Selasa, 15 Mei 2012

Permainan Persepsi Dalam Marketing


Di era hiperkompetisi seperti sekarang ini, perusahaan (people) bukan saja dituntut untuk menghasilkan produk yang superior customer value (SCV) melainkan juga mampu memainkan peran untuk mempengaruhi persepsi/benak konsumen. Oleh karena itu, wajarlah apabila  saat ini seorang marketer dituntut untuk lebih kreatif. Menimbang, hanya dengan kreatiflah maka persepsi konsumen akan dapat diraih. Hal sebelumnya juga diperkuat dengan adagium dalam marketing yakni “siapa yang mampu mengkilikitik persepsi konsumen maka dialah sang pemenang”.
Lanjut, untuk berhasil menguasai persepsi konsumen bukanlah hal yang mudah melainkan penuh tantangan mengasyikkan. Oleh karena itu, marketer sebaiknya perlu terlebih dahulu mengisi kepalanya dengan pengetahuan psikologi. Maksudnya adalah bagaimana pun, persepsi adalah ranah kajian psikologi sehingga pemahaman tentang psikologi menjadi bagian tak terelakkan. Spesifik lagi yaitu marketer sebaiknya mampu mensinergiskan pemahaman ekonomi dengan psikologi sehingga menjadi suatu daya dobrak (leverage) untuk mempengaruhi persepsi konsumen.
Ingat juga bahwa saat ini, konsumen telah dimanjakan dengan informasi yang melimpah sehingga persepsi konsumen pun dapat berubah dengan cepat. Oleh karena itu, pemantauan dan perolehan persepsi konsumen sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan. Mengingat bahwa apabila marketer sampai lengah sedikit saja maka pesaing-pesaing akan segera memanfaatkan peluang tersebut. Pertanyaan lanjutannya adalah bagaimana konkritnya manguasai persepsi konsumen?
Untuk menjawabnya, penulis menggunakan perspektif psikologi cognitive. Dalam kajian tersebut, dijelaskan bahwa persepsi konsumen akan berubah karena pada prinsipnya manusia memiliki hasrat untuk mencari keseimbangan dan juga terdapat kecenderungan untuk menolak ketidakseimbangan mental, atau dalam bahasa ilmiah biasanya disebut sebagai cognitive dissonance. Dengan demikian, marketer masih dapat mempengaruhi perpsesi konsumen melalui pemahaman dan penggunaan cognitive dissonance konsumen.
Konkritnya lagi yaitu marketer sebaiknya mampu membuat ketidakseimbangan dalam mental konsumen sehingga konsumen secara alami akan berusaha mencari keseimbangan. Dan dalam kondisi itulah, marketer berpeluang memberikan stimulus untuk menarik perhatian konsumen sehingga akan memberikan perhatian serta fokus pada produk yang ditawarkan. Catatam bahwa penggunaan cognitive dissonance  ini juga memiliki aspek negatifnya, yaitu apabila marketer salah atau keliru memberikan stimulus maka konsumen dapat saja berbalik arah dari perhatian dan fokus pada produk menjadi ketidaksukaan.
Dan hal ini akan sangat berbahaya karena konsumen bertendensi tidak membeli produk dan berpaling atau bahkan mempertahankan keyakinannya pada untuk terus menerus menggunakan produk yang sebelumnya sudah ada dalam benaknya. Oleh karena itu, marketer sebaiknya mampu memahami kerja mental atau benak konsumen yang termanifestasi dalam cognitive dissonance, karena akan sangat membantu untuk memanfaatkan marketing mix plus relationship of holistic dengan lebih kreatif. Akhir kata, jadilah marketer yang kreatif dan salah satunya termanifestasi untuk lebih mampu mempengaruhi persepsi konsumen serta mampu membangun hubungan kesetiaan dengan konsumen untuk jangka waktu pendek, menengah dan jangka waktu panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar