Salah satu aset terbesar manusia adalah kejujuran. Hal ini disebabkan kejujuran merupakan rembesan dari refleksi diri, dan seringkali membuat seseorang harus berhadapan dengan dirinya untuk melihat dirinya secara mendalam. Hanya saja, perlu diketahui bahwa untuk melakukan hal tersebut memerlukan usaha yang terus-menerus memantau perilaku diri. Lebih lanjut, hasil dari pengamatan tersebut membuat manusia harus melepaskan paradigma lama untuk menggantinya dengan paradigma baru.
Namun sebelum memgahas secara mendalam maka penulis akan menelaah ontology dari “jujur” sehingga diharapkan tidak mengahasilakn persepsi yang tidak terarah kepada persepsi yang bias. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bahwa jujur adalah lurus hati; tidak berbohong; tidak curang, sedangkan kejujuran adalah sifat jujur; ketulusan hati; kelurusan hati.
Terkait makna dari definisi di atas, maka penulis melihat bahwa kejujuran merupakan hal fundamental karena mencerminkan jati diri dari orang tersebut. Hanya saja, penulis melihat bahwa makna kejujuran tersebut perlu dikritisi karena ada muatan penipuan diri yang berat. Berpijak pada penipuan diri tersebut maka penulis akan menelaah lebih mendalam menggunakan teori penipuan diri (self deception theory).
Menurut teori ini bahwa di dalam diri manusia terdapat keyakinan positif yang mengarahkan pada cerminan diri yang bias. lebih lanjut, keyakinan adalah bentuk pengetahuan seseorang untuk menilai probabilitas, dan penilaian probabilitas tersebut tergantung pada pengetahuan seseorang sehingga semakin tinggi pengetahuannya maka penilaian probabilitasnya akan semakin baik dan begitu juga sebaiknya. Lebih tajam lagi teori membuat suatu dugaan bahwa seseorang seringkali menipu dirinya sendiri sehingga akan tampak dari perilaku yang bias.
Sehubungan dengan teori di atas, maka penulis melihat relevansinya dengan kata kejujuran, dimana seseorang seringkali merasa telah berperilaku jujur dengan berbicara tentang kejujuran kepada orang lain namun tidak ernah mau berefleksi diri hingga mengenal dirinya bahwa dirinya adalah pembohong terbesar dan terberat. Ibaratnya mampu melihat kuman di seberang lautan tapi tidak berhasil melihat gajah di depan mata.
Hal di atas perlu untuk dilihat secara seksama karena menurut hemat penulis bahwa kejujuran dimulai dari dalam diri dan hal ini akan merembes keluar sehingga orang lain pun memahami kejujuran. Selain itu juga, berpijak pada makna sebelumnya dipahami bahwa kejujuran tidak hanya berarti duduk didepan cermin dan melihat diri anda, melainkan mampu bertanya diri dan melihat pada diri sendiri secara utuh tanpa membuat dugaan-dugaan awal tentang seberapa jujurnya diri anda.
Melepaskan semua asumsi maka seseorang akan mampu memandang dirinya yang sesungguhnya tanpa harus berkoar-koar bahwa anda adalah orang yang jujur. Dalam arti bahwa diri anda merupakan suatu kebijaksanaan dengan melihat diri anda secara jujur lalu bertindaklah jujur. Sikap jujur juga dapat ditelaah dari perspektif etika dan filsafat. Namun sebelum membahas secara mendalam maka penulis akan menelaah definisi dari kedua konsep tersebut.
Etika adalha ilmu yang mempelajari benar atau tidaknya perilaku seseorang, atau dengan kata lain, etika adalah disiplin ilmu yang mengkaji tentang aturan-aturan yang disebut benar sehingga akan terkristalkan dalam perilaku sehari-hari. Tambahan bahwa di dalam etika juga mengkaji tentang moral dan akhak. Sedangkan filsafat adalah ilmu yang mengkaji tentang kebijaksanaan, sehingga diharapkan setelah mempelajari filsafat maka seseorang akan lebih mampu menjalani hidupnya dengan bijak.
Terkait kejujuran yang di telaah dari etika maka penulis menganalisis bahwa perilaku yang benar dimulai dari dalam diri. Dengan kata lain, perilaku yang benar, tepat dan baik dimulai dari kesadaran diri untuk secara sadar mentrasendenkan dalam dirinya nilai baik dan benar. keberhasilan mentrasendenkan nilai-nilai kebenaran tersebut, meliputi kejujuran yang seharusnya merupakan jujur pada dirinya sendiri. Menimbang bahwa kejujuran adalah hal hakiki yang sering keliru dipersepsikan sehingga menjadi suatu kata yang hanya sebatas kata tanpa arti. Dan hal ini merupakan kekonyolan karena menempatkan kejujuran dalam arti eksternal dan tidak menempatkan secara internal.
Perspektif filsafat maka kejujuran merupakan buah-buah pemahaman diri setelah melakukan refleksi yang mendalam. menurut kamus besar bahasa Indonesia bahwa refleksi diri adalah pantulan di luar kemauan sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar; cerminan atau gambaran. Dengan demikian, refleksi diri merupakan langkah menggambarkan dirinya sendiri dengan mengkondisikan dirinya sedemikian rupa dalam pengalaman, dan seluruh kehidupannya serta keterkaitan dirinya dengan sesame manusia dan alam lingkungan eksternal.
Berpijak pada definisi di atas, telah tampak makna buah-buah kebijaksanaan diri yang dinamakan kejujuran yang hakiki yaitu kejujuran pada dirinya sendiri dan langkah sistematis yang dapat ditempuh yaitu melalui refleksi diri. Penajaman maknanya adalah kejujuran yang ditinjau dari perspektif filsafat adalah kejujuran yang yang tidak dibuat-buat atau muncul tanpa disadari melainkan merupakan perbuatan yang berlandaskan kesadaran untuk jujur pada dirinya hingga mampu mentransendenkan dirinya sehingga berpancar pada perilaku yang dapat dipahami orang lain menggunakan kacamata ketulusan, keakraban dan kebermitraan. Dengan demikian, perspektif teori penipuan diri, etika dan filsafat sama-sama mengarah pada pemahaman kejujuran yang dimulai dari dalam diri dan bukan kejujuran semu yang mengecoh persepsi orang-orang bahwa kejujuran merupakan pantulan eksternalitas. Selamat menjalani hidup anda sebagai orang yang jujur pada dirinya sendiri…………… TYM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar