Kamis, 16 Februari 2012

Tiada Hari Tanpa Akumulasi Ilmu Dan Pengetahuan


Manusia adalah makluk terunik dan terindah yang diciptakan sang Kuasa. Mengapa, karena manusia diperlengkapi dengan berbagai kecerdasan dan kehendak bebas. Bermodalkan kecerdasan-kecerdasan tersebutlah, manusia mampu melaksanakan eksistensinya secara optimal. Hanya saja seringkali manusia melupakan hakikat dirinya yang begitu unik dan indah, karena tidak paham atau tidak mengerti hakikat hidup yang diberikan sang Kuasa, dan termanifestasi dalam tiap detik (time). Maksudnya adalah bagaimana orang tidak berupaya mengoptimalkan keunikannya secara komprehensif dan kontinyu, dan berpeluang mengalami pembiasan diri dalam memaknai arti dan perilaku sehari-hari.
Tanpa kesadaran akan bagaimana keunikan sebagai manusia yang pada hakikatnya merupakan deskripsi atau miniatur sang Pencipta, maka orang akan cenderung berperilaku meyimpang dari kodratnya yang mulia. Atau dengan kata lain, orang akan mengalami pembiasan dalam merumuskan tujuan mulia bagi hidupnya dan mengarahkan sumber daya untuk mencapainya. Dalam arti kata bahwa, membutuhkan suatu bentuk perenungan tentang siapakah aku ini dan bagaimana keterkaitannya dengan alam semesta beserta isinya. Sebagai suatu perenungan singkat, bagaimana seseorang perlu belajar bahwa kehidupannya saat ini merupakan suatu bentuk jaringan yang kompleks dan saling kait mengkat dengan orang lain, semesta dan sang Pencipta. Oleh karena itu, perlu untuk senantiasa belajar sehingga membuka cakrawala berpikir menjadi positif dan berfaedah.
Lebih spesifik lagi yaitu orang perlu sadar bahwa sejak dibentuk dalam rahim ibu, kita semua telah diperlengkapi dengan modal utama berupa kecerdasan-kecerdasan guna membuat suatu terobosan yang bermanfaat atau bersifat pemberdayaan diri untuk mengoptimalkan sikap positif menjadi aktual. Ulasan sebelumnya dapat ditajamkan jika menggunakan pendekatan neurosains yang memang mengkaji secara mendalam namun akan dikupas pada bagian lainnya. Untuk saat ini dalam tulisan ini hanya akan mengupas esensi kehidupan atau hakikat kehidupan yang menurut penulis seringkali mengalami pembiasan.
Menurut penulis bahwa esensi atau hakikat kehidupan yaitu belajar, dan bentuk aplikasi konkritnya adalah selalu belajar untuk mengakumulasi ilmu dan pengetahuan seiap hari untuk merubah perilaku. Alasan filosofisnya adalah setiap manusia diberikan secara cuma-cuma oleh sang kuasa berupa kecerdasan spiritual, inteligensi, emosi dan fisik. Dengan kata lain, keempat kecerdasan itu merupakan bawaan sejak lahir sehingga pada kodratnya kita sebagai manusia wajib atau berkewajiban untuk senantiasa belajar. Karena hanya melalui belajarlah, seseorang dapat menunaikan tujuan mulianya yaitu berkontribusi. Mengapa berkontribusi menjadi signifikan dengan belajar, karena bagaimana mungkin seseorang dapat berkontribusi melalui berbagai cara untuk dirinya, sesama manusia, alam semesta apabila dirinya tidak mau belajar dan belajar itu sendiri dapat dikategorikan menjadi beberapa, yaitu belajar tentang, belajar melakukan, belajar hidup bersama dan yang menjadi fondasi semua itu adalah belajar menjadi (learning to be).
Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa belajar menjadi merupakan suatu keharusan karena tanpa belajar menjadi dirinya sendiri, maka seseorang dapat saja terjebak dalam permainan saling menyalahkan dan berakibat lanjutan pada ketidaktentraman hidup. Dengan demikian, apapun pilihan yang dibuat oleh seseorang, konsekwensi selalu mengikutinya. Maksudnya adalah apabila seseorang tidak mau belajar menjadi maka dirinya akan menjadi suatu bentuk ilusi walaupun drinya hidup. Apabila dikeraskan kalimatnya, maka orang yang menolak tanggung jawab menjadi diri sendiri hanya akan menjadi suatu fenomena ketidaksadaran yang berpeluang menjangkiti orang lain untuk bias dalam mengenal dirinya atau menolak untuk belajar menjadi diri sendiri.
Untuk mengaplikasikan belajar, maka langkah pertama menurut penulis yaitu sadar untuk mengakumulasi ilmu dan pengetahuan setiap hari, dan hal ini dapat dilakukan dengan mengakses informasi, membaca atau pun melakukan diskusi atau sharing knowledge. Memang hal ini tampak sepele, namun untuk mengaplikannya dibutuhkan suatu kemauan dan ketekunan untuk hanya mau menjadi manusia pembelajar. Lanjut bahwa bermodalkan kesadaran itulah maka seseorang akan mampu bersikap positif dalam kehidupan ini. Selain itu, untuk mengokohkan atau memperkuat kemauan dan ketekunan akumulasi ilmu dan pengetahuan setiap harinya, maka menurut penulis perlu ditambah dengan meditasi dan melibatkan Tuhan dalam usaha tersebut.
Nalarnya adalah melalui meditas, seseorang akan mampu mendapatkan ketenangan dan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan, dan bermodalkan ketenangan dan kebijaksanaan menjadi suatu kekuatan untuk mampu belajar dengan baik dan benar. Lebih jauh bahwa melalui metasi, seseorang akan lebih berpeluang memahami dirinya sendiri bahwa dirinya adalah suatu miniatur Ilahi dan perlu untuk mengambil tanggung jawab untuk menjalani seutuhnya. Selain itu juga, melalui meditas maka seseorang akan berusaha meningkatkan pandangan benar atau paradigma. Bermodalkan pandangan benar, seseorang akan mampu memaknai sikap positif yang merupakan salah satu cara menjadi manusia yang selalu sadar akan esensi hidupnya. Sedangkan melalui berdoa, maka seseorang dapat merasakan suatu kekuatan ucapan syukur karena diberikan kesempatan oleh sang Kuasa untuk belajar yang diperas akan menjadi akumulasi ilmu dan pengetahuan guna menjadi dirinya sendiri atau bertanggung jawab untuk hanya menjadi diri sendiri dan bukan yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar