Untuk beberapa
orang, uang dipuja-puja dan menjadi simbol hegemoni seseorang, tapi juga bagi
beberapa orang uang hanyalah alat tukar semata dan tidak menentukan kebahagiaan
sejati manusia. Dalam tulisan ini lebih difokuskan pada kesediaan dan kerelaan
untuk tidak memuja uang sebagai penentu kebehagiaan, atau dalam bahasa yang
lebih keras yaitu tidak diarahkan pada mendewakan uang atau memberhalakan uang.
Untuk itu pada pemaparan selanjutnya akan mengkaji peranan uang dalam
keterkaitannya dengan orang lain.
Sebagai
manusia yang memiliki kesadaran moral, seringkali diperhadapkan pada siatuasi
dimana orang lain mengalami kesulitan namun sikap tidak peduli telah menghambat
perilaku untuk menolong. Atau pun kalau menolong biasanya disertai dengan
embel-embel seperti aku berharap akan dikembalikan, membantu tapi ada udang
dibalik batu dan lain-lainnya. Lanjut bahwa perilaku seperti itu biasanya
membuat hidup orang yang memberi tapi ada udang di balik batu akan mengalami
kekeringan karena tidak memiliki kepekaan spiritual bahwa anda, mereka dan yang
lainnya adalah manusia seperti anda juga.
Yah mungkin
saja, untaia kalimat-kalimat sebelumnya tampak abstrak dan kurang relevan
dengan jaman yang individual serta hedonis. Penulis mengakui bahwa penulis
bukanlah pakar dalam bidang keagamaan serta spiritualitas manusia, namun
sepengetahuan penulis bahwa membantu orang lain merupakan suatu kewajiban yang
diajarkan oleh semua agama. Dan hal ini memang relevan karena tidak membuat
kita menjadi egois dan lupa diri. Selain itu, dari perspektif ilmu juga memberi
atau membantu orang lain merupakan suatu kebenaran yang patut dilakukan oleh
siapa saja.
Terkait ilmu
itulah saat ini telah terbukti secara ilmiah, tepatnya ilmu tentang kecerdasan
manusia bahwa dalam diri manusia sudah sejak terbentuk dalam rahim telah
diberikan kecerdasan spiritual, yakni kecerdasan memberi nilai/makna bagi
hidup. Dan salah satu aplikasinya yaitu memberi nilai untuk konteks memberi
tanpa pernah berharap kembali sebagai suatu kerinduan yang hakiki dan tidak
pernah tergantikan atau terbantahkan. Lanjut bahwa pemaknaan hidup melalui
pemahaman kecerdasan spiritual sebenarnya mengajarkan kita untuk tidak menjadi
pelit melainkan sadar untuk memberdayakan orang lain dengan berkat dalam bentuk
uang.
Dan hal ini
tidak berarti kita terus menerus membantu orang lain melainkan bagaimana sikap
kita untuk mendidik orang lain agar terlepas dari kemiskinan yang mana salah
satu indikatornya adalah terbelenggu dalam perangkap kesulitan keuangan. Oleh
karena itu, pemahaman kecerdasan spiritual dalam ilmu keuangan perlu menjadi
perhatian utama menimbang bahwa akan memberi pencerahan tentang bagaimana
mengelola uang kita dengan baik dan mampu orang lain. Salah satu aplikasinya
adalah dengan memberi kepada orang lain tanpa pernah berharap kembali.
Ditujukan
untuk memperjelas, penulis mengambil contoh yang mungkin seringkali pembaca
alami yaitu ketika pembaca sedang menumpang transportasi bus dari satu kota ke
kota lain (biasanya di jawa), akan terlihat beberapa pengamen yang berusaha
sekuat tenaga untuk mencari nafkah dengan bernyanyi dan setelah itu akan
meminta sedikit berkat dari kerelaan anda semua. Sebagai manusia yang
berspiritual keuangan, kita wajib memberi apabila kita memang ada uang.
Bagaimana pembaca, setuju ngak?
Jika setuju
maka anda memiliki kecerdasan spiritual keuangan karena memberi uang atas upaya
pengamen tersebut sebenarnya menggambarkan sikap yang dilandasi kasih dan sikap
itu diwujudkan dalam memberi sedikit dari berkat kita kepada pengamen.
Kira-kira itulah salah satu contoh dan mungkin pembaca akan menemukannya
sendiri dalam kehidupan pembaca hari lepas hari. Sebagai penutup, ingatlah
bahwa uang yang kita miliki pada prinsipnya merupakan “berkat” sehingga uang
tersebut hanyalah titipan saja pada manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar