Selasa, 15 Mei 2012

Nilai Inspiratif Pantulan Film Confession of A Sopaholic


Pernahkah dibayangkan bahwa anda begitu cerdas dalam mengelola keuangan? atau dapat diganti dengan seberapa tingginya kemampuan anda untuk mengelola keuangan yang tepat sasaran? Apabila jawaban anda Ya maka sepenuhnya anda benar, hal yang sama juga apabila anda menjawab Tidak. Karena semua itu adalah gambaran keyakinan anda atas penilaian diri anda. Hanya saja, menurut penulis bahwa perlu dilandasi kejujuran ketika menilai kecerdasan mengelola keuangan karena pada prinsipnya hanya kejujuran yang dapat membawa anda menuju kebebasan keuangan. Dalam pengertian bahwa hanya anda yang dapat menilai diri anda sepenuhnya dan seutuhnya sehingga dapat membuat keputusan keuangan yang tepat sasaran atau tidak mengalami bias.
Sehubungan dengan penilaian diri seperti ulasan sebelumnya, dalam tulisan singkat ini, penulis hanya ingin berbagai nilai refleksi untuk mengelola keuangan berdasarkan apa yang penulis peroleh dari menonton film confession of a sopaholic. Menimbang bahwa dalam film itu memuat begitu banyak nilai seni mengelola keuangan yang tepat dan disertai contoh-contoh konkrit yang mungkin saja dialami tapi tidak disadari, dan sekali lagi semua itu adalah benar adanya karena mempercayainya atau tidak merupakan kebebasan anda sepenuhnya.
Alkisah dalam film confession of a sopaholic, terdapat seorang wanita yang begitu maniak belanja berbagai fashion sehingga tanpa terasa dirinya telah terlilit utang kartu kredit yang sangat luar biasa besarnya. Perilakunya ini begitu melekat dalam dirinya yang termanifestasi dalam kepemilikan kartu kredit dalam jumlah banyak sehingga mempermudah baginya untuk menggesek ketika membeli fashion yang disukai. Tidak hanya itu saja, tanpa disadari ternyata dirinya telah hidup dalam bayang-bayang ilusi yang teridikator dalam bagaimana percakapannya dengan patung-patung fashion yang menawarinya suatu keindahan ilusi sebagai bnetuk stimulisasi untuk mau membeli fashion apa saja yang ditemuinya.
Lanjut bahwa walaupun pada akhir ceritanya, dirinya berhasil keluar dari ilusinya tersebut namun sebenarnya dalam prosesnya tersebut menggambarkan bagaimana relevansinya dengan gaya hidup keuangan saat ini. Tepatnya yaitu bagaimana mendeskrisikan suatu pola yang sangat sungguh-sungguh begitu dahsyat ketika keliru mengelola keuangan pribadi. Dengan kata lain, menggambarkan suatu contoh konkrit kondisi kebangkrutan keuangan pribadi karena kekeliruan mengelola keuangan. Akibat dari kekeliruan tersebut yaitu bagaimana kondisi keuangan menjadi suatu bentuk galing lubang tutup lubang dan semakin mengurangi kepercayaan diri untuk berhasil mengelola keuangan dan mencapai kebebasan keuangan.
Seperti maksud utama dalam tulisan ini yaitu untuk mengindentifikasi nilai-nilai yang relevan untuk mengelola keuangan yang tepat sasaran, maka selanjutnya akan dijabarkan beberapa nilai tersebut. Tambahan bahwa berpijak pada deskripsi singkat film confession of a sopaholic dapat menggambarkan suatu pola keuangan yang apabila dilandasi kejujuran maka mungkin saja ada pola perilaku yang serupa/mirip dengan apa yang dialami oleh tokoh utama dalam film tersebut. Beberapa nilai tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Bias mentalitas status sosial
Dalam kisah film confession of a sopaholic sangat jelas bahwa salah satu motif membeli begitu banyak fashion hanyalah untuk menunjukkan status sosial yang elegan pada orang. Diharapkan dengan menggunakan pakaian yang serba baru akan menunjukkan beta hebatnya dirinya dan akan diakui oleh orang lain. Hal ini berimplikasi pada rendahnya akumulasi uang dan utang pun akan menjadi pilihan terbaik untuk memenuhi keinginannya tersebut. Alhasil terjerat dalam jeratan  utang yang membahayakan alias melebihi kapasitas melunasi.
  1. Nilai versus harga
Perbedaan antara nilai dan harga dapat membuat anda terkecoh karena dapat saja beranggapan bahwa nilai dan harga itu sama. Namun jika ditelusuri, nampak dengan jelas bahwa kedua konsep sangat berbeda maknanya. Dalam pengertian bahwa harga tinggi atau rendah tidak selamanya bernilai. Atau dalam ungkapan berbeda yaitu barang yang harganya tinggi tidaklah senantiasa bernilai. Kata bernilai diartikan sebagai kualitas sehingga barang yang harganya murah bisa lebih bernilai dari barang berharga tinggi atau pun dapat sebaliknya. Oleh karena itu, kepekaan serta ketajaman analisis sebelum membeli sangar signifikan dibutuhkan dan hal itulah esensi dari poin ini.
  1. Kebahagiaan semu
Hal ini terkait kepuasan setelah membeli suatu pakaian dan sejenisnya. Spesifiknya yaitu suatu perasaan sangat indah dan memuaskan ketika membeli dan menggunakan pakaian baru. Satu hal yang tanpa disadari bahwa semua itu merupakan bentuk dari suasana hati sehingga dapat berubah atau hilang. Alhasil akan memicu lagi keinginan yang sama untuk dipuaskan dan siklus ini pun akan terulang dan terulang lagi di masa mendatang.
  1. Bias persepsi kartu kredit
Suatu keyakinan yang sangat keliru tentang kartu kredit bahwa sebenarnya kartu kredit merupakan suatu gudang uang. Dan hal ini memicu perilaku untuk suka menggesek kartu kredit ketika membeli. Lebih spesifik lagi yaitu kartu kredit dimaknai sebagai gudang uang dan bukan suatu alat mempermudah koneksi antara uang yang harus dipegang ketika harus membeli sesuatu.
  1. Bias bayangan masa lalu
Tak dapat dipungkiri bahwa perilaku maniak belanja seperti yang diperankan dalam film confession of a sopaholic merupakan suatu hubungan antara masa lalu dan masa sekarang. Maksudnya adalah begitu besarnya ketidakpuasan menggunakan pakaian yang sederhana di masa kecil tanpa disadari akan memicu suatu rasa balas dendam pada masa lalu sehingga setelah dewasa dan mampu menghasilkan uang akan menjadi manusia yang gemar over spending.
  1. Self control yang bias
Dalam kisah tersebut juga menggambarkan bagaimana lemahnya kontrol diri untuk mengendalikan hasrat membeli. Dalam pengertian bahwa rendahnya kontrol diri akan memicu membeli apa saja tanpa berpikir dahulu sehingga tidak ada surplus benefit melainkan surplus cost.
  1. Ketidaksadaran kemampuan yang dimiliki
Jika disimak dengan seksama bahwa dalam film tersebut, akhirnya ada kesadaran akan kesalahan yang dilakukan. Dalam artian bahwa dirinya sebenarnya mampu mengelola keuangannya, hanya saja karena begitu besarnya tekanan faktor-faktor pada poin 1 hingga 5 di atas menyebabkan dirinya tidak mengenali hidden potential yang dimiliki.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar