Saat
ini hampir semua universitas di Indonesia yang didalamnya terdapat Fakultas Ekonomi
(FE) memiliki Program Magister Manajemen atau yang lebih sering dikenal sebagai
Program S2 Magister Manajemen. Hal itu memang baik karena menandakan sudah
majunya pendidikan di tanah air kita, hanya saja menurut pengamatan penulis
bahwa membludaknya atau banyaknya lulusan Magister Manajemen tersebut belum
sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Karena walaupun begitu banyaknya
lulusan Magister Manajemen tetap saja Indonesia masih ketinggalan untuk
publikasi ilmiah di tingkat internasional.
Toh
kalau pun tidak pada tingkat internasional, untuk tingkat nasional saja masih
tidak sebanding antara jumlah kelulusan dengan publikasi di jurnal ilmiah. Hal
ini karena pada prinsipnya/fundamentalnya tugas akhir atau yang biasa disebut
Tesis haruslah masuk publikasi ilmiah (coba saja dibayangkan terkait arti Magister
yang beresensikan pemimpin atau suhu). Toh kalau pun tidak masuk publikasi
ilmiah maka seharusnya seorang lulusan Magister Manajemen mampu menulis, tapi
pada kenyataannya tidaklah semua lulusan Magister Manajemen mampu menulis.
Hal ini
diperparah lagi dengan adanya budaya copy
paste yang salah satu manifestasinya adalah membayar orang lain untuk mengerjalan
Tesis. Alhasil pun setelah lulus maka mereka sangat bertendensi tidak mampu
menulis dan melakukan riset. Lanjut bahwa fenomena sebelumnya juga semakin
memperkeruh pendidikan di Indonesia karena saat ini pemerintah sedang bersemangatnya
mendorong pendidikan berbasis karakter. Dalam artian bahwa pendidikan berbasis
karakter apa yang diharapkan outputnya apabila profil lulusan tidak mampu
mengerjakan Tesis untuk publikasi dan juga tidak mampu menulis.
Sehubungan
dengan ulasan di atas, terdapat indikasi juga bahwa kemalasan menulis pada
penyandang Magister Manajemen mungkin saja disebabkan ketidakpahaman atas
“manfaat dari menulis”. Sekedar deskripsi umum bahwa manfaat dari menulis dan
meneliti yaitu bagaimana kita membiarkan orang lain ikut ambil bagian dalam
pemberdayaan. Nalarnya adalah dalam proses meneliti dan menulis sebenarnya
sedang terjadi proses perubahan tacid
knowledge menjadi eksplicit knowledge,
dan hal ini akan berefek positif pada kemajuan pendidikan di Indonesia.
Menimbang orang lain dapat mengakses tulisan dan hasil riset kita untuk
berbagai kepentingan yang diarahkan pada kemajuan dan pengembangan sumber daya
nara di Indonesia.
Terlepas
dari profil output para Magister Manajemen di ibu pertiwi. Pertanyaan selanjutnya
adalah bagaimana menciptakan suatu lulusan Magister Manajemen yang mampu
mempublikasikan karyanya atau mungkin mampu menulis sehingga setelah lulus
tetap mampu survive atau bahkan tetap eksis? Untuk menjawabnya, menurut hemat
penulis bahwa diperlukan suatu program khusus dalam lingkungan akademik untuk
membiasakan mahasiswanya menulis dan bukan hanya mengerjakan tugas saja, yang
kemungkinan dalam proses pengerjaannya dapat di download dengan mudah dari
internet.
Bentuk
konkritnya adalah bagaimana pemimpin dan pengelola institusi pendidikan mampu
menciptakan kebijakan untuk setiap mahasiswanya mengumpulkan karya tulis tiap
minggunya dan wajib di publikasikan di blognya masing-masing. Langkah konkrit
lainnya adalah bagaimana peran dosen dalam memberikan “teladan” untuk disiplin
menulis dan meneliti. Logikanya sangat sederhana yaitu apabila dosennya saja
tidak mampu menulis dan melakukan riset maka bagaimana lagi dengan
mahasiswanya. Untuk itu, dalam upaya membangun kebiasaan menulis dan meneliti
pada seluruh civitas akademika suatu institusi pendiidkan maka perlu adanya
kesadaran dari seluruh pengelola dan pemimpin institusi pendidikan untuk
memotivasi mahasiswanya yang dimulai dari strata satu hingga strata dua
(Magister Manajemen) untuk berdisiplin menulis, minimal satu lembar perhari.
Coba
saja dibayangkan, dalam satu minggu sudah memiliki tujuh (7) lembar dan apabila
sudah sebulan maka hasilnya sudah tiga puluh (30) lembar, dan seterusnya.
Alhasil lulusan Magister Manajemen benar-benar akan mumpuni dan meningkatkan
kualitas setelah mereka lulus. Langkah terakhir yang dapat meningkatkan profil
lulusan Magister Manajemen yang benar-benar berkualitas adalah menciptakan cara
belajar untuk setiap dua hari memberikan laporan bacaan. Hal ini perlu
dilakukan karena akan mendorong para calon Magister Manajemen untuk mampu
membagi waktunya dengan baik, dan salah satu proporsi waktunya adalah untuk
membaca dan menulis laporan bacaan. Lanjut, karena tidak mungkinlah mampu
menulis apabila malas baca. Bagaimana mungkin, ide segar diperoleh apabila
seseorang malas membaca, merangkai ide untuk dituangkan menjadi suatu tulisan.
Sebagai
penutup, bukan maksud penulis menyimpulkan bahwa semua lulusan para penyandang
Magister Manajemen tidak mampu menulis dan meneliti, karena pasti ada sebagian
penyandang Magister Manajemen yang dalam proses menempuh kuliah telah
sungguh-sungguh belajar dan melatih diri sehingga walaupun mereka telah lulus
pun masih tetap eksis untuk berbagi ilmu pengetahuan melalui tulisan-tulisan
dan juga berbagai temuan riset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar