Ilmu ekonomi dibakukan sebagai suatu disiplin ilmu sejak diterbitkannya buku The Wealth of Nation tahun 1776 oleh Adam Smith, seorang berkebangsaan Inggris namun memiliki darah skonlandia. Dalam buku tersebut terlihat bagaimana kontribusi pemikiran kritis dan etis dari Adam Smith terutama konsepnya tentang mekanisme pasar yang berlandaskan sikap rasional dan kebebasan, dimana seorang individu akan terdorong oleh kebutuhan dan keinginannya untuk dipenuhi namun pada kenyataannya sumber daya yang ada terbatas sehingga diperlukan membuat pilihan yang rasional sehingga dalam berbagai literatur ilmu ekonomi sering dituliskan tiga hal untuk diperhatikan dengan baik yaitu “what” yang berkaitan dengan barang atau produk apa yang akan dihasilkan, “how” yang berkaitan dengan cara konkret untuk memproduksinya dan yang terakhir yaitu “for who” yang berkaitan dengan bagaimana mendistribusikan output yang telah diproduksi atau dihasilkan.
Namun sebelum membahas lebih jauh akan asumsi ekonomi klasik yang relevan dengan kondisi saat ini maka terdapat beberapa hal yang perlu terlebih dahulu diketahui yaitu konteks saat itu dimana ilmu ekonomi lahir. Konteks dimana saat Adam Smith hidup merupakan suatu jaman yang penuh gejolak karena banyak diantara negara eropa yang mengadopsi system ekonomi merkantilisme, dimana dalam merkantilisme memiliki beberapa asumsi. Pertama, setiap negara diwajibkan mengumpulkan emas secara terus-menerus. Kedua, suatu negara diwajibkan mengekspor tetapi dilarang untuk mengimpor dan yang terakhir yaitu suatu negara dikatakan memiliki cadangan devisa yang baik apabila memiliki emas dalam jumlah besar.
Didasari ketiga asumsi tersebut tercermin bahwa penjajahan dan peperangan menjadi suatu hal yang tak terelakkan sehingga terbukti banyak negara eropa yang berperang dan mencari emas ke negara-negara diluar benua eropa. Terlepas dari suramnya system merkantilisme yaitu menimbulkan inflasi yang tinggi di negara-negara besar seperti Inggris dan beberapa negara eropa barat memicu Adam Smith untuk mempelopori ilmu ekonomi klasik yaitu mengadopsi pasar bebas dengan tangan tak nampaknya sehingga terhindar dari peperangan merebutkan tanah jajahan, emas, logam mulia lainnya dan mewujudkan hak untuk mendapatkan kesejahteraan bagi semua manusia.
Berpijak pada kemanfaatan akan hadirnya pasar bebas yang termuat dalam ajaran ilmu ekonomi klasik maka yang tidak kalah pentingnya untuk diketahui yaitu asumsi yang mendasarinya sehingga akan memudahkan mengapa ajaran ilmu ekonomi klasik masih dipertahankan hingga saat ini walaupun mendapatkan kritis pedas dan tajam. Asumsi yang mendasari ajaran ekonomi klasik yaitu rasional dan kebebasan. Adapun yang dimaksud dengan rasional yaitu seorang individu akan berusaha memuaskan kebutuhan dan keinginannya dengan berinteraksi dengan orang lain dan memilih dari sederetan alternatif terbaik yang tersedia, dalam arti bahwa pilihan tersebut akan memaksimumkan utilitynya yang secara grafik akan mendekati kanan atas sedangkan kebebasan diartikan sebagai bagaimana membiarkan pasar bebas dari intervensi pemerintah karena dengan kebebasanlah maka kondisi perdagangan bebas dan keyakinan pasar tak kelihatan akan memainkan peranannya.
Hal ini didasari oleh karena adanya keterbatasan sumber daya sehingga dapat dikatakan bahwa tak ada suatu negarapun yang mampu memproduksi barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Arti rasional dan kebebasan dalam konsep keterbatasan bila dikaitkan dengan kondisi bisnis saat ini yang ditandai dengan mengglobalnya seluruh aspek dan sendi kehidupan manusia maka kebenaran akan asumsi klasik menjadi tak terbantahkan dan hal ini di buktikan dengan berbagai penemuan teori-teori ekonomi lainnya yang telah diadopsi dengan cermat dan tepat, diantaranya adalah teori keunggulan competitif yang dipelopori oleh Michael Porter (1989), yang digunakan atau diimplementasikan guna menunjang teori keunggulan komparatif dan teori keunggulan absolut sehingga seiring dengan berjalannya waktu menimbulkan berbagai variasi dalam pengadopsian. Hal ini didasari bahwa globalisasi yang diartikan sebagai proses terintegrasinya perekonomian diseluruh dunia akan semakin menambah kokohnya kebenaran dari asumsi ekonomi klasik bahwa manusia akan bertindak rasional dan diringi dengan adanya kebebasan.
Namun demikian walaupun kedua asumsi klasik tersebut menjadi hal mutlak, akan tetapi pada kenyataannya seringkali agen-agen ekonomi bertidak secara tidak rasional sehingga menimbulkan berbagai kritik tajam atas globalisasi yang dipercaya sebagai wujud yang berbeda dari neoimperialisme. Namun menurut hemat penulis, perlu untuk mengkaji secara seksama bahwa keberadaan globalisasi tidak selamanya membawa kerugian bagi manusia, sebagai contohnya yaitu: Pertama, kondisi perekonomian cina setelah terlepas dari system komunis Mao oleh Deng Xiao ping pada tahun 1984 maka perekonomian Cina tumbuh secara cepat dan menjadi raksasa ekonomi dunia menyaingi Amerika Serikat dan negara-negara dieropa terkususnya eropa barat dan jepang untuk kawasan asia. Contoh lainnya yaitu negara India yang berhasil melepaskan system sosialis ala Nehru pada tahun 1990-an dan berhasil menjadi salah satu pemain dalam software komputer dunia, selain keberhasilan India dalam bidang software computer maka keberhasikan lainnya yaitu dalam bidang farmasi dengan memproduksi obat-obatan yang high kualitas dibandingkan negara-negara maju lainnya.
Selain dua negara tersebut masih ada negara lainnya yang berhasil meningkatkan kualitas perekonomiannya dengan mengadopsi prinsip globaliasi yaitu membuka diri terhadap dunia luar sehingga memungkinkan terjadinya transfer ilmu pengetahuan, teknologi dan lain-lainnya. Adapun negara-negara yang dimaksud yaitu Singapura, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, dan masih banyak lagi negara lainnya. Selain itu juga maka terdapat spek lainnya yang bernilai dari globalisasi yaitu globalisasi mampu mendorong demokrasi (ekonomi, politik dan lain-lainnya). Terciptanya demokrasi disebabkan asumsi dari ekonomi klasik bahwa kebebasan individu adalah hal krusial yang diperlukan sehingga akan mendorong pemerintahan yang demokratis dimana masyarakat tidak dikekang atau dibelenggu melainkan diberikan kesempatan yang sama untuk mengekspresikan dirinya sehingga aspek hak azasi manusia tidak disepelekan melainkan didorong untuk lebih teralisasi sehingga kodrat manusia sebagai makluk yang yang diberi akal dan hati yang terendapkan dalam cipta, karsa dan rasa tidak ternodai melainkan dikokohkan dan semakin dihormati keberadaannya oleh siapa saja.
Berbagai bukti akan kemajuan negara-negara tersebut telah memperkokoh bahwa globalisasi yang merupakan evolusi dari paham ekonomi klasik menjadi suatu kebutuhan dan tidak mungkin terlepas dari pengaruh globalisasi sehingga diperlukan suatu perombakan paradigma tentang globalisasi karena tidak selamanya globalisasi membawa kerugian. Namun yang perlu dilakukan adalah bagaimana mempersiapkan manusia-manusia yang unggul, dalam arti mampu berpikir rasional, kritis, kreatif dan inovasi atau meminjam kata-katanya Andreas Harefa menjadi manusia yang dewasa dan mandiri, dalam arti memiliki pengetahuan, keahlian dan sikap yang terhormat sehingga, dengan terbukanya tapal batas antara masing-masing negara dan terjadinya persaingan yang luar biasa maka tidak akan tergilas habis oleh spirit kompetisi dan kebebasan melainkan tetap survive.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar