Melewati jenjang pendidikan yang dimulai dari taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah umum maupun kejuruan maka banyak diantara kita akan melanjutkan ke tingkatan yang lebih tinggi yaitu ke jenjang pendidikan universitas. Terkususnya pada jenjang pendidikan universitas diharapkan akan menjadi pioneer-pioner pembawa perubahan pada diri kita dan merembes sampai tataran makro yaitu masyarakat. Namun pernahkah kita sejenak merenung akan keberadaan atau eksistensi kita saat ini, dimana kita berada pada suatu lingkungan global yang seakan-akan telah hilang tapal batas sehingga kita akan dibanjiri informasi, mobilitas dana dan pengetahuan. Sebagai contoh kita pasti merasakan kehadiran internet sebagai alat penyebar informasi yang sangat membantu kita dalam membuat pertimbangan-pertimbangan akan langkah-langkah menuju apa yang kita mimpikan.
Keberadaan kita dalam dunia yang terus-menerus berubah membawa konsekwensi unik yaitu dituntutnya manusia-manusia yang berkompeten dan berkeahlian unik atau superior sehingga mampu menjadi pioner-pioner pembawa perubahan. Hal ini didasari bahwa selama terdapat keinginan untuk tetap survive maka kita akan tetap berjuang, namun keinginan saja tidaklah cukup karena masih memerlukan upaya sehingga membutuhkan beberapa persiapan terlebih dahulu untuk memiliki kesanggupan-kesanggupan yang menurut salah seorang peneliti yang ahli dalam bidang psikologi kognitif yaitu Howard Gardner bahwa dibutuhkan lima kasanggupan utama yang akan memampukan kita menghadapi tantangan-tantangan saat ini maupun tantangan-tantangan dimasa yang akan datang. adapun kelima kesanggupan pikiran yang dimaksud yaitu pikiran terdisiplin, pikiran menyintesis, pikiran mencipta, pikiran merespek dan pikiran etis.
Kesanggupan pikiran pertama yaitu pikiran terdisiplin merupakan suatu kesanggupan pikiran untuk memiliki pengetahuan dan keahlian yang spesifik sehingga akan berguna untuk bertahan dalam era globalisasi. Pada prinsipnya pikiran terdisiplin memiliki tujuan agar kita dalam menempuh pendidikan pada semua jenjang pendidikan terutama pada jenjang pendidikan di universitas maka kita diharapkan mampu meraih atau menjadi ahli dalam suatu bidang atau disiplin ilmu tertentu sehingga kita tidak menjadi manusia yang berpengetahuan dan berkeahlian rata-rata melainkan menjadi ahli. Pendapat ini memiliki beberapa manfaat yang apabila dikritisi dengan bijak bermakna bahwa dengan menjadi manusia yang unik maka kita akan memiliki nilai tawar atau bargaining power yang lebih baik dari orang lain disebabkan kita benar-benar ahli. Sedangkan untuk kesanggupan pikiran menyintesis yang diartikan sebagai kesanggupan untuk memadukan ide-ide dari berbagai disiplin atau bidang yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh dan untuk mengomunikasikan perpaduan itu kepada orang lain. Lebih lanjut, jenis pikiran ini sebenarnya merupakan suatu kesanggupan berpikir dalam meluhat perbedaan-perbedaan kemudian mampu memandukannya. Sebagai contoh yaitu bagaimana kita mampu bekerja sama dengan orang lain yang memiliki disiplin ilmu berbeda dengan yang kita miliki sehingga tercipta kesamaan persepsi, selain itu juga kesanggupan pikiran menyintesis bermanfaat pada saat kita akan bekerja yaitu disaat kita harus bekerja pada posisi yang berlainan dengan kompetensi yang dimiliki sehingga memampukan kita untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang kadangkala berlainan dengan kompensi kita.
Kesanggupan pikiran yang ketiga yaitu pikiran mencipta yang diartikan sebagai Kesanggupan untuk menyingkapkan dan memperjelas problem, pertanyaan, dan fenomena baru. Pikiran ini pada prinsipnya dimaksud untuk kita lebih memiliki suatu kemampuan untuk bagaimana kita memecahkan masalah dikarenakan lingkungan yang cepat berubah sehingga dengan memiliki kesanggupan pikiran ini maka banjir informasi maupun ancaman dan peluang yang berasal dari lingkungan eksternal akan mampu dipecahkan. Sebagai contoh yaitu pada saat terjadinya berbagai gejolak kondisi makro yang mempengaruhi pekerjaan kita maka dengan sigap dan teratur kita mampu menyesuaikannya sehingga tidak menjadi panik dan ketakutan dan berakibat buruk terhadap kinerja pekerjaan kita. Untuk kesanggupan pikiran merespek yang diartikan sebagai kesadaran dan pengharapan terhadap perbedaan di antara umat manusia. Didasari definisi tersebut tercermin maksud dari kesanggupan ini yaitu bagaimana kita merespon perbedaan diantara kita dengan cara memupuk rasa menghargai dan menghormati diantara kita dan terciptalah suatu interaksi manusia yang harmonis dan penuh kedamaian. Lebih lanjut dari kesanggupan ini yaitu bagaimana kasanggupan ini berkaitan erat dengan arah pendidikan yang dicetuskan oleh UNESCO bahwa pendidikan yang baik yaitu pendidikan yang tidak hanya mengajarkan manusia untuk memiliki kecerdsan dan kepintaran sehingga mampu membawa manusia tersebut dari kegelapan menuju pencerahan yang agung melainkan juga mampu merubah paradigma manusia menjadi manusia yang mampu mewujudkan perdamaian dimuka bumi.
Kesanggupan yang terakhir yaitu kesanggupan pikiran etis yang diartikan sebagai pemenuhan tanggung jawab seseorang sebagai pekerja dan warga. Kesanggupan apabila dikaitkan pada tataran individual akan berarti bagaimana kita memiliki tanggung jawab terhadap diri kita sendiri maupun memiliki tanggung jawab terhadap sesam kita sehingga kita tidak akan melempar tanggung jawab atau meminjam keta-katanya Imanuel Kant bahwa kita wajib melakukan kebaikan kepada orang lain karena hal itu merupakan suatu kewajiban yang harus dipatuhi oleh siapa saja. Sedangkan pada tataran organisasi maka kesanggupan diharapkan akan mempengaruhi paradigma kita untuk melaksanakan operasionalisasi perusahaan atau organisasi jenis apapun dengan berpatokan pada prinsip-prinsip tatakelola yang baik, selain itu juga diharapkan kesanggupan ini akan mampu mendorong kita untuk memiliki tanggung jawab sosial perusahaan.
Kelima kesanggupan tersebut sangat bermanfaat apabila dimiliki sehingga tegantung bagaimana kita mengelolah lebih lanjut akan kapasitas berpikir kita untuk menjadi unik dan kesempatan untuk meningkatkan kelima kesanggupan berpikir tersebut sangat terbuka untuk diasah pada tataran pendidikan yang telah kita lalui, terkususnya pada tataran universitas sehingga cobalah untuk merenung sejenak dan mencoba menggugah kesadaran diri agar lebih berkesadaran untuk meningkatkan kelima kesanggupan ini karena apabila dikritisi lebih dalam maka tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk merasakan nikmat dan indahnya pendidikan sehingga apabila kita yang memiliki kesempatan untuk merasakan pendidikan tidak menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya maka secara moral, kita telah gagal dalam merubah diri dari kegelapan menuju pencerahan atau upaya kita untuk mengikuti kuliah akan tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan kita hanya membuang-buang waktu yang telah dikaruniai sang pencipta. Lebih lanjut bahwa dengan tidak memanfaatkan kesempatan maka kita secara tidak langsung telah melakukan kesalahan karena tidak memanfaatkan seluruh potensi yang telah diberikan Sang Pencipta secara cuma-cuma untuk kebaikan hidup kita dan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar