Kamis, 22 September 2011

Homo Economicus juga Manusia

Young girl carrying water along a street in Ma...Image by Amnesty International via Flickr
Membahas tentang ilmu ekonomi seringkali membuat seseorang merasa kecut atau mungkin berkerut dahinya karena pada bayangan dipikirannya ilmu ekonomi penuh dengan grafik, data, model, teori, statistika, asumsi-asumsi dan lain-lainnya. Lebih lanjut, apabila mau diimplementasikan pun masih perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian terlebih dahulu. Namun pada esai singkat ini penulis ingin memberikan selayang pandang mengenai ilmu ekonomi sehingga stereotip yang mengatakan bahwa ilmu ekonomi penuh dengan kerumitan dan kadang-kadang terkesan tidak menyentuh esensi persoalan yang dihadapi sehari-hari dapat secara perlahan-lahan terkikis.
Ilmu ekonomi secara etimologis terdiri dari dua kata yaitu ecos dan nomos. Ecos berarti peraturan sedangkan nomos berarti rumah tangga sehingga secara harafiah ilmu ekonomi adalah ilmu tentang peraturan rumah tangga, namun dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial terkususnya ilmu ekonomi maka ilmu ekonomi mendapatkan pergeseran makna menjadi ilmu tentang bagaimana manusia (individual and household) mengelola sumber daya yang terbatas guna memenuhi keinginan serta kebutuhan yang tak terbatas. Didasari definisi tersebut diketahui bahwa terdapat tiga factor penting yang menjadi landasan atau fondasi ilmu ekonomi yaitu sumber daya (resources), pilihan (choice) serta kebutuhan dan keinginan (want and need). Nalarnya  bahwa sumber daya itu terbatas namun kebutuhan itu tak terbatas sehingga seorang manusia hendaknya mampu memilih secara tepat, apa sumber daya yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya atau lebih ilmiahnya yaitu pilihan yang mampu memaksimumkan utilitinya.
Lebih lanjut, untuk mampu memenuhi utilitinya maka seorang manusia atau seorang agen ekonomi hendaknya berpikir dahulu menggunakan akal sehat sebelum bertindak dalam upaya memaksimumkan utilitinya, namun sebelum mampu berpikir menggunakan akal sehat maka seorang manusia harus menjadi manusia rasional, yang mana secara etimologis rasional berarti manusia tersebut memiliki kemampuan untuk bernalar atau lebih tepatnya yaitu kemampuan untuk menarik konklusi yang tepat dari bukti-bukti yang ada, dan menurut aturan-aturan tertentu. Didasari definisi tersebut diketahui bahwa kegiatan bernalar merupakan esensi dari ilmu ekonomi dalam rangka menjadi manusia ekonomi (homo economicus) dan untuk lebih mudah dipahami maka akan dijelaskan lebih dalam implikasi-implikasi dari homo economicus, seperti jika anda mau membeli sesuatu maka yang pertama yang harus anda pikirkan atau renungkan adalah apa manfaat apabila saya membeli sesuatu atau lebih ilmiahnya coba pikirkan tentang proporsi benefit serta biayanya.
Contoh lainnya seperti apabila anda hendak ingin disukai oleh orang lain maka cobalah anda pikirkan sejenak, apa kebutuhan atau keinginannya yang bisa anda penuhi untuknya, atau contohnya lainnya lagi apabila anda mau memilih sesuatu atau mengambil keputusan akan sesuatu hal maka coba mengambil waktu sejenak untuk mencari informasi yang relevan seputar apa yang anda mau lakukan dan yang terpenting yaitu melatih diri secara terus-menerus untuk menghindari diri terjebak dalam penggunaan heuristics dalam pengambilan keputusan karena akan berdampak pada terkoreksinya kepuasan yang akan anda peroleh.
Lebih lanjut untuk pengembangan serta modifikasi lainnya maka dapat anda pikirkan sendiri sehingga seiring berjalannya waktu maka anda akan menjadi lebih rasional dalam memilih apa yang benar-benar anda butuhkan, dan ingat bahwa seorang homo economicus adalah seorang sosial yang berarti memiliki kesadaran sosial serta kepekaan sosial yang tinggi karena pada kodratnya homo economicus juga adalah manusia, dan sebagai manusia maka perilaku homo economicus juga berpijak pada spiritualitas. Tepatnya, homo economicus mampu memberi arti bagi kehidupannya, melalui kerja sama yang sportif, jujur dan akuntabel. 
Enhanced by Zemanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar