Sekolah merupakan suatu kewajiban moral dan menjadi hak semua rakyat Indonesia. Hal sebelumnya juga saat ini mendapatkan respon positif dari pemerintah, seperti diantaranya adalah diluncurkannya dana biaya operasional sekolah atau BOS, pendiidkan berbasis karakter, otonomi perguruan tinggi, program-program pendidikan berbasis riset dan lain-lainnya. Semua itu merupakan langkah strategik untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Namun dalam tulisan ini, tidak mengkaji secara keseluruhan dari berbagai program pendidikan sebelumnya, melainkan akan menitik beratkan pada proses belajar mengajar. Spesifiknya yaitu dalam tulisan ini akan mengkaji bagaimana proses belajar mengajar yang diarahkan pada pemahaman dan bukan pada menghafal.
Merujuk pada ulasan sebelumnya, kegiatan belajar mengajar yang termanifestasi dalam interaksi antara guru dan siswa sebaiknya jangan dilakukan secara monoton atau hanya itu-itu saja. Atau dengan kata lain yaitu janganlah guru memainkan fungsi sebagai pendikte yang termanifestasi dalam ungkapan-ungkapan seperti 1 x 1 = 1, 2 x 2 = 4 dan seterusnya, melainkan bagaimana mendidik murid-murid untuk memahami bagaimana kok bisa 1 x 1 = 1 dan seterusnya. Hal ini tampak sepele tapi memuat banyak efek negatif dalam kehidupan muri-murid dalam siklus hidup mereka.
Spesifiknya yaitu apabila muris-murid sudah dididik dengan hanya menghafal dan menghafal maka dalam proses belajar selanjutnya akan menjadi suatu kebiasaan, dan seperti yang diketahui bahwa merubah kebiasaan itu tidak mudah namun bukan berarti tidak dapat diubah. Oleh karena itu, bagaimana kreatifnya guru-guru membuat pengajaran di sekolah menjadi suatu tantangan bagi murid sehingga merangsang daya pikir mereka untuk kreatif, kritis, etis dan tidak menghafal melainkan benar-benar dipahami (deep understanding).
Dan untuk mengaplikasikan proses belajar yang mengedepankan pemahaman, guru-guru juga perlu belajar bagaimana trik-trik jitu dalam proses pembelajaran. Beberapa langkah yang dapat ditempuh adalah guru-guru sebaiknya banyak membaca sehingga mudah mendapatkan ide-ide segar untuk diaplikasikan dalam proses belajar mengajar di kelas. Kedua adalah banyak-banyaklah menulis sehingga dapat menjadi kebiasaan untuk merubah pengetahuan implisit (tacid knowledge) menjadi pengetahuan eksplisit. Dan interaksi antara kedua hal tersebut akan mengarahkan pada penciptaan benih-benih kesadaran mendidik untuk pemahaman atau mengerti dan bukan menghafal.
Setelah interaksi antara guru dan murid yang diarahkan pada kegiatan belajar untuk memahami, perlu juga mengedepankan peran serta orang tua dalam mendidik anak-anak mereka untuk sadar akan belajar yang memahami dan bukan menghafal. Dalam hal ini, orang tua juga harus mampu mengarahkan anak-anak mereka agar menyukai kegiatan belajar sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan dan penuh rahmat. Untuk itu, orang tua sebaiknya mampu berkunikasi dengan anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang agar anak-anak mereka mau belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari sekolah karena didorong oleh rasa ingin tahu dan bukan hanya menghafal yang termanifestasi dalam mengejar nilai tinggi namun tidak memahami apa yang dipelajari.
Untuk langkah-langkah strategiknya, orang tua dapat membaca atau mengikuti informasi tentang bagaimana menanamkan kesenangan belajar pada anak. Langkah lainnya yang dapat dilakukan adalah berkonsultasilah dengan pakar-pakar pembelajaran anak sehingga mendapatkan ide-ide segar untuk diterapkan. Sebagai motivasi dalam mendidik anak-anak dan juga murid-murid, penulis mengutip ungkapan bijak dari salah satu tokoh pembelajar bernama Paul Hidayat yang berbunyi “bila anda Mempelajari kebenaran, tetapi tidak mengalami perubahan hidup, maka hanya ada dua kemungkinan. Pertama, anda tidak sungguh-sungguh belajar. Kedua, yang anda pelajari bukan kebenaran”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar