Jumat, 14 Oktober 2011

Strategi Berbasis Value Dan Pertumbuhan Dalam Investasi Saham


Berinvestasi dalam saham merupakan salah satu bentuk dari kategori investasi, yang mana manfaat yang didapat dari investasi saham bisa berupa capital gain maupun dividen. Namun terlepas dari keuntungan apabila berinvetasi dalam saham maka kategoti investasi ini juga memiliki resiko yang harus dipikirkan dengan baik sehingga banyak pendapat dari berbagai pakar investasi seperti Robert Kiyosaki dan Warrent Buffet maupun yang pembaca peroleh dari berbagai buku teks tentang investasi serta tulisan-tulisan lainnya yang membahas investasi bahwa sebelum berkeputusan berinvestasi dalam saham yang memiliki return tinggi maupun resiko tinggi maka diperlukan pengetahuan dasar yang akan dijadikan landasan dalam berinvestasi saham.
Lebih lanjut bahwa dalam rangka memperoleh pengetahuan tersebut maka investor maupun calon investor perlu berinvestasi waktu terlebih dahulu untuk membuka cakrawala berpikir sehingga tidak terjebak dalam zero sum game atau investor yang kurang terdidik secara baik akan berbagai teknik investasi harus menjadi korban dari pemain saham atau investor yang telah berpengalaman dan telah terdidik berinvestasi secara baik dan tepat. Seperti yang penulis katakan sebelumnya bahwa berinvestasi dalam saham memerlukan pemahaman terlebih dahulu akan strategi-strategi investasi, yang mana strategi-strategi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu strategi investasi saham berbasiskan value dan strategi investasi berbasiskan pertumbuhan. Dua kategori strategi investasi ini merupakan strategi yang banyak digunakan oleh para pakar-pakar investasi ternama, terutama strategi berbasiskan value dari sang maestro investasi Warren Buffet yang berhasil menjadi kaya dan melampaui pemilik Microsoft Corporation, Bill Gates.
Strategi investasi pertama yaitu strategi investasi berbasiskan value yang pertama kali dikemukakan oleh Benjamin Graham dalam bukunya yang berjudul Security Analize (sekarang, Intelligent Investor), dimana dalam buku itu sang penulis berpendapat bahwa untuk mampu menegeruk keuntungan dari pasar saham maka seseorang perlu mengetahui nilai fundamental perusahaan yang akan dibandingkan dengan harga pasar serta untuk mengetahui undervalue atau overvalue dari suatu saham yang diperdagangkan di suatu bursa. Lebih lanjut bahwa selain mengetahui nilai fundamental dari suatu perusahaan maka seseorang perlu mengetahui bahwa perusahaan yang akan dibelinya merupakan perusahaan yang memiliki kualitas fundamental yang baik sehingga akan memiliki kemampuan bertahan dalam kondisi pasar yang baik ataupun buruk.
Ditujukan untuk lebih jelasnya akan penulis paparkan bagaimana pada gambaran besarnya dari strategi ini sehingga pembaca bisa memperoleh manfaat dari strategi ini. Pertama, sebelum melakukan pembelian saham maka investor perlu menghitung beberapa rasio keuangan seperti P/E ratio untuk melihat seberapa mahal maupun murah harga sebuah saham, M/B ratio untuk melihat bagaimana suatu saham dilihat overvalue atau undervalue sehingga investor mampu melakukan aksi beli murah-jual mahal ataupun jual mahal-beli murah. Terlepas dari perhitungan kedua rasio sebelumnya maka investor juga perlu membuat suatu perkiraan tentang suatu saham sehingga investor diharuskan melakukan perhitungan nilai waktu uang kususnya mengenai kalkulasi NPV.
Dalam melakukan kalkulasi NPV maka investor perlu meramalkan kecendrungan dividen dimasa yang akan datang, yang mana penulis maksud yaitu kecendrungan prosentase kenaikkan dividen dimasa yang akan datang sehingga investor hanya perlu mengkalkulasinya dan akan memperoleh hasilnya untuk dibandingkan dengan harga pasar suatu saham (untuk jelasnya pembaca dapat memperoleh cara kalkulasi NPV di buku-buku teks keuangan). Namun yang perlu penulis tekankan adalah dalam mengkalkulasi NPV maka penentuan tingkat diskonto yang digunakan haruslah benar-benar sesuai karena tingkat diskonto ini akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari penilaian murah mahalnya suatu saham. Hal terakhir dari startegi value ini yaitu tujuan dari menentukan nila fundamental perusahaan yang akan dibandingkan dengan harga pasar adalah untuk memastikan bahwa investor memiliki margin safety atau margin diatas kertas karena membeli saham yang undervalue.
Secara filosofis bahwa strategi ini menggunakan filosofis contrarian, yang mana bahwa saham-saham yang memiliki nilai fundamental kuat sering akan tidak menjadi idola bagi investor sehingga harga sahamnya akan terjadi undervalue namun seiring berjalannya waktu maka investor akan sadar bahwa saham ini memiliki kualitas yang baik sehingga akan membalik mengejar saham ini dan mendorong harga saham menukik naik keatas sehingga menurut pencetus startegi ini Benjamin Graham bahwa selain pengetahuan yang baik dan tepat saja tidak mencukupi melainkan juga memerlukan temperamen yang sabar dan tidak emosional.
Strategi berbasis value ini telah dibuktikan oleh sang murid dari Benjamin Graham yaitu Warrent Buffet dengan berhasil menjadi ornag terkaya didunia melalui hasil berinvestasi di saham. Namun penulis sedikit menambahkan bahwa Warrent Buffet selain berhasil menggunakan startegi ini dengan sukses, beliau juga menambahkan sedikit modifikasi yang tertuang dalam prinsip-prinsipnya. Pertama, jangan pernah mau kehilangan uang! Hal ini memiliki keterkaitan erat dengan persiapan diri yang baik dari seorang investor sebelum berinvestasi dalam saham dan yang terpenting yaitu pahami resiko dan mampu mengeliminasi resiko karena bagi sang maestro bahwa resiko adalah kemungkinan kehilangan uang. Kedua, tidak menikahi saham!
Hal ini bermakna bahwa pola pikir seseorang yang berkeinginan berinvestasi dalam saham perlu memahami bahwa apabila dia memiliki saham suatu perusahaan maka sebenarnya dia berkedudukan sebagai pemiliki perusahaan sehingga secara rasional sebelum berkeputusan membeli suatu saham perlu mengetahui terlebih dahulu akan kondisi fundamental perusahaan dan mampu memastikan bahwa fundamental perusahaan tersebut adalah baik dan hal ini juga didukung dengan statement bahwa perlu memperhatikan “Man Behind The Gun”. Ketiga, serakahlah saat orang lain ketakutan dan takutlah saat orang lain serakah. Hal ini mengindikasikan bahwa filosofis contrarian telah diaplikasikan dengan baik sehingga investor mampu mendapatkan keuntungan diatas return pasar.
Strategi yang kedua yaitu strategi berbasis pertumbuhan, yang mana strategi ini menghimbau investor agar membeli saham-saham yang memiliki kecendrungan meningkat dimasa yang akan datang. Dalam rangka mengaplikasikan strategi ini maka investor perlu membuat suatu ramalan-ramalan perubahan dividen yang akan didiskontokan sehingga bisa diketahui tendency dimasa yang akan datang (untuk teknik mendiskontokan dapat dilihat di buku-buku teks keuangan) sehingga diperlukan data-data dividen dan data harga saham untuk dibuat analisis trend harga saham.
Namun strategi ini juga memiliki kelebihan utama yaitu apabila prediksi saham tepat maka investor akan mendapatkan capital gain karena harga meningkat dimasa yang akan datang (presisi momentum) namun strategi ini juga memiliki kelemahan bahwa apabila investor salah memprediksi maka investor akan terjebak dalam anomaly momentum dan seperti yang diketahui bahwa kerugian dalam saham bukanlah hal yang disukai sehingga strategi ini membutuhkan kedalam analisis untuk memprediksi, namun sebagai tambahan saja bahwa strategi ini dapat menggunakan alat analisis teknikal untuk melihat trend harga, kapan harus membeli dan kapan harus menjual.
Secara sepintas terlihat bahwa kedua strategi ini memiliki kesamaan karena melibatkan teknik penilaian investasi NPV dan sama-sama mewajibkan memerlukan informasi yang akurat namun sebenarnya kedua strategi ini memiliki perbedaan, yang mana akan penulis pilah menjadi dua bagian yaitu untuk saham individual dan untuk sekumpulan saham atau yang lebih dikenal sebagai portofolio. Perbedaan yang pertama yaitu untuk saham individual akan nampak dari bagaimana seorang investor membeli saham dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan, yang mana untuk strategi value maka saham yang harus dibeli adalah saham-saham yang undervalue dan berkinerja fundamental baik sehingga terdapat pepatah yang berasal dari Wall Street bahwa beli saham murah namun tidak murahan dan hal ini berkebalikan dengan strategi pertumbuhan yang mengharuskan investor membeli saham-saham yang berkecendrungan meningkat dimasa yang akan datang sehingga tidak mempedulikan apakah saham yang dibeli dalam kondisi undervalue atau overvalue.
Perbedaan lainnya dari kedua strategi ini dalam saham individual yaitu mengenai jangka waktu, yang mana bagi strategi value maka investor dalam memiliki suatu saham, haruslah dalam jangka waktu panjang (ingat nasihat jangan menikahi saham tapi nikahilah bisnisnya sehingga komitmen jangka panjang menjadi keharusan). Sedangkan perbedaan dalam portofolio terletak pada bagaimana keputusan dalam menentukan saham kedalam keranjang portofolio, namun sebelum membedah lebih lenjut maka penulis akan sedikit menelaah tentang portofolio. Portofolio diartikan sebagai suatu keranjang dimana dalam keranjang tersebut berisi sejumlah saham yang memiliki korelasi negative, yang mana tujuan dari korelasi negative tersebut adalah untuk saling mengimbangi keutungan atau memperkecil resiko karena pabila sebuah saham memiliki kinerja kurang baik maka secara principal dari korelasi negative akan berakibat pada naiknya harga saham lainnya.
Terlepas dari pemahaman portofolio maka perbedaan antara kedua strategi tersebut yaitu untuk strategi value bahwa dalam mempertimbangkan saham-saham yang akan dimasukkan dalam keranjang portofolio didasari bahwa saham yang dipilih dalam kondisi undervalue dan memiliki kinerja fundamental baik sehingga prisnsip dasar dari korelasi negative tidak diperhitungkan dan hal ini berkebalikan dengan strategi pertumbuhan bahwa keputusan memilih saham adalah saham yang memiliki kecendrungan kuat untuk meningkat kinerjanya dan tidak mempedulikan apakah saham tersebut undervalue atau overvalue sehingga aturan dasar dari korelasi negative masih harus dilakukan sehingga apabila saham yang pada awalnya diprediksi mengalami kecendrungan meningkat dan terjadi pembalikan maka akan disuport oleh saham lainnya.
Terkait atas berbagai kekuatan dan kelemahan serta persamaan dan perbedaan pada kedua strategi ini maka alangkah baiknya apabila investor mampu mengontrol emosinya dan mampu menghindari diri dari berbagai bias-bias psikologis. Adapun maksud penulis supaya investor memiliki kematangan emosional yaitu supaya investor tidak terjebak dalam jebakan “Greed, Fear And Stupid” yang hanya menambah probablility kerugian karena bertindak ikut-ikutan sedangkan maksud penulis untuk mampu menghindari dan mengontrol dari berbagai bias psikologis yaitu berkenaan dengan keputusan yang akan diambil investor, apakah akan membeli, menjual atau menahan suatu saham atau dengan kata lain penulis mengharapkan agar investor ataupun calon investor mampu berpikir rasional sehingga akan tercipta perilaku rasional sehingga akan berimbaas pada akumulasi kekayaan dan bukan pada deakumulasi kekayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar