedangkan membimbing diartikan sebagai proses mengeluarkan semua potensi manusia sehingga mampu berperilaku etis, kritis dan kreatif-inovasi.
Didasari makna akan pendidikan, tercermin nilai luhur bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama untuk menjadi pemain atau meraih kesuksesan namun yang terpenting yaitu pendidikan merupakan alat untuk mentrasfer ilmu-pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma dan teknologi sehingga pendidikan merupakan syarat penentu akan peningkatan kualitas diri sehingga akan menjadi seorang yang professional, dalam arti bahwa individu yang dijiwai oleh prinsip-prinsip seperti pribadi yang otonom, berintegritas dan jujur, berjiwa adil, berjiwa menghargai dan menghormati orang lain serta menghormati dirinya sendiri.
Dalam aplikasi konkritnya, pendidikan yang sejati sebenarnya tanpa paksaan melainkan dilakukan dengan kerelaan dan ketulusan hati dan penuh kesadaran diri untuk mendidik dan membimbing anak-anak didiknya sehingga kelak akan menjadi manusia yang berkarakter baik. Lanjut bahwa dalam proses melakukan pendidikan setengah hati yaitu bagaimana peranan guru dalam membuat warna-warni dalam proses pembelajaran atau ketika berinteraksi dengan siswa/i-nya. Karena dengan menghindari dari proses pembelajar yang monoton akan membuat anak didik menjadi bergairah, dan bila ditambah dengan menyesuaikan dengan gaya belajar anak didik maka akan benar-benar menyenangkan proses belajar di seolah.
Sebagai contoh, guru-guru di NTT janganlah membeo mengajari anak-anak didiknya “itu tupai” melainkan disesuaikan dengan kondisi geografis NTT dan akan menjadi “itu ayam atau itu kuda” sehingga merangsang daya pikir dan imajinasi si anak didik. Namun contoh itu tidak berarti harus menghapus contoh-contoh yang tidak ditemukan di NTT melainkan tetap gunakan sebagai penambah rasa ingin tahu anak didik. Dengan demikian, lakukanlah pendidikan yang berlandaskan keiklasan dan kesadaran diri untuk mendidik. Sebagai penutup, penulis sangat meyakini bahwa guru adalah pahlawan tanpa jasa dan tugas sebagai guru adalah adalah pekerjaan serta tanggung jawab mulia. Salam pendidikan…..
Enhanced by Zemanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar