Di era hiperkompetisi seperti sekarang ini, perusahaan (people) bukan saja dituntut untuk
menghasilkan produk yang superior
customer value (SCV) melainkan juga mampu memainkan peran untuk mempengaruhi
persepsi/benak konsumen. Oleh karena itu, wajarlah apabila saat ini seorang marketer dituntut untuk
lebih kreatif. Menimbang, hanya dengan kreatiflah maka persepsi konsumen akan
dapat diraih. Hal sebelumnya juga diperkuat dengan adagium dalam marketing yakni “siapa yang mampu
mengkilikitik persepsi konsumen maka dialah sang pemenang”.
Lanjut, untuk berhasil menguasai persepsi konsumen
bukanlah hal yang mudah melainkan penuh tantangan mengasyikkan. Oleh karena
itu, marketer sebaiknya perlu terlebih dahulu mengisi kepalanya dengan
pengetahuan psikologi. Maksudnya adalah bagaimana pun, persepsi adalah ranah
kajian psikologi sehingga pemahaman tentang psikologi menjadi bagian tak
terelakkan. Spesifik lagi yaitu marketer sebaiknya mampu mensinergiskan pemahaman
ekonomi dengan psikologi sehingga menjadi suatu daya dobrak (leverage) untuk mempengaruhi persepsi
konsumen.
Ingat juga bahwa saat ini, konsumen telah dimanjakan
dengan informasi yang melimpah sehingga persepsi konsumen pun dapat berubah
dengan cepat. Oleh karena itu, pemantauan dan perolehan persepsi konsumen
sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan. Mengingat bahwa apabila marketer
sampai lengah sedikit saja maka pesaing-pesaing akan segera memanfaatkan peluang
tersebut. Pertanyaan lanjutannya adalah bagaimana konkritnya manguasai persepsi
konsumen?
Untuk menjawabnya, penulis menggunakan perspektif
psikologi cognitive. Dalam kajian tersebut, dijelaskan bahwa persepsi konsumen
akan berubah karena pada prinsipnya manusia memiliki hasrat untuk mencari
keseimbangan dan juga terdapat kecenderungan untuk menolak ketidakseimbangan
mental, atau dalam bahasa ilmiah biasanya disebut sebagai cognitive dissonance. Dengan demikian, marketer masih dapat mempengaruhi
perpsesi konsumen melalui pemahaman dan penggunaan cognitive dissonance konsumen.
Konkritnya lagi yaitu marketer sebaiknya mampu membuat
ketidakseimbangan dalam mental konsumen sehingga konsumen secara alami akan
berusaha mencari keseimbangan. Dan dalam kondisi itulah, marketer berpeluang
memberikan stimulus untuk menarik perhatian konsumen sehingga akan memberikan
perhatian serta fokus pada produk yang ditawarkan. Catatam bahwa penggunaan cognitive dissonance ini juga memiliki aspek negatifnya, yaitu
apabila marketer salah atau keliru memberikan stimulus maka konsumen dapat saja
berbalik arah dari perhatian dan fokus pada produk menjadi ketidaksukaan.
Dan hal ini akan sangat berbahaya karena konsumen
bertendensi tidak membeli produk dan berpaling atau bahkan mempertahankan
keyakinannya pada untuk terus menerus menggunakan produk yang sebelumnya sudah
ada dalam benaknya. Oleh karena itu, marketer sebaiknya mampu memahami kerja
mental atau benak konsumen yang termanifestasi dalam cognitive dissonance, karena akan sangat membantu untuk
memanfaatkan marketing mix plus
relationship of holistic dengan lebih kreatif. Akhir kata, jadilah marketer
yang kreatif dan salah satunya termanifestasi untuk lebih mampu mempengaruhi
persepsi konsumen serta mampu membangun hubungan kesetiaan dengan konsumen
untuk jangka waktu pendek, menengah dan jangka waktu panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar