Senin, 12 Maret 2012

Kemiskinan Yang Tak Tampak


Arti dari kemiskinan bagitu bervarasinya, dalam ditinjau dari perpsektif ekonomi, sosiologi, antropologi dan masih lain-lainnya. Namun menurut penulis bahwa kemiskinan sejati sebenarnya adalah orang yang tak mengenal talenta uniknya sehingga dari tampak mata bisa saja terlihat keren, banyak harta benda dan lain-lainnya. Akan tetapi pada kenyataannya orang tersebut sebenarnya belum memahami talentanya dan tidak mampu menjadikan diri seutuhnya atau meminjam ungkapan Buddha Gautama sebagai belum mampu menjaga dirinya untuk seirama dengan  jalan berunsur 8.
Lanjut bahwa ketidakmampuan menerobos untuk melihat diri secara mendalam akan semakin menjauhkan diri dari apa yang seharusnya, atau semakin menjadikan dirinya miskin. Dalam pengertian ini telah tampak maksud penulis bahwa keberadaan atau eksistensi diri menjadi pertanyaan terbesar serta tuntutan untuk menemukan jawabannya serta melakoninya sepanjang hidup orang tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa sepanjang dirinya tak mampu menemukan dirinya atau mendefinsikan dirinya maka semakin dalam pula kemiskinan yang dialami dan hal ini merupakan suatu keniscayaan karena kepuasan diri yang sesungguhnya akan menjauh.
Dengan semakin jauh atau semakin terperosok jauh dalam kemiskinan sejati akan semakin mendorong adanya ketimpangan dalam perubahan paradigma atau dlam ulasan Buddha Gautama sebagai berpandangan benar. Dan semakin jauh dari pandangan benar maka pikiran yang merupakan faktor penentu akan semakin liar dan dapat mendatang perkataan, perbuatan dan lain-lainnya semakin menjadi menyimpang. Tidak tertutup kemungkinan juga bahwa orang tersebut akan menjadi manusia bertopeng. Maksud dari manusia bertopeng yaitu manusia bermuka dua dan perilakunya secara implisit akan lebih mementingkan dirinya sebagai prioritas tertinggi dan menjadi pusat kehidupannya.
Dalam istilah sosiologi biasanya disebut sebagai manusia hedonis yang berarti bahwa manusia yang tujuan hidupnya hanya untuk mencari kebahagiaan sebesar-besarnya bagi dirinya sendiri. Hal ini akan membawa pada perilaku menyimpang dan tidak mau memikirkan orang lain atau pun bertendensi menjadikan orang lain sebagai sapi perahan yang siap dimanfaatkan lalu pada waktunya akan ditendang karena kemanfaatannya sudah habis. Dan siklus ini berpeluang terulang lagi sepanjang orang tersebut tidak menyadari diri yang sebenarnya atau tanpa disadari atau disadari hidup dalam kemiskinan sejati. Dengan demikian, berusahalah untuk keluar dari kemiskinan sejati melalui pemahaman akan diri yang pada kodratnya adalah bijaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar