Pemekaran suatu daerah menandakan kemandirian suatu daerah. Hal ini berimplikasi pada kemampuan seluruh jajaran dalam daerah untuk bekerja sama membangun derahnya. Lebih lanjut, dalam proses pembangunan tersebut tidaklah segampang seperti membalik telapak tangan, dengan kata lain dibutuhkan suatu upaya yang berkesinambungan untuk perlahan-lahan membenahi pembangunan. Dalam proses berkesinambungan tersebut, maka peran serta dan sikap proaktif menjadi suatu kewajiban moral untuk ditanggung bersama (Sadjiarto 2000).
Terkait sikap tersebut, maka dalam tulisan ini mencoba memberi telaah bagaimana bentuk kesadaran diri untuk secara suka rela mengaplikasikan tata kelola yang tepat, sehingga proses pembangunan tidak lagi stagnan melainkan secara kontinyu terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Maksudnya adalah bagaimana sikap menjalankan tata kelola (governance) yang baik dijadikan jembatan dalam mewujudkan pembangunan. Hal ini berpijak pada pengalaman-pengalaman daerah lainnya yang lebih dahulu mengalami pemekaran.
Spesifiknya yaitu bagaimana penerapan secara normatif dari tata kelola yang baik (good governance) dikerucutkan kedalam pengelolaan administrasi hingga pembangunan di suatu wilayah secara luas. Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) bahwa tata kelola yang baik dilandasi oleh prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kesetaraan dan kewajaran. Sumber lain, The Asia foundation (2007) menyatakan bahwa tata kelola ekonomi daerah merupakan salah satu bagian dari fungsi pemerintah daerah dalam emnjalankan otonomi daerah. Dalam tata kelola ekonomi daerah, PEMDA menerbitkan sejumlah kebijakan perekonomian daerahnya dan menjalankannya untuk pelayanan aktivitas ekonomi di daerah yang bersangkutan.
Definisi lainnya yang bersumber dari Bank Dunia (2005) yaitu masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Sementara itu,menurut Diktum keputusan menteri BUMN nomor: KEP-117//M-MBU 2002 tanggal 1 agustus 2002 tentang penerapan praktek tata kelola perusahaan yang baik pada BUMN menyebutkan bahwa GCG sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan, guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya berdasarkan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Overview GCG 2007).
Berpijak pada definisi tersebut tercermin bahwa untuk operasionalisasi perusahaan harus dilandasi nilai-nilai etis untuk seluruh stakeholder seperti 1) nilai etis dalam perusahaan, 2) profitabilitas, 3) pembaharuan 4) kedudukan pasar, 5) produktivitas, 6) sumber-sumber keuangan dan fisik, 7) prestasi (karya) dan pengembangan manajer, 8) prestasi (karya) dan sikap pekerja, dan 9) tanggung jawab sosial.
Sehubungan dengan ulasan di atas, maka dalam tulisan ini akan menggunakan definisi menurut Komite Nasional tata kelola yang baik, sehingga dalam implementasi akan berkaitan erat dengan Diktum keputusan menteri BUMN. Lebih lanjut, didasari definisi tersebut maka terdapat prinsip-prinsip yang perlu diikuti, yaitu tranparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indepedensi, kesetaraan dan kewajaran. Selengkapnya tentang definisi prinsip-prinsip tersebut tertera dibawah ini:
1. Tranparansi
Keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materill dan relevan.
2. Akuntabilitas
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan terlaksana dengan baik.
3. Responsibilitas
Kesesuaian didalam pengelolaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip yang sehat.
4. Indepedensi
Suatu keadaan dimana pihak pengelola mengelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Kesetaraan dan kewajaran
Keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ditujukan untuk memperjelas keterkaitan kelima prinsip ini dalam pengelolaan pemerintahan sehingga proses pembangunan tidak terjadi stagnan, maka penulis akan membahasnya satu per satu. Prinsip transparansi menitikberatkan pada pemberian informasi yang mendukung terhadap pembangunan. Hal ini berimplikasi pada bagaimana sikap pemerintah untuk secara jujur memberikan informasi-informasi yang berharga, dan tidak melakukan manipulasi informasi untuk kepentingan politik.
Spesifiknya yaitu bagaimana pemerintah setempat mampu memberikan sentuhan informasi yang benar-benar dibutuhkan masyarakat, dan juga bagaimana pemerintah menyediakan suatu wadah khusus untuk menampung informasi ataupun kendala-kendala yang disalurkan oleh masyarakat. Tujuan dari adanya hubungan timbal balik informasi antara pemerintah dan masyarakata adalah untuk sama-sama memahami kebutuhan yang menajdi prioritas pembangunan serta memicu rasa solidaritas untuk sama-sama melancarkan proses pembangunan. Oleh karena itu, menajdi syarat mutlak bagi pemerintah untuk berpikir sedemikian rupa untuk menciptakan wadah yang harmonis untuk menampung informasi.
Prinsip kedua, Akuntabilitas yang bermakna adanya suatu bentuk pengorganisasian yang jelas dan tegas, sehingga terdapat saling koordinasi antara pemangku jabatan, organ-organ pemerintah, dan masyarakat. Hal ini didasari nalar bahwa semua organ pembangunan diharapkan memahami peran dan fungsinya masing-masing sehingga mampu menjalankan fungsinya secara jujur dan bertanggung jawab. Dalam upaya menjalankan fungsinya maka terdapat keterkaitan dengan etos kerja, tepatnya prinsip amanah. Namun sebelum membahas lebih jauh maka penulis akan memberikan deskripsi yang padat tanpa kehilangan sentuhan maknanya.
Etos kerja adalah semangat (spirit/soul) kerja yang menjadi ciri khas atau unik dan keyakinan dari suatu organisasi. Dengan perkataan lain, etos kerja merupakan jiwa uniknya yang menjadi dasar bagi semua anggota organisasi dalam bekerja atau berkarya untuk mewujudkan visi organisasi, dan dimulai dari perilaku sehari-hari. Kemanfaatan dari memahami etos yaitu semua organ masyarakat menjad sadar akan kejelasan arah pembangunan atau visi dari pembangunan Triguna (1995) sebagaimana dikutip Daryatmi. Sedangkan definisi amanah menurut Sinamo (2008) yang mengartikan sebagai sesuatu yang berharga, yang dititipkan kepada manusia, sehingga manusia wajib menjaga dan melaksanakan dengan tulus iklas (responsibility) hingga tuntas.
Berpijak pada dua definisi di atas tampak bahwa apabila kesadaran untuk memikul tanggungjawab dari masing-masing organ telah muncul, maka secara langsung akan berpengaruh pada kinerja yang diharapkan, dimana untuk konteks pembangunan maka kesiapan dan kesigapan semua organ yang ada di suatu daerah, terkhususnya pemerintah akan berupaya sekuat tenaga memberikan yang terbaik bagi pembangunan suatu daerah. Lebih lanjut, bentuk kesadaran tersebut akan menjadi suatu stimulus yang baik untuk berani mengelola pemerintahan secara tepat, dimana salah satu bentuk konkritnya adalah alokasi dana yang teratur, tranparan, serta terdapat prioritas yang tepat.
Sumber lainnya, Sadjiarto (2000) bahwa prinsip akuntabilitas berkaitan dengan pengukuran kinerja sehingga perlu mendapatkan prioritas harus diaplikasikan secara tepat. Nalarnya adalah Government Accounting Standard Board (GASB), dalam Concept Statements No. 2, membagi pengukuran kinerja dalam tiga kategori indikator, yaitu (1) indicator pengukuran service efforts, (2) indikator pengukuran service accomplishment, dan (3) indikator yang menghubungkan antara efforts dengan accomplishment. Service efforts berarti bagaimana sumber daya digunakan untuk melaksanakan berbagai program atau pelayanan jasa yang beragam. Service accomplishment diartikan sebagai prestasi dari program tertentu. Di samping itu perlu disampaikan juga penjelasan tertentu berkaitan dengan pelaporan kinerja ini (explanatory information). Pengukuran-pengukuran ini melaporkan jasa apa saja yang disediakan oleh pemerintah, apakah jasa tersebut sudah memenuhi tujuan yang ditentukan dan apakah efek yang ditimbulkan terhadap penerima layanan/jasa tersebut. Pembandingan service efforts dengan service accomplishment merupakan dasar penilaian efisiensi operasi pemerintah (GASB).
Prinsip ketiga yaitu responsibility ditujukan untuk memperjelas maksud dari prinsip kedua. Nalarnya adalah bagaimana pemerintahan daerah mampu melaksanakan program pembangunan yang teratur dan berlandaskan pada prinsip legalitas sehingga mudah untuk dikontrol oleh masayarakat dan instansi terkait. Lebih lanjut, prinsip ketiga ini juga mengindikasikan adanya pembuatan aturan main (the rules of games) yang sehat, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam mengelola administrasi daerah serta tidak adanya permainan politik yang lebih menekankan menang kalah (win-loose) melainkan menang-menang (win-win).
Prinsip ke empat, independensi. Prinsip ini berupaya untuk bagaimana organ-organ pembangunan mampu secara bijak dan otonom dalam melaksanakan fungsi pembangunan secara tepat dan daya guna. Lebih dalam lagi, dimaksudkan untuk bagaimana aparat pemerintah mampu memahami perannya dan memainkan fungsinya secara berkualitas. Kualitas menurut kamus bahasa Indonesia berarti tingkatan baik/buruk suatu tindakan. Dengan kata lain, melaksanakan tugas mengelola pada skala mikro hingga makro berbasiskan kecakapan-kemampuan dan bukan menggunakan intuisi semata. Selain itu juga mampu mengelola aparat pemerintah untuk berdisiplin dalam berkarya. Nalarnya adalah mampu menegaskan arti penting bekerja yang sesuai dengan aturan main yang berlaku.
Prinsip terakhir yaitu kesetaraan dan kewajaran. Prinsip ini berpijak pada nilai keadilan dan kesetaraan. Spesifiknya yaitu perintah daerah mampu melaksanakan tugas dan tanggung-jawab secara professional sehingga menghasilkan ouput pembangunan yang dapat dirasakan oleh semua masayarakat, dan bukan hanya segelintir orang saja. sebelum membahas lebih jauh, maka perlu melihat makna keadilan sehingga mandapatkan penerangan dalam benak ketika berupaya memahami sesuatu.
Keadilan menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai landasan perlakuan terhadap manusia yang menjadi masyarakat. Dengan demikian dalam menciptakan keadilan pembangunan, maka dibutuhkan bukti konkret dari kinerja Pemerintahan Daerah untuk masyarakat. Dan hal ini merupakan tantangan terbesar dalam mengelola Pemerintah Daerah, karena memaksa Pemerintah Daerah untuk berkontribusi konkret terhadap masyarakat. Selain itu, hal ini juga telah menyentuh ranah persepsi dan persepsi itu sangat bersifat subjektif sehingga Pemerinta Daerah dituntut untuk peka terhadap kebutuhan masyarakat.
Sekilas dari lima prinsip tata kelola Pemerintahan Daerah yang menjadi koridor untuk terlaksananya pembangunan di suatu wilayah. Tambahan bahwa kelima prinsip ini merupakan hal yang universal dari aspek pengelolaan pembangunan sehingga perlu untuk diaplikasi secara tepat oleh leseluruhan organ pembangunan, namun didasari pernyatannya Ardisasmita (2006) bahwa tata kelola yang baik juga memerlukan partisipasi yang baik diatara semua mata rantai pembangunan, yang mana dimulai dari jajaran aparatur pemeritah tertinggi hingga pada mata rantai terakhir yaitu kepada desa (jika masih eksis).
Daftar Pustaka
Ardisasmita, M. S. 2006. Definisi korupsi menurut perspektif hukum dan E-announcement untuk tata kelola pemerintahan yang lebih terbuka, tranparan dan akuntabel. Seminar nasional upaya perbaikan system penyelengaraan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Daryatmi____. Pengaruh motivasi, pengawasan dan budaya kerja terhadap produktifitas kerja karyawan perusahaan daerah, bank perkreditan rakyat, badan kredit desa kabupaten karanganyar. Tesis_________
KNKCG, 2006. Pedoman tata kelola umum good corporate governance.. www.goolge.com-Penelitian GCG. 6 juni 2009.
Sadjiarto, A. 2000. Akuntabilitas dan pengukuran kinerja pemerintahan. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2, Nopember 2000: 138 – 150
Sinamo, J. 2008. Delapan etos kerja. Institut Darma Mahardika, Jakarta
The Asia foundation (2007). Tata kelola ekonomi daerah. Laporan Sekretariat KPPOD