Manusia pada hakikatnya diberikan kemampuan yang luar biasa oleh Penciptanya untuk berkarya dan berkarya dalam kehidupan ini. Hal ini sangat penulis yakini karena manusia adalah makluk terunik dari segala makluk. Namun pada kenyataannya seringkali manusia menjadi diri yang lain yang tidak memahami kodratnya itu. Hal ini berimplikasi pada memiliki pikiran serba instan. Dalam pengertian bahwa manusia tersebut seringkali hanya menunggu pasive segala sesuatu dan apabila perbuatan orang lain telah membuahkan hasil maka akan ikut nyimplung untuk menikmatinya. Lebih spesifik lagi ketika hendak berkarya, dirinya malas namun hasilnya telah ada maka dirinya akan tanpa rasa malu menikmatinya.
Ulasan di atas sebenarnya hanya menjadikan manusia sebagai parasit yang tidak berkerja keras dan cerdas namun suka mangambil kerja keras orang lain. Atau dapat diibaratkan sebagai memiliki hasrat besar untuk menghasilakn sesuatu yang baik namun malas untuk berusaha dan hal ini tanpa disadari telah menurunkan harkan dan martabat dirinya karena menyimpang jauh dari standar diri yang sebenarnya. Seperti ungkapan terkenal tokoh Zen bahwa untuk merasakan kenikmatan sebuah apel, seseorang harus mengunyahnya sendiri. Dengan kata lain, tidak mungkin orang lain yang mengunyah dan anda akan merasakannya karena itu merupakan pembodohan yang harus dihentikan.
Selain itu juga, mentalitas instan akan membawa pada perilaku lain, salah satunya adalah homo homini lupus atau serigala berbulu domba. Nalarnya adalah dengan menunggu hasil saja tanpa berusaha akan memicu dirinya untuk menjadi seornag opurtunis mutlak yang suka mengambil hasil panen orang lain tanpa mau berusaha. Dalam bahasa yag ditajamkan akan berbunyi bahwa orang yang bermentalitas instan tanpa disadari telah menanamkan dalam dirinya benih-benih pencuri. Mengapa, karena hanya pencuri saja yang suka mengambil hasil kerja keras orang lain tanpa mau berusaha mengeluarkan tetesan keringat.
Lanjut bahwa dengan bermentalkan instan akan juga mengarahkan pada perilaku yang benar-benar tidak berperikemanusiaan karena tidak punya harga diri. penjelasannya adalah menjadi seorang yang tidak mau berkarya atau berkerja dalam hidup akan mengarahkan pada perilaku untuk menjilat orang lain demi mendapatkan bagian, dan hal ini sebenarnya jauh sekali dari fitrah manusia. Tidak hanya itu saja, bermentalitas instan merupakan gambaran atau deskrisp dari nilai-nilai keluarga. Dengan kata lain, bermentalitas instan merupakan cerminan dari apa yang ditanam orang tua kepada dirinya sehingga tanpa ada rasa malu untuk mau berusaha dan berusaha melainkan hanya suka memanen. Dengan demikian berpijak pada keseluruhan ulasan sebelumnya, perlu upaya sadar diri melalui refleksi diri yang mendalam (deep reflection) untuk mau berubah dari seorang bermetalitas instan alias pecundang menjadi seorang manusia berjiwa pemenang alias manusia yang tetap berusaha dan tak mau menyerah untuk menjadikan dirinya berguna atau berfaedah melalui hasrat kuat untuk berkarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar