Selasa, 15 Mei 2012

Membludaknya Magister Manajemen Di Indonesia


Saat ini hampir semua universitas di Indonesia yang didalamnya terdapat Fakultas Ekonomi (FE) memiliki Program Magister Manajemen atau yang lebih sering dikenal sebagai Program S2 Magister Manajemen. Hal itu memang baik karena menandakan sudah majunya pendidikan di tanah air kita, hanya saja menurut pengamatan penulis bahwa membludaknya atau banyaknya lulusan Magister Manajemen tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Karena walaupun begitu banyaknya lulusan Magister Manajemen tetap saja Indonesia masih ketinggalan untuk publikasi ilmiah di tingkat internasional.
Toh kalau pun tidak pada tingkat internasional, untuk tingkat nasional saja masih tidak sebanding antara jumlah kelulusan dengan publikasi di jurnal ilmiah. Hal ini karena pada prinsipnya/fundamentalnya tugas akhir atau yang biasa disebut Tesis haruslah masuk publikasi ilmiah (coba saja dibayangkan terkait arti Magister yang beresensikan pemimpin atau suhu). Toh kalau pun tidak masuk publikasi ilmiah maka seharusnya seorang lulusan Magister Manajemen mampu menulis, tapi pada kenyataannya tidaklah semua lulusan Magister Manajemen mampu menulis.
Hal ini diperparah lagi dengan adanya budaya copy paste yang salah satu manifestasinya adalah membayar orang lain untuk mengerjalan Tesis. Alhasil pun setelah lulus maka mereka sangat bertendensi tidak mampu menulis dan melakukan riset. Lanjut bahwa fenomena sebelumnya juga semakin memperkeruh pendidikan di Indonesia karena saat ini pemerintah sedang bersemangatnya mendorong pendidikan berbasis karakter. Dalam artian bahwa pendidikan berbasis karakter apa yang diharapkan outputnya apabila profil lulusan tidak mampu mengerjakan Tesis untuk publikasi dan juga tidak mampu menulis.
Sehubungan dengan ulasan di atas, terdapat indikasi juga bahwa kemalasan menulis pada penyandang Magister Manajemen mungkin saja disebabkan ketidakpahaman atas “manfaat dari menulis”. Sekedar deskripsi umum bahwa manfaat dari menulis dan meneliti yaitu bagaimana kita membiarkan orang lain ikut ambil bagian dalam pemberdayaan. Nalarnya adalah dalam proses meneliti dan menulis sebenarnya sedang terjadi proses perubahan tacid knowledge menjadi eksplicit knowledge, dan hal ini akan berefek positif pada kemajuan pendidikan di Indonesia. Menimbang orang lain dapat mengakses tulisan dan hasil riset kita untuk berbagai kepentingan yang diarahkan pada kemajuan dan pengembangan sumber daya nara di Indonesia.
Terlepas dari profil output para Magister Manajemen di ibu pertiwi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menciptakan suatu lulusan Magister Manajemen yang mampu mempublikasikan karyanya atau mungkin mampu menulis sehingga setelah lulus tetap mampu survive atau bahkan tetap eksis? Untuk menjawabnya, menurut hemat penulis bahwa diperlukan suatu program khusus dalam lingkungan akademik untuk membiasakan mahasiswanya menulis dan bukan hanya mengerjakan tugas saja, yang kemungkinan dalam proses pengerjaannya dapat di download dengan mudah dari internet.
Bentuk konkritnya adalah bagaimana pemimpin dan pengelola institusi pendidikan mampu menciptakan kebijakan untuk setiap mahasiswanya mengumpulkan karya tulis tiap minggunya dan wajib di publikasikan di blognya masing-masing. Langkah konkrit lainnya adalah bagaimana peran dosen dalam memberikan “teladan” untuk disiplin menulis dan meneliti. Logikanya sangat sederhana yaitu apabila dosennya saja tidak mampu menulis dan melakukan riset maka bagaimana lagi dengan mahasiswanya. Untuk itu, dalam upaya membangun kebiasaan menulis dan meneliti pada seluruh civitas akademika suatu institusi pendiidkan maka perlu adanya kesadaran dari seluruh pengelola dan pemimpin institusi pendidikan untuk memotivasi mahasiswanya yang dimulai dari strata satu hingga strata dua (Magister Manajemen) untuk berdisiplin menulis, minimal satu lembar perhari.
Coba saja dibayangkan, dalam satu minggu sudah memiliki tujuh (7) lembar dan apabila sudah sebulan maka hasilnya sudah tiga puluh (30) lembar, dan seterusnya. Alhasil lulusan Magister Manajemen benar-benar akan mumpuni dan meningkatkan kualitas setelah mereka lulus. Langkah terakhir yang dapat meningkatkan profil lulusan Magister Manajemen yang benar-benar berkualitas adalah menciptakan cara belajar untuk setiap dua hari memberikan laporan bacaan. Hal ini perlu dilakukan karena akan mendorong para calon Magister Manajemen untuk mampu membagi waktunya dengan baik, dan salah satu proporsi waktunya adalah untuk membaca dan menulis laporan bacaan. Lanjut, karena tidak mungkinlah mampu menulis apabila malas baca. Bagaimana mungkin, ide segar diperoleh apabila seseorang malas membaca, merangkai ide untuk dituangkan menjadi suatu tulisan.
Sebagai penutup, bukan maksud penulis menyimpulkan bahwa semua lulusan para penyandang Magister Manajemen tidak mampu menulis dan meneliti, karena pasti ada sebagian penyandang Magister Manajemen yang dalam proses menempuh kuliah telah sungguh-sungguh belajar dan melatih diri sehingga walaupun mereka telah lulus pun masih tetap eksis untuk berbagi ilmu pengetahuan melalui tulisan-tulisan dan juga berbagai temuan riset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar