Kamis, 08 Maret 2012

Prestasi Belajar Yang Sejati


Orang tua pasti bangga, dan sekali lagi bangga apabila anak-anaknya memperoleh prestasi belajar yang baik yang termanifestasi dalam perolehan nilai-nilai yang tinggi. Dan hal ini bukan saja hanya pada tingkat SD hingga SMU melainkan juga pada jenjang yang lebih tinggi yaitu strata satu dan jenjang selanjutnya. Semua itu adalah wajar karena mengindikasikan hasil kerja keras sang anak sehingga sebagai orang tua pun merasa bangga dengan prestasi anak-anaknya. Hanya saja menurut penulis bahwa hal itu perlu juga ditingkatkan lagi atau dalam jargon sains biasa disebut metha. Metha artinya lebih dari yang ada atau tingkatan paling atas. Dengan demikian, prestasi belajar yang terindikasi dalam kuatitatif nilai-nilai barulah sebagain saja dan belum seutuhnya.
Dalam pengertian bahwa prestasi belajar yang sesungguhnya atau sejatinya adalah bagaimana anak-anak serta mahasiswa/i dibina dan dibimbing untuk terus-menerus belajar dan belajar yang pertama dan terutama adalah belajar menjadi dirinya sendiri dan bukan orang lain. Nalarnya adalah dengan terus-menerus belajar menjadi (learning to be) maka jenis-jenis belajar lainnya seperti belajar tentang (learning about), belajar melakukan (learning to be) dan belajar hidup bersama (learning to live together) pasti akan mencapai titik optimal. Dengan menjadikan atau menggeser paradigma yang termanifestasi dalam sikap positif untuk mau senantiasa belajar menjadi akan mengarahkan pada manusia-manusia yang dewasa dan mandiri. Dalam arti kata, bukannya dewasa yang sebenarnya kerdil melainkan yang benar-benar dewasa dan mandiri.
Selanjutnya adalah menjadi manusia yang sadar diri bahw eksistensi dirinya merupakan suatu dorongan alami untuk bagaimana menjadi manusia-manusia yang berguna. Salah satu hal yang diabaikan dalam mengartikan prestasi belajar adalah hanya memfokuskan pada faktor nilai dan nilai sehingga hanya mampu menciptakan manusia-manusia yang pintar atau pun cerdas tapi rendah dalam karakter. Contoh konkritnya adalah bagaimana perbedaan orang yang melakukan belajar menjadi (learning to be) akan terus-menerus belajar “menjadi” manusia yang bertanggung jawab, belajar “menjadi” manusia yang jujur, belajar “menjadi” manusia yang mandiri, merdeka dan masih banyak lagi.
Dalam ulasan di atas, kata kuncinya adalah bagaimana prestasi belajar yang sejati sebenarnya adalah keberhasilan seseorang untuk sadar, sekali sadar untuk mau belajar menjadi. Apabila diperas kalimatnya ditemukan bahwa menjadi (to be) merupakan prestasi belajar yang sesungguhnya karena menjadikan manusia yang tetap berjuang atau berusaha untuk menjadi manusia yang sehat dalam emosional, mental dan spiritual. Dan hal ini sebenarnya merupakan kodrat manusia untuk selalu belajar dan belajar menjadi sebagai titik tolak mewujudkan manusia yang sehat. selanjutya adalah mampu membawa perubahan pada dirinya, masyarakat dan lingkungan masyarakat yang lebih luas lagi.
Namun untuk mampu sadar dan mau melakukan belajar menjadi dan menjadi sebagai prestasi belajar tertinggi membutuhkan niat yang kuat. Atau menurut Andreas Harefa membutuhkan 3 hal yaitu pengetahuan diri, kemauan yang kuat dan ketekunan. Namun dalam tulisan ini, penulis akan menambahkan rasa syukur/bersyukur sehingga apabila di kombinasi akan menjadi pengetahuan diri, kemauan yang kuat, ketekunan dan mengucap syukur kepada sang Kuasa. Mengapa keempat hal ini apabila dilakukan dengan penuh kesadaran akan membawa pada pencapaian prestasi belajar yang sejati, karena pengatahuan diri akan mengarahkan pada pemahaman manusia yang esensinya, kemauan yang kuat untuk melaksanakannya dan ketekunan akan mengoptimalkan aplikasi secara berkesinambungan dan yang terakhir yaitu mengucap syukur akan memberi energi internal yang dasyat untuk mau belajar sekaligus akan membawa kesadaran untuk mau merasakan bahwa kesempatan yang diberikan sang Kuasa untuk belajar menjadi (learning to be) merupakan anugerah atau keajaiban yang melebihi logika nalar manusia dimana pun sampai kapan pun.
Kemanfaatan lainnya dari faktor keempat atau mengucap syukur yaitu akan mendorong orang untuk lebih mudah bergerser dari “bisa belajar menjadi senang belajar” sepanjang hidupnya. Lanjut bahwa bermodalkan keempat faktor sebelumnya, orang akan mampu menjadi dan terus menerus menjadi (human being to being the truth human) daj terpancar dalam perilakunya. Dan kristalan belajar menjadi ini akan meneguhkan semangat alami untuk terus-menerus belajar menjadi. Dengan kata lain, belajar menjadi (leraning to be) akan terjadi sepanjang manusia itu hidup, dan apakah orang tersebut berhasil ataukah tidak merupakan subjektifitas tingkat tertinggi sehingga tetap berusaha dan berusaha menjadi dan menjadi sepanjang siklus hidupnya. Dengan demikian, selamat untuk tetap berjuang dan berjuang mencapai prestasi belajar sejati atau prestasi belajar yang sesunggunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar