Minggu, 15 April 2012

Onani Intelektual


Ilmu pengetahuan dibutuhkan manusia untuk mempermudah pekerjaan manusia sehingga sangat diperlukan kritis untuk menempatkannya dengan benar. Hal itu dimaksudkan untuk tidak menggunakan ilmu dan pengetahuan guna mendehumanisasi. Untuk mampu menempatkan kemajuan IPTEK sebagaimana mestinya maka sikap manusianya perlu untuk dibenahi terlebih dahulu. Sampai di sini tampak bahwa IPTEK merupakan suatu alat yang bersifat netral dan pada prinsipnya perlu dibagikan atau di sharekan kepada orang lain guna membantu mempermudah pekerjaan yang dilakukan.
Terkait prinsip itulah, dalam tulisan ini diarahkan. Dalam artian bahwa tulisan ini dimaksudkan untuk bagaimana IPTEK tidak dikuasai oleh satu orang saja. Atau dengan kata lain, bagaimana membuang onani intelektual, yang dalam tulisan ini diartikan sebagai sifat kikir untuk membagi ilmu pengetahuan. Merujuk pada definisi tersebut tampak sekali bahwa onani intelektual merupakan suatu sifat yang perlu dibuang jauh-jauh dari kehidupan akademik. Menimbang bahwa setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Lanjut bahwa didorong oleh alasan filosofis tersebut, maka bagaimana cara yang dapat ditempuh untuk membuang onani intelektual? Jawabannya adalah sadarilah bahwa IPTEK merupakan suatu rahmat atau anugerah yang diberikan sang Kuasa sehingga pada prinsipnya IPTEK tidak dimaksudkan untuk hanya digunakan oleh satu orang saja atau untuk kepentingan kelompok. Sampai di sini, maksud penulis bahwa tidak berarti apabila hasil kerja keras orang dalam menemukan IPTEK tidak perlu dihargai melainkan bagaimana tetap mengahrgainya serta menjungjung tinggi nilai kejujuran.
Spesifiknya lagi yaitu bagaimana sebagai seorang manusia yang sedang belajar entah dalam jenjang pendidikan apa saja, haaruslah ada kerelaan dan kesadaran yang tulus ikhlas untuk membantu teman-temannya. Karena dengan membantu teman-temannya maka orang tersebut sebenarnya sedang belajar juga dan akan meningkatkan pengetahuannya. Tapi semua itu biasanya hanyalah pada tataran normatif karena pada kenyataannya sifat kikir untuk mendiskusikan atau mensharekan IPTEK sering terjadi dibandingkan kerelaan menshrarekan.
Yah kira-kira seperti itulah, pola pendidikan yang hanya mau mementingkan diri sendiri atau kemajuan diri sendiri. Namun menurut pengalaman penulis bahwa selama penulis menempuh pendidikan, selalu saja warna diskusi menjadi bagian yang melekat, seolah-olah sudah menjadi magnet dalam pendidikan penulis. Dan hal ini begitu luar biasa kemanfaatannya karena akan meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan juga meningkatkan sifat untuk mendorong teman-temannya bersama-sama belajar atau menemukan pengetahuan.
Tidak hanya itu saja, manfaat dari saling berdiskusi dan melakukan bedah buku sangat menolong kita untuk saling memotivasi sehingga semangat belajar atau menemukan ilmu menjadi begitu indah nan luas biasa. Dan hal ini apabila dilakukan secara berkesinambungan akan sangat bermanfaat sebagai nutrisi segar membangun kebiasaan untuk senantiasa belajar dan belajar selama masih hidup. Alhasil sampai sekarang pun kebiasaan tersebut masih terbawa hingga penulis menamatkan studinya, dan penulis merasa puas dengan apa yang sudah penulis capai dan ingin meneruskannya selama-lamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar