Selasa, 15 Mei 2012

New Blood dan Old Blood


Berprestasi unggul (excellent performance) merupakan salah satu tujuan oraganisasi, karena melalui karyawan-karyawan yang haus akan prestasilah maka perusahaan dapat berkinerja unggul. Dalam artian bahwa karyawan senantiasa dituntut untuk berprestasi dan termanifestasi dalam menjalankan fungsinya dengan baik. Terkait fungsi inilah seringkali terjadi tumpang tindih antara satu karyawan dengan karyawan lainnya, dan hal ini dapat diperparah apabila ditambah lagi dengan sentimen karyawan senior (old blood) terhadap karyawan baru (new blood). Sentimen yang dimaksud adalah bagaimana karyawan senior merasa telah memiliki pengalaman sehingga karyawan baru harus membeo begitu saja pada karyawan senior (old blood).
Lanjut bahwa memang tak dapat dipungkiri bahwa aspek pengalaman memiliki pengaruh signifikan dalam menunjang prestasi karena efikasi diri (self efficacy) karyawan dapat timbul dari akumulasi pengalaman sepanjang siklus kerjanya. Hanya saja, hal tersebut dapat menjadi masalah apabila hanya berpatok pada pengalaman saja, karena pada prinsipnya pengalaman merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan bukan pada masa kini atau pun pada masa depan. Dan ditambah lagi bahwa saat ini perubahan merupakan teman setia dari setiap orang termasuk semua organisasi sehingga terkesan agak berlebihan apabila hanya memfokuskan pada pengalaman saja sebagai faktor tunggal penentu prestasi organisasi.
Spesifiknya yaitu tidak masuk akal apabila pegawai senior begitu merasa hebat karena telah mengakumulasi pengalaman, karena dapat saja karyawan baru alias new blood memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan baru dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Tidak itu saja, apabila ditelusuri dari perspektif organisasi pembelajaran (learning organization) maka karyawan senior memiliki tugas tambahan yaitu membantu karyawan baru untuk berprestasi seperti mereka, dan cara yang dapat ditempuh yaitu dengan merubah implicit knowledge menjadi eksplicit knowledge.
Merujuk pada ulasan sebelumnya, tampak bahwa sebaiknya perlu ada sinergi antara karyawan senior dan karyawan baru. Menimbang bahwa karyawan senior akan membantu dengan mensharekan pengalamannya, sedangkan karyawan baru memiliki kewajiban untuk mensharekan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan baru. Mengapa memerlukan sinergis seperti ini karena pada prinsipnya organisasi merupakan makluk hidup sehingga keseluruhan karyawannya wajib untuk saling membantu.
Sampai di sini, diketahui bahwa karyawan senior dan baru alias new blood memiliki segi kekuatan dan juga kelemahan. Dan untuk saling menutup kelemahan dan meningkatkan kekuatan diperlukan adanya kesediaan untuk mau melepaskan ego atau merasa hebat. Dalam pengertian bahwa solusi untuk berkesinambungan prestasi suatu organisasi sangat memerlukan kesediaan dan partisipasi totalitas anggota organisasi. Atau dalam ungkapan terkenal sang tokoh manajemen Nonaka sebagai knowledge sharing.
Pertanyaan lanjutannya adalah bagaimana mengaplikasikannya sinergitas antara karyawan senior dan karyawan baru? Jawabannya terletak pada fungsi kepemimpinan untuk memainkan peran komunikator yang baik yang termanifestasi dalam komunikasi yang baik antara pemimpin dengan karyawannya. Dengan kata lain, bagaimana pemimpin organisasi mampu menciptakan budaya komunikasi yang terbuka dan efektif dalam organisasi sehingga dapat diteladani karyawan. Lanjut bahwa solusi ini tampaknya bersifat asbstrak namun itulah salah satu solusi yang apa adanya atau sering dipraktekkan dalam kehidupan suatu organisasi.
Sebagai contoh adalah bagaimana gaya manajemen Jepang seperti pada Honda, Matsushita, Sony dan lainnya. Yang sangat menonjolkan komunikasi sebagai ujung tombak prestasi organisasi yang berkesinambungan. Dimana kondisi organisasi-organisasi tersebut begitu dominan dilandasi komunikasi yang efektif, terbuka dan tetap menjaga privasi masing-masing karyawan. Dan hal ini sangat membantu dalam mengaplikasikan transfer pengetahuan dan juga pembentukan pengetahuan baru yang sangat berguna bagi prestasi organisasi.
Mengapa, kok bisa membantu pengembangan pengetahuan baru? Jawabannya terletak pada bagaimana karyawan senior menularkan pengalaman mereka pada karyawan baru berdasarkan komunikasi yang bijak sehingga memotivasi karyawan baru untuk mengikuti jejak para seniornya. Dan salah satu manifestasinya adalah terbukanya ruang bagi komunikasi melalui open forum manajemen serta fokus aplikasi pada research and development (R&D). Dan satu hal yang tak dapat diabaikan adalah bagaimana peran budaya yang signifikan. Konkritnya peran budaya nasionalis Jepang yang sangat menghargai komunikasi antara karyawan sehingga peran budaya ini mampu menembus tembok pembatas yang mengkotak-kotakkan alias memisahkan karyawan senior dan karyawan baru untuk saling bersinergis dalam membangun prestasi organisasi secara kontinyu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar