Jumat, 14 September 2012

Revolusi Keuangan Pribadi

Tantangan hidup yang kian kompleks menuntut kesiapan diri yang makin tinggi, karena bermodalkan kesiapan sajalah tantangan yang rumit dapat terselesaikan. Dan tidak itu saja, melalui persiapan jugalah seseorang dapat memicu semangat belajar untuk melakukan penyesuaian. Hal yang sama juga pada bidang keuangan, tepatnya manajemen keuangan pribadi. Logikanya adalah berubahnya lingkungan dan berbagai faktor lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan lain-lainnya kian membuat perhatian pada pengelolaan keuangan yang tepat semakin menjadi kebutuhan.
Untuk itu dalam tulisan singkat ini diarahkan pada melakukan perubahan dalam jangka waktu cepat atau biasanya disebut sebagai revolusi, yang mana tentu saja revolusi dalam bidang keuangan. Spesifiknya yaitu bagaimana menjadi sadar dan mau berubah ketika mengelola keuangan sehingga mampu mempertebal benteng keuangan (financial asset). Meningkatnya benteng keuangan akan mengarahkan pada pencapaian kebebasan keuangan dan tentu saja hal ini membutuhkan pengorbanan. Pengorbanan yang dimaksud yaitu kesadaran untuk melihat diri atau merefleksi diri sehingga menemukan bintik-bintik kesalahan yang kadang-kadang sulit dideteksi.
Sehubungan dengan pengorbanan diri itulah, dapat dikatakan bahwa perubahan mendasar namun waktunya lebih cepat sebenarnya merupakan kesadaran dan hal itu dapat dikatakan merupakan salah satu langkah awal untuk merubah paradigma. Setelah berani melihat diri, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan keuangan secara kontinyu. Namun seperti yang diketahui bahwa perubahan yang cepat dapat dilakukan apabila ada komitmen untuk melakukan 2 hal tersebut secara berkesinambungan dan kontinyu, dan kadang-kadang orang yang melakukan 2 hal ini hanyalah semangat pada awal-awalnya saja sedangkan sisanya akan mulai malas atau bahkan berhenti melakukannya.
Setelah memperdalam dua hal sebelumnya terus-menerus, selanjutnya adalah mengaplikasikannya secara benar dan jangan lupa untuk membuka diri pada informasi-informasi baru atau pun berbagai saran dari para pakar keuangan. Hal ini menimbang untuk menjaga konsistensi perubahan perilaku. Lebih teepatnya adalah berteman dengan berbagai pihak yang memiliki kompetensi keuangan yang handal akan mendorong stimulasi untuk tetap konsisten mempertajam kesadaran diri serta kecerdasan keuangan guna mencapai kebebasan keuangan. Semoga saja dengan anda berhasil merevolusi keuangan pribadi anda dan meningkatkan kesejahteraan keuangan demi kebaikan anda, keluarga, masyarakat dan negara.

Membangun Kantong-Kantong Aset Keuangan


Ketika kita kebetulan dianugerahi dengan berbagai kelimpahan harta, janganlah sampai melupakan untuk berinvestasi dan menabung karena apabila terjadi perubahan yang tidak diinginkan maka kita sudah memiliki persediaan. Dan apabila terjadi kondisi kebalikannya yaitu kita kekurangan uang maka tak dapat dipungkiri bahwa kita tetap harus menabung dan berinvestasi karena seperti yang diketahui bahwa hal itu dtujukan untuk fungsi-fungsi berjaga-jaga dan melimpahkan aset keuangan. Ibaratnya sedia payung sebelum hujan.
Dalam upaya itulah, kesediaan dan kesadaran untuk membangun aset-aset keuangan menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Untuk itu pemahaman cara konkrit untuk membangun kantong-kantong keuangan merupakan solusi konkrit, dan salah satunya adalah dengan menambah ketrampilan dan kejelian untuk melihat peluang serta mampu memanfaatkannya. Dalam artian bahwa bagaimana si individu benar-benar sadar untuk melihat keistimewaan dirinya yang dapat digunakan untuk membangun aset keuangan. Dalam istilah keuangan biasanya disebut sebagai nilai tambah (value added).
Sesudah meningkatkan nilai tambah, langkah selanjutnya adalah meningkatkan ability keuangan, yang mana wujud konkritnya adalah kompetensi dan dalam kompetensi berada pengetahuan dan ketrampilan. Karena tidak mungkin seseorang dapat akumulasi keuangan tanpa memahami dengan benar akan kedua faktor tersebut. Hal ini dapat dilihat dari berbagai media masa dan elektronik tentang ada korbannya penipuan investasi dan juga berbagai penipuan keuangan lainnya. Contoh lainnya adalah bagaimana saat ini terdapat tendensi dari masyarakat indonesia untuk memiliki gaya hidup boros dan suka menggunakan kartu kredit sebagai ajang gaya-gayaan.
Untuk mereduksinya memang tidak lain adalah meningkatkan literasi keuangan dan hal ini haruslah dilakukan secara disiplin. Dan untuk konteks saat ini sudah tidak terlalu susah untuk meningkatkan literasi keuangan karena dapat diakses melalui internet, tapi ingat bahwa hal itu hanyalah penunjang saja dan bukan yang utama. Maksudnya adalah bagaimana pun memerlukan adanya usaha konsisten untuk meningkatkan melalui membaca dan meminta bantuan orang yang benar-benar pakar dalam ilmu dan seni mengelola keuangan. Dan ingat bahwa semua itu sekiranya dilakukan dengan hati yang sukacita dan bukan keterpaksaan karena apabila dilakukan dengan keterpaksaan maka biasanya tidak dilakukan secara kontinyu.


Uangku Habis Untuk Belanja

Ketika melihat dompet dan ternyata dompetnya penuh dengan uang, yang mana mungkin saja saat itu kebetulan baru saja gajian. Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh orang tersebut? Jawabannya bisa saja bervariasi namun menurut hemat penulis bahwa ketika membuka dompet dan tanpa pertimbangan yang rasional untuk segera membelanjakannya maka orang tersebut pada prinsipnya membutuhkan kesadaran diri untuk meningkatkan pengetahuan keuangannya.
Karena dengan pola perilaku seperti itu, dapat disimpulkan bahwa berapa pun pendapatan yang diperoleh tak akan membawa hasil optimal bagi hidupnya. Lanjut bahwa semua itu terjadi karena uang yang diperoleh dengan susah payah hanya dihabiskan dengan sekejap saja sehingga memudahkan dirinya terjebak dalam kesulitan keuangan, yang salah satunya adalah perangkap utang (debt trap).
Tidak hanya itu saja, ketika hanya menghabiskan uang untuk membiayai sesuatu yang tanpa dipikir secara cermat, dapat juga berefek lanjutan pada keluarganya dan juga pada orang lain. Maksudnya adalah ketika uang yang diperoleh hanya untuk habis untuk belanja, orang tersebut meningkatkan peluang untuk mengalamai stres keuangan karena adanya tekanan psikologis yang memaksanya bertindak tidak stabil sehingga dapat menulari orang disekitarnya.
Lebih spesifiknya lagi yaitu akibat kebingunan karena kehabisan uang akan mendorong orang tersebut kurang baik dalam menilai dan berperilaku. Alhasil bahwa orang tersebut akan semakin dalam terperangkap dalam kesulitan keuangan dan siklus tersebut terus-menerus berputar seperti tiada akhirnya. Oleh karena itu untuk menghindari diri dari menghabiskan uang hanya untuk belanja yaitu sadarilah bahwa sebelum membuka dompet, langkah pertama yang harus dilakukan adalah berpikir dahulu tentang apakah manfaat yang diperoleh ketika mengeluarkan uang dari dompet. Dan apabila saat itu ada dorongan yang begitu kuat untuk belanja, sebaiknya tetap berkeras hati dan segera meninggalkan tempat yang penuh dengan stimulus belanja tersebut.

One For All, All For One

Ketika menonton salah satu film yang berjudul musketer. Penulis sangat tertegun dengan prinsip kerja mereka, yang mana musketer adalah pasukan kusus penjaga dan pelindung raja Perancis. Tepatnya adalah bagaimana semua pasukan yang tergabung dalam musketer diajarkan dan diusahakan memahami hingga sanubari prinsip hidup seorang msuketer yaitu satu untuk semua-semua untuk satu. Berpijak pada prinsip kesatriaan pasukan musketer tersebut telah berhasil memberi ikatan psiko-sosial-spiritual bahwa mereka adalah satu dan satu prajurit merupakan bagian dari keseluruhan.
Namun bukan hanya itu saja yang membuat penulis kagum, melainkan bagimana kesesuaian prinsip tersebut satu untuk semua-semua untuk satu (one for all, all for one) dengan prinsip kerja sama tim. Nalarnya adalah bagaimana setiap anggota tim merupakan penentu kesuksesan bagi semuanya dan begitu juga sebaliknya bahwa semua anggota merupakan kekuatan kesuksesan bagi masing-masing anggota. Dan hal ini akan mengikat semua anggota tim untuk sadar bahwa mereka semuanya merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga perlu adanya kerja sama dan kejujuran untuk mewujudkan suatu tujuan.
Berpijak pada ulasan sebelumnya, tampak bahwa maksud penulis lebih menekankan pada aspek manajerial. Dan hal ini memang sesuai dengan konteks kerja dalam operasional manajerial bahwa keutamaan dan keintiman sebuah tim kerja merupakan suatu hal yang mutlak di perlukan dan tidak dapat diabaikan. Diibaratkan seperti kekuatan sebuah rantai bahwa kekuatan utamanya terletak pada titik terlemah mata rantai sehingga perlu untuk saling mendukung dan berkerja sama mewujudkan tujuan yang selaras dengan visi organisasi.
Selain itu, prinsip dari satu untuk semua-semua untuk satu (one for all, all for one) juga sangat bermanfaat untuk perkembangan kedewasaan diri. Maksudnya adalah ketika seseorang menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari kesatuan dengan orang lain akan memicu sikap positif untuk menghargai dan menghormati orang lain. Lebih spesifik lagi yaitu bagaimana menempatkan atau memposisikan diri bahwa ada kesuksesan yang membutuhkan bantuan orang lain sehingga tidak lupa diri atau menyombongkan diri. Lanjut bahwa dengan memahami dan peka terhadap saling kesatuan dirinya dengan orang lain juga akan menimbulkan rasa kasih sayang pada bukan saja makluk hidup seperti manusia, melainkan juga pada makluk lainnya seperti tumbuhan dan alam semesta.
Logikanya tentang pemahaman bagaimana mengaplikasikan prinsip ini adalah orang merasa sadar bahwa dirinya merupakan suatu kesatuan dengan alam semesta sehingga tidak sembarangan merusak alam semesta karena akan berakibat buruk pada dirinya dan juga orang lain. Seperti membuat kerusakan alam sehingga dapat berdampak buruk pada sesama manusia. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa prinsip ini akan meningkatkan spirtualitas manusia untuk memahami hakekat ketergantungan antara manusia dan juga pada eosistem alam sehingga akan berusaha untuk menjaga dan saling berkontribusi pada sesama manusia dan juga kelestarian alam yang merupakan tempat manusia bereksistensi sepanjang siklus hidup masing-masing orang.

Rabu, 12 September 2012

Siapa Penentu Takdir Finansialku?


“Itu merupakan takdirku. Atau yah mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi”. Mungkin contoh-contoh pernyataan sebelumnya pernah didengan atau mungkin saja pernah diucapkan, entah disadari ataukah tidak. Tap terlepas apakah terdapat faktor menyadarinya ataukah tidak, tetap saja kita harus mengakuinya bahwa apa pun yang terjadi dalam rentetan waktu, entah peristiwa suka atau pun tidak diharapkan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang ahrus dilakukan . karena tanpa kesadaran untuk belajar dari kesalahan tersebut, kita hanya akan menghambat perkembangan kedewasaan kita.
Hal yang sama juga untuk bidang keuangan bahwa apa pun yang terjadi, entah sukacita ataukah kebalikannya dalam mengelola keuangan merupakan suatu rangkaian pembelajaran yang ahrus dipetik hikmatnya. Mengapa perlu adanya kesadaran untuk belajar, karena pada prinsipnya kita adalah manusia dan manusia itu pada prinsipnya memiliki kewajiban untuk belajar sepanjang siklus hidupnya. Sebagai contoh, ketika keliru mengelola keuangan dan kadang-kadang membuat kita merasa tak berdaya sehingga memicu keyakinan dalam benak bahwa “ini sudah takdirku untuk mengalami kesulitan keuangan”, maka kita harus berjuang untuk sadar bahwa apa yang kita alami merupakan rahmat yang sangat luar biasa. Nalarnya adalah kita mau belajar dari kesalahan tersebut maka kita akan membuka penyadaran untuk tidak menerima kesalahan tersebut sebagai takdir kita.
Melalui proses kesadaran diri itulah, peluang menatap masa depan akan lebih baik. Atau dengan kata lain, kita menumbuhkan keyakinan positif bahwa kita adalah manusia yang dibekali dengan jiwa pemenang dan mampu bangkit atau memperbaiki kesalahan, terkhususnya belajar dari kesalahan mengelola keuangan untuk diperbaiki di masa mendatang. Dan salah satunya manifestasi dari tidak menerima takdir karena keliru mengelola keuangan yaitu komitmen untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keuangan, atau dalam istilah pedagoginya sebagai literasi keuangan (financial literacy).
Sampai di sini, tampak bahwa pada prinsipnya takdir keuangan merupakan tanggung jawab masing-masing orang. Dalam arti bahwa masing-masing oranglah yang merupakan penentu takdirnya. Dan tentu saja, takdir apakah akan mencapai kebebasan keuangan mutlak ditentukan oleh keberanian diri untuk melangkah maju dan memuntir ancaman menjadi peluang. Lanjut bahwa dnegan kesadaran itulah dapat dikatakan bahwa apa pun kondisi keuangan anda saat ini, tetap saja peluang untuk meningkatkan akumulasi aset keuangan tetap terbuka. Dan sekali lagi semua itu tergantung pada diri anda dan bukan tanggung jawab ornag lain.
Selanjutnya adalah bagaimana cara konkrit untuk merubah takdir keuangan anda. Dalam tulisan singkat dan pendek ini, penulis memaparkan sedikit solusi. Diantaranya adalah jujur pada diri anda bahwa andalah yang menyebabkan kesalahan dalam pengelolaan keuangan. hal ini penting untuk menghindari dari melempar tanggung jawab kepada orang lain. Kedua adalah sadarilah bahwa anda memiliki kemampuan (knowledge and skill) untuk mengelola keuangan yang tepat. Ketiga adalah belajarlah untuk meningkatkan pengetahuan keuangan. Dan yang terakhir yaitu tetap komitmen untuk mengulangi secara berkesinambungan langkah-langkah sebelumnya.

Kebodohan Jiwa


Melekat bagaikan lem karet
Mencegah jiwa untuk berkembang
Serasa bagaikan bayangan kematian
Tak jua membuat jiwa bersemangat

Ingin kaki melangkah
Namun tertahan oleh tembok kebodohan
Mencoba diri mengancurkannya
Tapi semua itu adalah perbuatan sia-sia

Seiring berjalannya waktu
Ketika diri merasa semakin kering tak berdaya
Ketika iblis kebodohan semakin kuat mencekram jiwa ini
Di saat itulah terbuka langit kebodohan dan rahmat tak terbayangkan sebelumnya menyinari pencerahan jiwa untuk keluar dari kebodohan diri yang membelenggu.

Mental Accounting Yang Tidak Disadari


Setiap orang dapat saja berbeda dalam mengelola keuangan dan bisa juga sama dalam mengelola keuangan. Terkait perbedaan itulah dalam tulisan singkat ini akan menggunakan salah satu jenis bias yang seringkali terjadi dalam mengelola keuangan. Bias itu adalah mental accounting yaitu bagaimana manusia ketika membuat keputusan keuangan seringkali membuat pos-pos dalam keuangan dalam benaknya sehingga akan memilah-milah keuangan yang satu dengan yang lain.
Dalam artian bahwa nilai uang akan dipilah-pilah walaupun pada kenyataannya nilai uang tetap netral. Sebagai contoh bahwa ketika menerima bonus, individu biasanya berpersepsi bahwa uang itu berbeda dengan gaji bulanan sehingga tendensi untuk memmbelanjakan uang tersebut dan lupa untuk menabung. Logika mengapa bias karena apakah uang yang berasal dari bonus ataukah dari gaji bulanan tetap memiliki nilai uang yang sama sehingga tidak perlu menglota-kotaknya dalam pikiran.
Contoh lainnya adalah ketika mahasiswa mendapatkan uang yang berasal dari uang bulanan dan uang yang berasal dari pemberian kekasihnya, biasanya akan diperlakukan berbeda nilai uangnya. Dan hal ini sebenarnya tidak rasional karena pada prinsipnya uang tersebut merupakan suatu benda yang netral dan perlu didayagunakan dengan rasional. Untuk itu cara yang dapat digunakan untuk mengikis bias ini adalah orang hanya perlu sadar akan bias ini sehingga ketika berbelanja akan lebih terfokus. Karena bias ini terjadi pada ranah gambaran mental sehingga sulit untuk merubahnya dan hanya kesadaran sajalah dapat direduksi.
Tapi bukan berarti bahwa mental accounting selalu menimbulkan kekeliruan, melainkan juga dapat menimbulkan kebaikan. Nalarnya adalah dapat memicu self control yang sangat berguna bagi kedisiplinan diri dalam mengelola keuangan. Salah satu contohnya adalah ketika seorang ibu tetap konsisten membelanjakan sesuai rencananya dari uang gaji bulanan maka tentu saja akan sangat bermanfaat karena terhindar dari perilaku boros, walaupun jika menerima uang bonus akan membelanjakan sapai habis. Dalam konteks ini, memang ada insikasi melakukan perbedaan nilai uang untuk berbelanja tapi jika dilihat dari ketaatan si ibu untuk tetap bertahan dalam rencana belajar menunjukkan perilaku self control yang beresensikan kedisiplinan diri.

Rabu, 05 September 2012

Pressure Keuangan Dalam Bayangan Cermin Retak


Menghadapi berbagai tantangan di era informasi mejadi suatu perubahan yang sangat penting, menimbang bahwa ketidakpastian merupakan teman setia pengiring kehidupan. Hal yang sama juga pada bidang keuangan pribadi (personal finance), karena apabila jaman dahulu manajemen keuangan pribadi seringkali disepelekan maka saat ini perlu diubah. Dalam arti membutuhkan suatu keberanian dan kesadaran untuk membentuk atau mendisain ulang pola pikir (mindset) terkait pengelolaan keuangan. Apabila dahulu keuangan pribadi/rumah tangga bukan menjadi faktor penentu adanya konflik serta ketidakpuasan hidup maka saat ini hal itu perlu mendapatkan perhatian serius. Menimbang adanya perubahan dan sekali lagi karena adanya perubahan. Atau bisa juga diganti menjadi karena adanya ketidakpastian (uncertainty) dalam ruang dan waktu yang dijalani masing-masing orang.
Berpijak pada ulasan sebelumnya, sebenarnya mendeskripsikan pengkerucutan makna dari pressure keuangan (financial pressure). Nalarnya adalah pressure keuangan atau yang lebih akrab biasanya disebut stres keuangan sudah menjadi bagian warna-warni kehidupan bagi orang-orang yang menyepelakan pentingnya mengelola keuangan pribadi/rumah tangga yang benar. Sebelum lebih jauh, akan diberikan pemahaman pendefisinisian supaya tidak mengaburkan tujuan asli dari tulisan ini. Pressure  keuangan diartikan sebagai kondisi ketidakcupan atau bahkan kekurangan keuangan yang dialami seseorang sehingga pemenuhan kebutuhan hidup menjadi terganggu dan ada kemungkinan terperangkap dalam utang yang berlebihan.
Dari definisi di atas, sangat tampak bahwa pressure keuangan memiliki beberapa aspek negatif yang perlu diberi solusi karena apabila disepelekan akan sangat menggangu kestabilan aktivitas, dan yang lebih parah lagi akan menghilangkan keseimbangan psikologis dan fisik seseorang. Spesifiknya yaitu ketika seseorang mengalami pressure keuangan, dirinya secara psikologi akan berada dalam tekanan sehingga mengurangi fokus pada kehidupannya.
Efek lanjutannya adalah membuat diirnya merasa khawatir, kebingungan, hilang fokus, atau bahkan depresi. Pertnyaannya mengapa hal itu bisa terjadi. Nalarnya adalah kekurangan atau ketidakcukupan uang akan membuat diirnya merasa tidak aman secara natural karena kebutuhannya tidak terpenuhi, dan hal ini bertendensi menggangu kestabilan emosi dan bahkan kestabilan fisik. Secara fisik, orang yang mengalami pressure keuangan akan membuat diirnya jatuh dalam depresi, dan seperti yang diketahui bahwa mengalami depresi bisa saja mengganggu kestabilan metabolisme tubuh. Lanjut bahwa dengan kehilangan kestabilan tubuh akan memicu keletihan tubuh dan berakhir pada mengalami berbagai penyakit.
Selain berbagai efek di atas, mengalami pressure keuangan juga akan membuat hidup yang terbelenggu utang dan serasa tidak berujung. Nalarnya adalah ketika uang tidak cukup atau bahkan kekurangan, orang akan berusaha memenuhinya melalui utang dan utang. Akibatnya adalah tak terasa sudah menumpuk utang dan apabila tidak mampu mengembalikannya maka akan semakin memperburuk keadaan. Dengan semakin memburuknya keadaan karena terlilit utang, orang dapat saja akan mengambil jalan shortcut untuk bertindak nekad di luar norma-norma sosial seperti merampok, mencuri, dan berbagai jenis kejahatan lainnya.
Sampai di sini, sekiranya sudah jelas bahwa mengalami pressure keuangan (financial pressure) berdampak buruk pada kesehatan pikiran (mind) dan tubuh. Untuk itu perlu dicari beberapa solusi yang tepat terkait penyelesaian atau bahkan pencegahan dari mengalami pressure keuangan. Dalam tulisan ini, solusinya dibagi menjadi dua kategori yaitu pada taraf pencegahan dan yang kedua adalah pada taraf pelepasan. Solusi pada taraf pertama atau pencegahan yaitu tingkatkan kecerdasan keuangan anda sehingga mampu mengelola keuangan yang tepat. Kedua adalah tetap berkomtmen belajar untuk meningkatkan ketrampilan keuangan sepanjang siklus hidup. Ketiga yaitu berpikir positif dan yang terakhir yaitu menindak lanjutinya dalam aplikasi serta melakukan refleksi untuk umpan balik. Solusi untuk taraf kedua adalah pembenahan melalui bantuan psikolog, tingkatkan kecerdasan keuangan, olah raga dan makan makanan sehat, meditasi, berlatih berpikir positif dan jadikan kesalahan sebagai guru yang yang mengajarkan anda berubah kearah positif.