Rabu, 07 November 2012

Kebodohan Jiwa


Memandang kesalahan orang lain itu sangat mudah dilakukan namun melihat kesahan diri sendiri merupakan suatu upaya yang membutuhkan kesadaran serta kejujuran tingkat tinggi. Karena pada prinsipnya melihat kesalahan atau kebodohan jiwa seringkali orang malas melakukannya dan pada akhirnya hanyalah pengulangan-pengulangan kembali kesalahan serta mungkin saja akan memicu perilaku penggerutu. Efek lanjutannya adalah hanyalah semakin tenggelam dalam lautan kebodohan jiwa yang tak berkesudahan.
Terkait tulisan ini, sebenarnya hanya akan mendeskripsikan bagaimana kebodohan jiwa dapat terjadi dalam bidang pengelolaan keuangan pribadi. Maksudnya yaitu bagaimana ketidaksadaran akan kebodohan jiwa dalam mengelola uang akan terulang-ulang lagi dan kemungkinan untuk sadar menjadi kecil peluangnya walaupun tidak berarti tidak dapat diubah. Spesifiknya yaitu bagaimana orang ketika salah mengelola keuangannya seperti boros, suka utang, gaya hidup mewah dan lain-lainnya akan terulang-ulang dan akan menjadi suatu kebiasaan yang melekat dalam hidup orang tersebut. Dan mungkin saja hal itu dapat berefek pada generasi selanjutnya sehingga menjadi suatu kebodohan turun temurun dari generasi ke generasi.
Hal sebelumnya akan terdeteksi lagi ketika mengamati bagaimana gaya hidup jaman sekarang yang memang dapat dikatakan berlebihan dalam konsumsi atau berperilaku konsumtif akan sangat terasa dan tampak dengan jelas bahwa kebodohan jiwa dalam mengelola keuangan. Apalagi jika sampai terjebak dalam persepsi bahwa kesuksesan diriku terletak dari apa yang saya gunakan”. Karena persepsi tersebut akan mengarahkan pada berupaya supaya terlihat sukses oleh orang lain walaupun pada kenyataannya tidaklah demikian. Ditambah lagi dengan sikap nekad untuk menunjukkan kesuksesan kita melalui barang-barang mewah yang digunakan akan membawa pada kondisi utang yang berlebihan.
Dengan kondisi utang yang berlebihan karena mengejar gengsi. Orang tersebut dapat saja membawa kebodohan jiwa tersebut pada keturunan mereka dan yang akan terjadi kemudian sudah dapat ditebak yaitu akan semakin memperburuk keadaan dan tentu saja akan semakin jauh dari fitrah seorang manusia. Logikanya adalah dengan terperangkap dalam kebodohan jiwa dan tidak sadar-sadar juga dengan kebodohannya tersebut akan mempermalukan dirinya senidri bahwa dirinya adalah manusia yang diberkahi dengan aka budi yang tujuannya yaitu memampukan kita untuk merespon, menginterpretasi dan membuat pertimbangan ketika membuat keputusan. Dan tentu saja keputusan tersebut meliputi keputusan keuangan juga.
Terlepas dari keterkaitan dengan fitrah manusia, dalam tulisan ini juga melihat bahwa kebodohan jiwa yang dibawah turun temurun akan menimbulkan konsekwensi buruk yang tak terkirakan. Tepatnya adalah menimbulkan mindset pecundang yang tidak mampu keluar dari kebodohan jiwa. Bermodalkan mindset pecundang akan menimbulkan jiwa pengecut yang hanya bisa hidup dalam angan-angan dan tak mampu melihat kenyataan yang sebenarnya. Tanpa kemampuan melihat kenyataan akan membawa pada kondisi yang hanya bekerja-bekerja dan bekerja tanpa mau memaknai hidupnya untuk mencapai kebebasan keuangan yang pada hakikinya adalah kewajiban semua orang. Dan mungkin saja akan menimbulkan sikap iri hati yang hanya suka berpikiran buruk ketika melihat orang lain sukses, apalagi yang sukses dalam bidang keuangan. Oleh karena itu, “jangan melotot kebodohan jiwa, cepat ambil tindakan untuk mengatasinya”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar