Minggu, 04 Maret 2012

Senyum Simpul Seorang Buruh Bagasi Di Pelabuhan Tenau Kupang-NTT


Tanjung lontar yang merupakan tanjung yang berada di kota Kupang Ibu Kota provinsi NTT sangat mengagumkan, walaupun ketika berada pada bulan Agustus 2011 dan panasnya yang kata orang cukup terik atau panas. Lanjut bahwa pelabuhan tenau Kupang ini apabila di lihat dari atas kapal sangat menarik karena di apit oleh lima pulau yaitu pulau timor, pulau kera, pulau semau, pulau kambing dan pulau rote. Hal inilah yang menjadikan pelabuhan ini memiliki daya tarik dari perspektif alamiahnya. Namun selain ketertarikan daya alaminya, terdapat juga fenomena unik yang mempesona penulis. Mengapa saya sebut unik karena ada kisah perjuangan beberapa orang manusia yang tidak mau menyerah untuk bertahan hidup ditengah-tengah kehidupan yang merupakan anugerah sang Kuasa. Biasanya orang-orang itu disebut buruh dan karena bekerja di pelabuhan maka disebut buruh bagasi yang bertugas mengangkat atau mengangkut barang-barang dari kapal-kapal barang yang berlabuh untuk sementara waktu di pelabuhan tenau Kupang.
Selengkapnya tentang si buruh bagasi tersebut adalah seperti ini, pada bulan agustus 2008 ketika saya baru tiba di Kupang dari Bali menggunakan kapal Awu PELNI. Saya melihat seorang buruh bagasi yang sedang mengangkat karung-karung yang entahlah berisi apa. Dalam tindakan mengangkat karung-karung tersebut, si buruh bagasi begitu bersemangatnya dan hal itu mengkilikitik diri penulis untuk bertanya pada si buruh tersebut, tapi karena satu dan dua alasan penulis tidak dapat berbicara pada si buruh tersebut. Walaupun tidak dapat berbicara kepada si buruh, penulis melihat dirinya dan terus-menerus mengamati tingkah lakunya tersebut. Yang mengherankan adalah walaupun sedang mengangkut karung-karung yang besar, si buruh bagasi tersebut terus menegur sapa dengan orang-orang yang ditemui dengan sopan dan santun dan tetap tersenyum seolah-olah menggambarkan aku berkerja dengan penuh sukacita dan inilah peranku yang harus aku lakukan dengan sebaik-baiknya dan sisanya biarlah sang Kholik yang menilainya.
Lebih spesifik lagi yaitu aku melihat seorang yang berusia setengah baya sedang mengangkat barang-barang berupa sebuah karung dan mondar-mandir melewati tangga yang khusus disiapkan sebagai jalan yang menghubungkan antara sebuah kapal barang dengan dermaga. Dalam perjuangannya itu, aku melihat lemparan senyum simpul yang begitu tulus dari orang setengah baya tersebut (buruh) dengan begitu bangganya melakukan pekerjaannya. Dari lemparan senyum simpulnya tampak bahwa dirinya tidak mau dikalahkan oleh tantangan untuk tetap berjuang dan mungkin saja untuk sejumlah uang dari kalkukasi setiap karung yang berhasil diangkatnya. Perjuangan itu begitu mempesona karena dengan kondisi badan terbungkuk harus mengangkat barang, dirinya masih mampu memberikan senyuman simpul yang tulus dan bukan hanya itu saja, fenomena tersebut dilanjutkan dari pagi hingga sore dan kadang-kadang mungkin hingga malam hari.
Dan dapat dibayangkan bahwa pekerjaan mengangkat karung-karung tersebut harus dilakukan setiap hari sepanjang dirinya masih menjadi buruh bagasi yang terdaftar di pelabuhan Tenau Kupang-NTT. Agak beruntunglah bahwa hari ini, para buruh tersebut telah mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja atau JAMSOSTEK, walaupun apakah aplikasinya sesuai aturan yang berlaku atau tidak karena penulis tidak memikirkan hingga ke arah sana. Dalam arti kata, penulis hanya melihat bagaimana semangat kerja sang buruh yang begitu berapi-api dalam menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Tidak hanya itu saja, eksistensi sang buruh bagasi tersebut melalui perilakunya juga menjadikan semacam pancaran alami bahwa kehidupan ini sebenarnya tidak seperti yang dibayangkan tapi apabila tekad yang kuat maka semuanya akan dinikmati saja. Lanjut bahwa dalam proses mengamati si buruh itu, penulis harus segera pulang karena jemputan telah tiba. Namun dalam perjalanan pulang pun, penulis masih berpikir dan merasa terpesona dengan aksi singkat dari sang buruh bagasi. Dan satu hal yang menjadi motivasi mengapa penulis menuliskan ulang cerita di atas sebagai salah satu cerita nyata pendek karena penulis begitu terpesona dengan fenomena tersebut.
Selanjutnya, perjuangan sang buruh bagasi tersebut mungkin saja dapat kita katakan untuk perjuangan hidup dalam mencari nafkah bagi keluarganya, entah untuk biaya makan minum dan biaya-biaya pendidikan anaknya atau mungkin untk biaya lainnya. Namun terlepas dari motifnya itu, buruh bagasi itu sebenarnya sedang menjalankan atau mengoprasionalisasi dirinya sebagai makluk yang sadar diri dan tidak pernah menyerah meminjam ungkapan Abraham Maslow sang penemu teori motivasi terkenal sebagai aktualisasi diri. Coba anda bayangkan bagaimana apabila anda berada pada pihak si buruh tersebut, apakah anda akan tetap menjalankan tugas itu ataukah anda akan berkata diri ah malas mendingan cari pekerjaan lain saja. Nah disitulah keberadaan perbedaan antara aku dan mungkin anda dengan sang buruh tersebut. Sang buruh tersebut tidak mengerutu dalam hatinya, dia begitu tenang dan mantap mengangkat karung demi karung dan bukan hanya itu saja, si buruh itu juga menunjukkan rasa bersyukur menjadi salah satu faktor motivasi untuk tetap berjuang, berjuang dan berjuang melakukan perkerjaannya yang menurut mata manusia saat ini adalah pekerjaan yang dihindari atau bahkan dibenci.
Sementara mungkin saja mata hati kita dapat mengelabui kita melalui penglihatan dan sekedar berbincang dengan si buruh namun apabila anda memiliki kepekaan maka anda akan dapat merasakan bagaimana suatu bentuk anugerah yang dirasakan sang buruh dan hanya dia yang dapat merasakannya karena dirinya adalah pelakunya. Kepekaan itu sendiri sebenarnya merupakan buah dari ucapan syukur kepada sang Kuasa atas berkat yang diterimanya hari itu melalui pekerjaannya. Pertanyaan yang mengelitik adalah apakah kita juga mampu bertindak seperti itu, dalam arti kata apakah kita juga mampu bersyukur atas pekerjaan yang sudah atau bahkan yang sedang kita kerjakan? Menurut pengamatan penulis yang terbatas ini, penulis melihat bahwa buruh bagasi tersebut mampu menjadikan dirinya bermanfaat dengan melakukan pekerjaannya dengan penuh sukacita yang sebenarnya merupakan cikal bakal dari bentuk tanggung jawab dirinya terhadap sang Kuasa, dan mungkin saja hal ini akan berefek lanjutan pada rasa kepuasan hati, menimbang bahwa apa pun peran anda atau sekecil apa pun peran anda namun apabila dilakakukan dengan penuh ucapan syukur akan mendatang hasil yang mengaggumkan dan mungkin saja diluar dari apa yang anda kehendaki.
Selanjutnya adalah bagaimana sebenarnya fenomena perjuangan si buruh bagasi tersebut begitu luar biasa dan begitu mengagumkan adalah mengajari pada kita tentang hukum alam bahwa ketika anda benar-benar hendak menjadi pemimpin bagi diri sendiri maka anda perlu membangun keyakinan yang kokoh alias kuat untuk mampu bertahan dalam rintangan, entah itu rintangan jasmaniah, emosioal atau pun spiritual. Keyakinan yang kokoh tersebut sebenarnya saat ini sedang dupayakan dengan sekuat tenaga oleh sistem pendidikan kita, mengingat bahwa saat ini pendidikan yang berbasiskan karakter adalah merupakan pendidikan yang diharapkan memapu mengembangkan pemimpin-pemimpin tangguh yang tetap bersukacita berada dalam rintangan. Hal ini penting karena tidak mungkin pemimpin akan sukses apabila lembek dan tidak bersedia bertahan dalam kesukaran hidup dan tetap berusaha mencari solusi bagi pengembangan dirinya dan organisasinya.
Terlepas dari segi kepemimpinan, penulis juga mengamati bahwa kehidupan keras seorang buruh bagasi dalam menjalankan fungsinya merupakan deskripsi dari bagaimana hukum alam tabur tuai atau dalam persamaan matematisnya adalah Upaya + Kesabaran = Hasil. Mengapa karena coba saja anda berempati saja bagaimana apabila anda ditempatkan atau diposisikan sebagai seorang buruh bagasi, apakah anda sanggup ataukah tidak, dan bagaimana sikap anda apabila anda harus mengangkut karung-karung yang bobotnya kurang lebih 30kg tersebut. Tidak usah menjawab, direnungi saja dan mungkin saja anda akan menemukan jawaban yang berbasiskan intelegensi, spiritual dan emosi anda.
Lanjut bahwa dari fenomena sang buruh bagasi tersebut tampak bahwa dengan mengalirnya waktu tak dapat diragukan lagi bahwa keinginan yang begitu kuat merupakan gambaran dari perjuangan hidup yang dapat saja kita katakana merupakan kapasitas dari standar pendidikan yang dimilikinya, namun penulis ingin menggaris bawahi bahwa semua itu tidak benar karena orang yang tidak sekolah atau bahkan tidak menjadi seornag sarjana pun mampu hidup lebih dari berkecukupan dan mampu mancapai sukses sejati. Oleh karena itu, keberadaan atau eksistensi buruh bagasi tersebut sebanarnya memberikan pencerahan bagi penulis sendiri bahwa beban hidup sebenarnya hanyalah produk pikiran saja, dan apabila pikiran kita diarahkan untuk menjadikan beban itu menjadi ringan akan menjadi ringan pula. Tidak hanya itu saja, pengalaman mengamati walaupun hanya sepintas telah memberikan arti mendalam tentang kehidupan ini. Tepatnya yaitu bagaimana penulis harus bertanggung jawab dengan kehidupannya penulis, karena penulis masih diberi kesempatan oleh sang Kuasa untuk menuntut ilmu. Atau dengan kata lain, penulis yang telah menjalani pendidikan seperti ini secara normatif harus lebih baik atau pantang menyerah untuk terus-menerus menjalankan fungsi dengan berbasiskan ucapan syukur kepada sang Kuasa.
Apabila disingkat sebenarnya pesan moral yang ada dalam cerita kenyataannya ini (the real story) adalah bagaimana anda mampu memicu kesadaran diri anda bagi yang sedang bersekolah atau pun yang telah lulus sekolah pada jenjang pendidikan (SMU, S1, S2, dan S3) agar sungguh-sungguh memanfaatkan diri untuk serius belajar. Mengapa penyimpulan ini. karena anda yang bersekolah tinggi benar-benar diharapkan menjadi pemimpin yang tangguh dan menjadi pemimpin yang benar-benar sadar diri. Apabila seorang buruh bagasi saja mampu menjalankan dan sadar atas fungsi dan melakoninya dengan penuh sukacita maka sebenarnya anda harus mampu dan mungkin harus lebih mampu menjalankan fungsi anda dengan sebaik-baiknya yang termanifestasi dalam sungguh-sungguh belajar ketika anda bersekolah untuk mengasah hard skill dan soft skill anda secara berkesinambungan dan setelah lulus masih tetap belajar dari universitas kehidupan ini (university of life).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar