Kamis, 13 Oktober 2011

Positif & Negatif Globalisasi


Globalisasi yang diartikan sebagai terbukanya tapal batas antar negara sehingga memudahkan transfer informasi, IPTEK, dan keuangan telah mendapatkan banyak pujian sekaligus kritikan, yang mana secara implicit dapat dikatakan bahwa globalisasi merupakan madu sekaligus racun bagi suatu negara yang mengadopsi pasar bebas. Namun dalam penulisan ini akan menggunakan definisi yang diberikan oleh seorang ekonom Martin Wolf, dimana beliau mendefinisikan globalisasi sebagai teritegrasinya perekonomian atau pasar suatu negara dengan negara lainnya sehingga akan memudahkan untuk memahami segi positif dan negative dari globalisasi. Adapun maksud dipaparkannya ke dua dampak tersebut yaitu untuk menggugah paradigma agar lebih memahami globalisasi dan mampu mencari jalan tengah dalam bersikap terhadap globalisasi.
Menurut beberapa ahli yang mencerna dampak globalisasi, entah yang berasal dari dalam negri maupun luar negri dengan hasil analisanya dalam bentuk negative maupun positif, namun menurut hemat penulis yang penulis kutip dalam buku “etika bisnis dan politik kantor” bahwa dalam rangka memudahkan pemahaman akan dampak negative dari globalisasi dapat dirangkum kedalam tiga mitos yaitu mitos kebebasan, persaingan dan keinginan meminjam. Sedangkan dampak positifnya yang penulis kutib dari buku “Gobalisasi - jalan menuju kesejahteraan” karangan Martin Wolf, dimana dalam buku tersebut dinyatakan bahwa globalisasi memiliki kekuatan mendorong terciptanya demokrasi atau terhindar dari tirani pemerintahan diktator, penghormatan atas HAM, dan kemajuan perekonomian.
Dampak negative dari globalisasi yang dijelaskan secara mendetail ke dalam tiga mitos (mitos kebebasan, persaingan dan keinginan meminjam) merupakan suatu gambaran yang lebih bersifat mikro namun praktis. Adapun yang dimaksud dengan mitos kebebasan yaitu kritikan atas kerjanya the invisible hand (mekanisme pasar bebas) yang dikemukakan oleh bapak ilmu ekonomi, Adam Smith dalam karya besarnya The Wealth Of Nations yang diterbitkan pada tahun 1776 di Inggris namun berhasil tumbuh subur di Amerika Serikat. Mekanisme pasar bebas yang diyakini akan membawa kesejahteraan bagi umat manusia karena tanpa adanya intervensi pemerintah maka pasar akan berkerja lebih baik karena adanya kebebasan berusaha, namun pada kenyataannya keyakinan akan the invisible hand mendapatkan kritikan dengan julukan baru yaitu tangan besi (the iron hand) yang berarti dalam kebebasan penuh untuk berusaha oleh agen-agen ekonomi maka akan tercipta zero sum game (permainan kalah menang) dan survival of the fittest (yang terkuat yang menang).
Zero sum game dapat terjadi karena dalam perlombaan mendapatkan laba atau profit maka berkecendrungan terciptanya persaingan tidak sehat yaitu bentuk persaingan yang mana informasi untuk diakses untuk pengambilan keputusan tidak merata, selain itu juga dijelaskan bahwa askes untuk berusaha tidak sama diantara agen-agen ekonomi sehingga akan mengakibatkan yang terkuat yang akan menang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kunci utama dari perekonomian yaitu berusaha untuk menjadi terproduktif sehingga dalam aplikasi bisnis maka efisien menjadi hal mutlak, namun usaha untuk menjadi efisien seringkali membuat bargaining power tenaga kerja menjadi lemah dan memudahkan untuk dieksploitasi.
Akibat lanjutan dari kebebasan penuh yang dimiliki agen-agen ekonomi dalam pemuasan kebutuhan dan keinginannya diibaratkan bagaikan permainan sepak bola namun tidak ada wasit yang memimpin pertandingan sehingga terkesan brutal dan radikal, begitu juga yang terjadi dalam lingkungan bisnis yang tidak ada peranan pemerintah dalam mengeluarkan undang-undang untuk melindungi pihak-pihak yang kurang memiliki akses atau bahkan tidak sama sekali memiliki akses untuk mancapai kesejahteraan. Hal ini terbukti dari adanya berbagai kasus seperti pembayaran upah kepada tenaga kerja yang tidak sesuai atau mecukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, jam kerja yang berlebihan, adanya buruh anak, akses mendapatkan tenaga kerja bagi kaum minoritas (afirmation actions), eksploitasi kaum perempuan, hak kaum cacat untuk hidup sejahtera yang tidak diperhatikan, global warming (industry yang menggunakan rumah kaca), eksploitasi alam yang berlebihan, pembuangan limbah secara sembarangan dan lain-lainnya.
Mitos kedua dari globalisasi yaitu kompetisi, yang mana berarti bahwa dengan spirit kompetisi akan tercipta produktifitas, penemuan barang, produk dan jasa baru dan harga yang lebih murah. Namun pada kenyataannya semangat kompetisi dari agen-agen ekonomi telah menyebabkan persaingan yang tidak sehat dan terbukti dari adanya kesulitan bagi yang lemah dalam mengakses atau turut berpartisipasi dalam persaingan sehingga membutuhkan bantuan pemerintah. Selain itu juga semangat bersaing yang ada telah menjadi semangat bersaing yang berlebihan sehingga melupakan tujuan awal dari berbisnis yaitu menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas atau memiliki kekuatan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar.
Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan spirit bersaing yang diyakini kebenarannya oleh penganut aliran ekonomi klasik maupun neoklasik telah menyebabkan menipisnya semangat kerja sama sehingga akan menyuburkan sikap individual yang berlebihan. Sedangkan mitos yang ketiga yaitu keinginan meminjam yang diartikan sebagai bagaimana kondisi kebebasan penuh dan spirit bersaing telah menciptakan celah bagi seorang agen ekonomi untuk meminjam atau lebih tepatnya meniru apa yang telah dilakukan agen lainnya sehingga akan mengikis kreativitas pada diri seorang agen ekonomi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan keinginan meminjan maka akan merugikan bagi penemu produk-produk baru karena akan memperpendek siklus hidup produk dan diperlukan biaya yang besar untuk melakukan R&D namun akan dengan mudahnya ditiru pesaing.
Namun mitos yang ketiga ini bila dikritisi secara cermat ditemukan bahwa dalam kondisi bisnis dimana tidak ada atau sedikitnya intervensi pemerintah maka akan memudahkan terciptanya permainan pengkambing hitaman, dimana akan selalu ada pihak yang dijadikan muara semua kesalahan (kambing hitam) walaupun bukan dirinya yang berbuat salah (melempar tanggung jawab), yang mana apabila dikaitkan dengan kondisi bisnis akan terjadi suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya pengadopsian, pengambilalihan dan penggunaan penemuan atau ide seseorang dengan paksa tanpa menghormati hak patennya.
Adapun yang dimaksud dengan bagaimana globalisasi membawa dampak positif seperti yang dikemukakan oleh Martin Wolf dalam Globalisasi membawa kesejahteraan yaitu pertama, didasari fakta empiris bahwa manusia memiliki hak asasi manusia yang harus dihormati oleh siapa saja, dan keberadaan globalisasi dengan persyaratan adanya kebebasan telah mendorong pemerintahan yang lebih demokratis. Hal ini didasari bahwa negara yang demokratis adalah negara yang mana kekuasaannya dipegang oleh rakyatnya sehingga penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) menjadi suatu keharusan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan semakin terintegrasinya dunia akan mengakibatkan proses transfer IPTEK, informasi dan keuangan menjadi mudah dan hal ini terbukti bagaimana kondisi perekonomian suatu negara akan mempengaruhi kinerja perekonomian negara lainnya. Selain kedua aspek positif yang diakibatkan oleh adanya globalisasi tersebut masih ada dampak positif lainnya yaitu miningkatnya pembangunan dan pertumbuhan suatu negara, sebagai contohnya yaitu Cina dan India, dimana kedua negara tersebut sukses dengan berbagai kebijakan ekonominya yang terbuka sehingga memicu pentransferan IPTEK, informasi dan keuangan yang sangat berguna untuk meningkatkan investasi dan meningkatkan GDP. Argumentasi-argumentasi seperti yang tertera pada penjelasan sebelumnya telah membuktikan bahwa globalisasi merupakan sesuatu hal yang tak terelakkan lagi, namun apabila dicermati dengan kritis bahwa globalisasi mampu membawa dampak positif yang di latarbelakangi oleh asumsi bahwa seorang agen ekonomi akan bertindak rasional dan kebebasan (patokan dalam berperilaku) merupakan syarat mutlak bagi pemenuhan kepuasannya.
Selain itu juga dikatakan bahwa dengan pemerintahan demokratis akan membuat kita terhindar dari peperangan (peristiwa perang dunia I dan II), namun argumentasi yang dilontarkan penganut anti globalisasi bahwa tidak mungkin membiarkan pasar berjalan sendiri tanpa adanya intervensi pemerintah dengan bukti-bukti yang diberikan telah menyadarkan bahwa bagaimanapun juga pasar tetap membutuhkan aturan main yang jelas dalam bentuk hukum dan disinilah peranan pemerintah yang memiliki kekuatan pemaksa untuk menegakkan hukum atau meminjam kata-katanya seorang filsuf besar Rosseau bahwa apabila tidak ada hukum yang mengatur kehidupan manusia maka itu bukan disebut suatu negara melainkan hutan rimba dengan hukumnya yang berlaku yaitu hukum rimba. Didasari kebaikan dan keburukan dari globalsasi maka menurut hemat penulis, globalisasi dibutuhkan oleh agent-agent ekonomi namun harus dijiwai perilaku yang dilandasi spirit bersaing secara sehat, sportif dan secara terus-menerus mengasah kekuatan mental (mind) agar memiliki kemampuan berpikir rasional, berperilaku menang-menang, etis akuntabel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar