Kerja
adalah suatu kewajiban. Mengapa penulis menyebutnya kewajiban dan bukan hak
karena sebagai manusia maka kita telah diberikan suatu talenta. Dan talenta
tersebut perlu dimanifestasikan atau diwujudkan dalam kerja. Untuk memudahkan,
maksud dari kerja adalah bagaimana manusia mengoptimalkan dalam ruang dan waktu
tertentu untuk menghasilkan karya yang berguna bagi diri dan orang lain. Karena
pada normatifnya, suatu karya hanya dapat dibuat atau ditemukan dalam pekerjaan,
dan membedah pekerjaan tak dapat dilepaskan dari yang namanya “kerja alias work”.
Selanjutnya
terkait hak dari pekerja maka biasanya setelah berkinerja baik akan diberikan
hak yang setimpal juga. Dan apabila tidak diberikan hak, maka persoalannya dapat
dibawa pada ranah yang lebih tinggi. Terlepas dari persoalan hak, pertanyaan
lanjutannya adalah bagaimana mengoperasionalkan bekerja dengan sukacita? Atau
dapat juga diganti dengan bagaimana mengaplikasikan sukacita dalam bekerja?
Jawabannya,
terdapat satu kunci utama yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana sikap anda
ketika sedang bekerja, apakah anda bekerja dengan sukacita ataukah tekanan?
Apabila anda bekerja dengan sukacita maka anda akan menikmati pekerjaan anda
dan ouputnya pun berpeluang akan baik dan begitu pula sebaliknya. Sampai di
sini, penulis juga mengakui bahwa pada kenyataannya bekerja dengan tekanan
merupakan suatu hal yang memang terjadi, namun bagaimana bijak-bijaknya anda
untuk mengubah tekanan tersebut menjadi suatu sukacita. Nah, dalam proses
mengubah itulah maka tantangan menjadi suatu hal yang signifikan tak dapat
diabaikan. Mengapa tantangan, karena tantangan akan lebih memacu diri untuk
tetap berusaha daripada menganggapnya sebagai rintangan atau beban.
Selanjutnya
adalah bagaimana langkah konkrit untuk merubahnya? Jawabannya adalah pada si
pekerja itu sendiri. Karena biasanya ketika bekerja dan psikologis pekerja
merasakan adanya suatu tekanan akan menimbulkan berbagai macam alasan untuk
tidak bekerja dengan sukacita. Dan hal ini dapat diputuskan apabila pekerja
mendapatkan suatu suntikan sukacita, yang dapat berasal dari internal si
pekerja atau pun yang berasal dari orang-orang disekitarnya. Untuk yang berasal
dari internal, si pekerja perlu mencari suatu titik menyenangkan dari
pekerjaannya sehingga perlahan-lahan mendorong sukacita dalam pekerjaannya, dan
tentu saja hal ini sangat tergantung pada kejelian si pekerja.
Maksud
dari titik sukacita adalah bagaimana pekerja mampu menemukan sesuatu dalam
pekerjaannya yang menyenangkan dirinya. Atau dalam proses mengerjakannya,
pekerja merasakan suatu sukacita ketika sedang menjalani suatu pekerjaan. Dan
hal itu membutuhkan kejelian untuk menemukannya karena titik menyenangkan
tersebut biasanya terselubung dan membutuhkan usaha untuk menemukannya. Namun
tak berarti tidak akan menemukannya karena biasanya dalam suatu pekerjaan akan
ada suatu momen yang dapat menyentuh hati pekerja sehingga membekas dalam benak
pekerja. Dan ketika mengulanginya lagi maka pekerja akan merasakan suatu energi
sukacita dalam proses bekerja.
Terkait
dorongan dari orang-orang sekitaran, perlu ada suatu tokoh yang dapat dijadikan
teladan sehingga modeling tersebut akan membawa sukacita pada si pekerja.
Konkritnya adalah peran pemimpin yang menjadi suatu hal yang signifikan karena
diharapkan pemimpin tersebut mampu mendorong menggunakan berbagai cara
pendekatan keperilakuan seperti trik-trik yang ada dalam ilmu keperilakuan
organisasi. Dan beberapa contoh triknya adalah menggunakan komponen-komponen
dari sikap, memahami siklus suasana hati (mood),
motivasi, mekanisme nilai, dan masih banyak lagi lainnya.
Dan
apabila proses perubahan bekerja dengan tekanan menjadi sukacita perlahan-lahan
telah berhasil dilakukan maka tak dapat dipungkiri bahwa hak dari pekerja juga
akan diperoleh. Karena pada prinsipnya semakin tinggi sukacita dalam bekerja
maka semakin tinggi pula kinerja seseorang. Oleh karena itu, benarlah adanya
bunyi adagium bahwa “dimana ada sukacita, di situ pula terdapat rejeki”. Spesifiknya
yaitu ketika pekerja telah bekerja dengan sukacita maka tak dapat dipungkiri
bahwa kinerjanya (performance) sangat
bertendensi baik pula. Toh apabila kinerjanya belum menunjukkan kebaikan maka
pekerja yang dilingkupi sukacita akan mampu belajar dari pengalamannya tersebut
sehingga mengetahui alasan mengapa kinerjanya belum menunjukkan perubahan ke
arah yang lebih baik. Singkat kata, si pekerja tetap akan berusaha/berjuang
untuk memperbaiki kinerjanya.
Bermodalkan
hati yang penuh sukacita ketika bekerja, bukan hanya kinerja yang terkait
dengan kesuksesan organisasi saja melainkan juga berefek pada peningkatan
kepercayaan diri pekerja. Dengan meningkatnya kepercayaan diri (self confidence) maka tanpa disadari nilai
hidup sukacita akan semakin menguat dalam jiwa pekerja. Alhasil pun win-win solution pun semakin berpeluang
terjadi. Dalam artian, organisasi mendapatkan kinerja yang unggul dan pekerja
mendapatkan kebahagiaan yang diinginkan (well
being).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar