Kamis, 13 Oktober 2011

Aspek Biases Dalam Pasar Modal


Setiap investor pasti menginginkan return sehingga dalam upaya memaksimalkan return yang diperoleh maka investor perlu membuat keputusan yang tepat sehingga tercapai tujuan investasinya, namun hal ini tidaklah selalu terjadi karena seringkali investor membuat kesalahan dalam pengambilan keputusan keuangan terkususnya dalam hal apakah akan terus memegang saham, segera melepas saham yang dimiliki ataupun salah dalam keputusan untuk membeli saham. Lebih lanjut bahwa kesalahan-kesalahan yang dilakukan investor tersebut membuktikan bahwa penghuni pasar modal tidaklah semuanya bersikap rasional namun juga tidak semuanya bersikap irrasional sehingga zero sum game menjadi hal yang tak terelakkan.
Membahas akan keterbatasan rasionalitas yang tercermin dari perilaku investor telah membawa dampak yang luar biasa yaitu munculnya ilmu psikologi keuangan, yang mana ilmu ini merupakan cabang dari ilmu keuangan namun menyatukan ilmu psikologi dengan ilmu keuangan. Menurut ilmu ini bahwa perilaku irrasional investor akan terkristalkan dari sepuluh aspek psikologis yang membuat investor membuat keputusan yang salah terutama dalam kondisi ketidakpastian. adapun kesepuluh aspek tersebut terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu aspek biases yang diwakili oleh Excessive Optimism, Overconfidence, Confirmation Bias dan Illusion of Control sedangkan aspek heuristics diwakili oleh Representativeness, Availability, Anchoring, Affect, dan aspek terakhir yaitu framing effects meliputi Loss Aversion dan Aversion Sure Loss namun dalam tulisan ini penulis hanya memfokuskan pada aspek biases saja.
Elemen pertama yaitu Excessive Optimism yang diartikan sebagai menaksir terlalu tinggi seberapa sering mendapatkan hasil yang baik dan menaksir terlalu rendah seberapa sering mendapatkan hasil yang buruk. Dari definisi tersebut terkandung makna bahwa adanya sikap tidak realistis dengan keadaan atau melebih-lebihkan keadaan sehingga dalam meramalkan suatu saham dimasa yang akan datang investor menjadi terlalu berkeyakinan bahwa kinerja saham yang dimilikinya akan membaik dan menghasilkan keuantungan. Lebih lanjut bahwa sikap terlalu optimis ini melanggar prinsip dasar atau atauran main dalam berinvestasi yaitu high return high risk yang berarti bahwa untuk mendapatkan hasil yang tinggi maka harus berani menerima resiko yang tinggi juga sehingga secara implicit menyatakan bahwa terlalu optimis akan masa yang akan datang dan menjadi tidak realistis dengan keadaan telah menyepelekan resiko dan ketidakpastian, yang mana hal ini akan membawa akibat pada akumulasi resiko dan bukan akumulasi return.
Elemen kedua yaitu overconfidence yang diartikan sebagai kesalahan prediksi mengenai seberapa baik seseorang memahami kemapuannya dan batas pengetahuannya, seseorang membuat kesalahan lebih sering dari yang mereka percayai dan melihat diri mereka lebih baik dari rata-rata. perilaku yang didasari percaya diri berlebihan disebabkan keyakinannya bahwa informasi yang diperoleh mampu dimanfaatkan dengan baik karena memiliki kemampuan analisis yang akurat dan tepat, namun hal ini sebenarnya merupakan suatu ilusi pengetahuan dan kemampuan dikarenakan adanya beberapa alasan seperti pengalaman yang kurang dan keterbatasan keahlian mengintepretasi informasi.
Lebih lanjut bahwa overconfidence akan berdampak pada sikap mengangap remeh segala sesuatu, yang mana dalam hal ini juga termasuk informasi sehingga perilaku overconfidence memiliki keterkaitan yang erat dengan optimis yang berlebihan. Yang mana kedua hal ini akan membuat investor merasa sangat yakin akan kemampuannya dalam meramalkan masa depan dan berakibat pada melakukan peramalan yang dangkal serta berkecendrungan menolak nasihat orang lain karena mengangap bahwa dirinya memiliki informasi yang akurat serta pengetahuan yang memadai namun semua itu hanyalah merupakan kebohongan pada diri sendiri karena tidak mau mengakui keterbatasan diri.
Elemen yang ketiga yaitu confirmation bias yang diartikan sebagai mengabaikan informasi yang tidak mendukung pandangan kita dan mengambil terlalu banyak informasi yang sesuai dengan pandangan kita. Investor yang perilakunya didasari confirmation bias memiliki kecendrungan untuk hanya mau mendengan apa yang disukai dan menolak mendengarkan apa yang tidak disukai. Lebih lanjut bahwa perilaku ini akan membuat investor menghabiskan banyak waktu untuk mencari alasan yang mendukung mengapa alasannya tepat dan sebaliknya sehingga dalam membuat keputusan keuangan maka investor yang perilakunya didasari confirmation bias akan hanya membuat keputusan yang mana menurutnya benar dan menolak pendapat yang bertentangan.
Sekilas bahwa confirmation bias memiliki kesamaan dengan dua elemen sebelumnya namun confirmation bias sebenarnya berbeda dan hal ini disebabkan oleh karena motif investor menolak pendapat orang lain disebabkan ego dalam dirinya bahwa dia tidak menyukai kalau pendapatnya ditentang orang lain atau dengan kata lain bahwa confirmation bias berharap dunia harus menuruti keinginannya sehingga berdampak pada evaluasi saham yang didasari informasi yang tidak objektif atau hanya memicu pertanyaan lanjutan dan memuat unsure skeptis bahwa ‘Apakah pendapatnya atau pendapat orang lain yang sesuai dengan dirinya sudah absolute tepat dan tidak terdapat bias?”.
Elemen terkahir yaitu illusion of control yang diartikan sebagai menaksir terlalu tinggi control terhadap hasil. Bias ini disebabkan oleh karena adanya optimis yang berlebihan, dalam arti bahwa memiliki keyakinan yang tidak realistis atau melebih-lebihkan dalam memprediksi kondisi dimasa yang akan datang. Adapun beberapa factor yang mempengaruhi munculnya aspek ini yaitu keterlibatan secara aktif dimana apabila seseorang terlibat secara aktif dengan keputusan keuangan yang diambil maka orang tersebut berkecendrungan merasa mampu mengontrol hasil keputusan yang diambil. Kedua, jika seseorang sudah familiar akan keputusan keuangan yang diambil maka akan menyebabkan perilaku menyepelekan ketidakpastian dan yang ketiga yaitu apabila seseorang merasa memiliki informasi yang handal maka individu tersebut cenderung merasa mampu mengontrol hasil dari keputusan yang dieksekusi, sehingga apabila dikaitkan dengan pengambilan keputusan keuangan akan mengakibatkan perilaku yang menyepelekan ketidakpastian atau resiko dalam berinvetasi saham.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa keempat elemen ini akan menghambat investor dalam mengambil keputusan yang akurat dan tepat sehingga akan berdampak pada akumulasi resiko yang seharusnya bisa dihindari namun hanya disebabkan keempat aspek ini maka hal tersebut tidak dapat dihindari, sehingga alangkah baiknya apabila investor mampu mengendalikan dirinya atau tetap mengontrol dirinya untuk terbebas dari keempat elemen ini sehingga tujuan awal dari berinvestasi yaitu membangun kekayaan mampu diwujudkan dan bukan hanya menjadi hayalan belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar