Minggu, 11 Maret 2012

Bisnis Tanpa Karakter


Kebobrokan perusahaan yang menggunakan trik-trik akuntansi guna mempercantik laporan keuangannya telah terdapat beberapa yang terbongkar. Trik mempercantik tersebut membuat stakeholder mengalami kerugian dan hal ini melanggar aturan sehingga banyak CEO dari perusahaan tersebut yang menjalani pemeriksaan hukum guna diminta pertanggung jawaban. Pertanyaan yang timbul mengapa mereka melakukannya karena kurangnya kontrol diri atas ketamakan. Dalam tulisan ini menduga bahwa perlakuan seperti itu disebabkan rendahnya karakter dari pelaku-pelaku tersebut. Nalarnya adalah apabila ada karakter baik maka mereka dapat mengontrol diri untuk tidak melakukan penipuan akuntansi.
Spesifiknya yaitu bermodalkan karakter yang baik, pelaku usaha tidak akan mementingkan dirinya sendiri dan akan mementingkan kepentingan yang benar yaitu kepentingan seluruh stakeholder. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu adanya pembentukan karakter dari pelaku-pelaku bisnis, hanya saja bagaimana menanamkan karakter tersebut merupakan hal yang perlu diupayakan secara berkelanjutan. Penulis melihat bahwa pelajaran etika bisnis merupakan salah satu solusi yang tepat, namun selain itu masih memerlukan hal lainnya yaitu pendidikan karakter yang benar-benar diarahkan pada pembentukan jiwa pelaku-pelaku usaha.
Lanjut bahwa ulasan sebelumnya dapat diamati dengan jelas karena saat ini memang etika bisnis sedang hangat-hangatnya diajarkan dan begitu pula pendidikan karakter yang sedang ditingkatkan di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan tanpa karakter yang merupakan jelmaan serigala berbulu domba diharapkan akan terkikis dan stakeholder tidak dirugikan. Hal yang tak dapat diabaikan adalah pendidikan karakter dalam keluarga sebagai salah satu wadah penting untuk membangun jiwa kewirausahaan dan berbisnis. Dan diharapkan aka nada terobosan penting dalam keberanian berbisnis dengan hati menurut Aa Gym atau berbisnis berbasiskan spiritual.
Dalam pengertian bahwa guna mereduksi bisnis tanpa karakter perlu adanya sinergis antara pemerintah, institusi pendidikan, pelaku usaha dan peran keluarga. Mengapa sinergis ini perlu dilakukan karena hanya dengan bersama-sama membangun kesadaran maka bisnis tanpa karakter akan dihilangkan. Selain itu juga dengan sinergis antara actor-aktor tersebut diharapkan akan memicu suatu kebiasaan yang meretas dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan berbisnis tanpa karakter akan menjadi suatu perilaku yang memalukan dan perlu dihindari dengan tegas dalam budaya Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar