Selasa, 06 Maret 2012

Apakah Anda Yakin Telah Berpandangan Benar?


Sesuatu yang benar adalah sesuatu yang memang sesuai dengan fakta dan memiliki bukti kebenaran yang kuat, kira-kira seperti itulah yang dimaksud dengan benar menurut Rene Descartes sang bapak rasionalisme. Namun dalam tulisan ini, akan memfokuskan pada kebenaran yang berasal dari perspektif buddha. Mengapa menggunakan perspektif ini karena penulis melihat, menganalisis dengan seksama dan menemukan bahwa perspektif Buddha saat ini cukup elegan diminati. Bukti dari alasan ini adalah saat ini semakin menjamurnya lembaga-lembaga yang menawarkan jasa-jasa meditas, ditambah lagi dengan terbutnya buku-buku megatrend bangkitnya kesadaran spiritual dalam beberapa edisi tahun-tahun belakangan ini.
 Perspektif Buddha tentang kebenaran memiliki fondasi yang sangat tajam, dimana perspektif kebenaran ini benar-benar diarahkan pada bagaimana paradigma seseorang terkait sesuatu yang benar. Dalam arti kata, kebenaran akan diarahkan pada bagaimana seseorang memiliki pandangan benar sebagai salah satu dari jalan berunsur delapan yang memuat esensi aplikasi ajaran Buddha. Namun sebelum membahas lebih jauh dari pendangan benar, maka akan didahului dengan pemahaman ontologinya sehingga memberi pemahaman yang jelas akan maksud yang sebenarnya. Pandangan benar dapat diartikan sebagai pemahaman seseorang terhadap hakikat kehidupannya atau pemahaman atas dukkha dan penyeban dukkha, oleh karena itu, kebenaran menurut Buddha adalah bagaimana seorang manusia memahami dengan cermat dan benar tentang hakikat kehidupannya.
Terkait hakikat kehidupan ini, maka sebenarnya telah menjadi suatu landasan berpikir bahwa siapa yang memahami hakikat kehidupan maka dirinya akan berbahagia. Namun pertanyaan yang muncul kemudian adalah seperti apa hakikat kehidupan itu, dalam hal ini menurut ajaran Buddha bahwa pandangan benar adalah dimana manusia mampu membangun suatu fondasi mengenai asal muasal kefanaan, kekecewaan dan sebagainya. Lanjut bahwa pemahaman tersebut sebenarnya produk dari pikiran (mind) dan perlu untuk memahami keberadaan pikiran itu. Hal ini menuntut untuk bagaimana seseorang mengelola pikirannya secara berkesinambungan guna mendapatkan pencerahan (mind insight).
Sehubungan dengan ulasan sebelumnya, penulis menganalisis bahwa pemahaman kebenaran itu sendiri sepertinya mendapatkan kesuaian dengan pemanfaatan dari bagaimana seseorang mampu menjalan atau mengoperasionalisasi hidupnya dengan membangun suatu paradigma yang benar. Dan dalam upaya inilah penulis memahami bahwa esensi kehidupan menurut perspektif Buddha sangat beresensikan pertanggungjawaban, dimana manusia sebaiknya memposisikan hidupnya untuk merespon segala sesuatu dengan berkesadaran bahwa segala sesuatu merupakan buah dari pikiran sehingga faktor keyakinan menjadi penting untuk diperhatikan.
Lebih spesifiknya yaitu bagaimana manusia menganggap rasa syukur adalah berkah utama. Ya, memang benar bahwa berkah itu langka dalam masyarakat manapun. Engkau tidak dapat mengharapkan orang lain selalu merasa berterima kasih atas apa yang telah engkau lakukan bagi mereka. Manusia adalah makhluk pelupa terutama dalam hal mengingat jasa yang telah lewat. Jika orang lain tidak berterima kasih, engkau harus belajar untuk menerima mereka sebagaimana adanya, begitulah caramu menghindari kekecewaan. Engkau dapat merasa bahagia tanpa tergantung apakah orang lain berterima kasih atas kebaikan dan pertolonganmu; engkau hanya perlu memikirkan dan merasa puas bahwa engkau telah melakukan jasa baik sebagai manusia terhadap sesama.
Akhir dari pemahaman tentang pandangan benar (paradigm) yaitu bagaimana menusia mengucap syukur yaitu terbentuknya karakter mulia yang dicirikan sebagai berikut individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu yang meliputi spiritual, intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku.
Ditujukan untuk menambah ketajaman, penulis juga melihat bahwa pengembangan karakter yang baik karena berlandaskan pandangan benar menurut ajaran Buddha dapat juga dilihat dari bagaiman sikap manusia dalam merefleksi dan menjalankan tanggung jawab untuk berkontribusi. Tepatnya adalah bagaimana orang menjadi sadar untuk memberikan kontribusi bagi orang lain, walaupun sebenarnya ada indikasi kontribusi tersebut akan tidak dibalas. Dalam arti kata seperti penjelasan sebelumnya bahwa apa pun konsekwensi kehidupan ini maka setiap manusia hendaknya tetap berkontribusi pada dirinya, sesama, alam dan pada sang Kuasa. Dimana akan terkristalkan dalam perilaku untuk tidak menjadikan dirinya sebagai pusat kebahagiaan melainkan juga membantu orang lain untuk mencapai kebahagiaan. Akhir kata, penulis mengutip ucapan terkenal Rene Descartes ”cogeto ego sum” yang berarti aku berpikir maka aku ada, yang mana dalam untuk kepentingan tulisan ini dapat berbunyi “aku berpandangan benar maka aku berkontribusi”. Salam sukses…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar