Ilmu
pengetahuan dibutuhkan manusia untuk mempermudah pekerjaan manusia sehingga
sangat diperlukan kritis untuk menempatkannya dengan benar. Hal itu dimaksudkan
untuk tidak menggunakan ilmu dan pengetahuan guna mendehumanisasi. Untuk
mampu menempatkan kemajuan IPTEK sebagaimana mestinya maka sikap manusianya
perlu untuk dibenahi terlebih dahulu. Sampai di sini tampak bahwa IPTEK
merupakan suatu alat yang bersifat netral dan pada prinsipnya perlu dibagikan
atau di sharekan kepada orang lain guna membantu mempermudah pekerjaan yang
dilakukan.
Terkait
prinsip itulah, dalam tulisan ini diarahkan. Dalam artian bahwa tulisan ini
dimaksudkan untuk bagaimana IPTEK tidak dikuasai oleh satu orang saja. Atau
dengan kata lain, bagaimana membuang onani intelektual, yang dalam tulisan ini
diartikan sebagai sifat kikir untuk membagi ilmu pengetahuan. Merujuk pada
definisi tersebut tampak sekali bahwa onani intelektual merupakan suatu sifat
yang perlu dibuang jauh-jauh dari kehidupan akademik. Menimbang bahwa setiap
manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Lanjut bahwa
didorong oleh alasan filosofis tersebut, maka bagaimana cara yang dapat
ditempuh untuk membuang onani intelektual? Jawabannya adalah sadarilah bahwa IPTEK
merupakan suatu rahmat atau anugerah yang diberikan sang Kuasa sehingga pada
prinsipnya IPTEK tidak dimaksudkan untuk hanya digunakan oleh satu orang saja
atau untuk kepentingan kelompok. Sampai di sini, maksud penulis bahwa tidak
berarti apabila hasil kerja keras orang dalam menemukan IPTEK tidak perlu
dihargai melainkan bagaimana tetap mengahrgainya serta menjungjung tinggi nilai
kejujuran.
Spesifiknya
lagi yaitu bagaimana sebagai seorang manusia yang sedang belajar entah dalam
jenjang pendidikan apa saja, haaruslah ada kerelaan dan kesadaran yang tulus
ikhlas untuk membantu teman-temannya. Karena dengan membantu teman-temannya
maka orang tersebut sebenarnya sedang belajar juga dan akan meningkatkan
pengetahuannya. Tapi semua itu biasanya hanyalah pada tataran normatif karena
pada kenyataannya sifat kikir untuk mendiskusikan atau mensharekan IPTEK sering
terjadi dibandingkan kerelaan menshrarekan.
Yah kira-kira
seperti itulah, pola pendidikan yang hanya mau mementingkan diri sendiri atau
kemajuan diri sendiri. Namun menurut pengalaman penulis bahwa selama penulis
menempuh pendidikan, selalu saja warna diskusi menjadi bagian yang melekat,
seolah-olah sudah menjadi magnet dalam pendidikan penulis. Dan hal ini begitu
luar biasa kemanfaatannya karena akan meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan
juga meningkatkan sifat untuk mendorong teman-temannya bersama-sama belajar
atau menemukan pengetahuan.
Tidak hanya
itu saja, manfaat dari saling berdiskusi dan melakukan bedah buku sangat
menolong kita untuk saling memotivasi sehingga semangat belajar atau menemukan
ilmu menjadi begitu indah nan luas biasa. Dan hal ini apabila dilakukan secara
berkesinambungan akan sangat bermanfaat sebagai nutrisi segar membangun
kebiasaan untuk senantiasa belajar dan belajar selama masih hidup. Alhasil
sampai sekarang pun kebiasaan tersebut masih terbawa hingga penulis menamatkan
studinya, dan penulis merasa puas dengan apa yang sudah penulis capai dan ingin
meneruskannya selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar