Selasa, 18 Oktober 2011

Manifestasi Mengasihi = Berkontribusi


Sebagai manusia normal maka seseorang pasti akan bertumbuh dan terus bertumbuh sepanjang siklus hidup. Maksud bertumbuh dalam tulisan ini adalah berupaya mengakumulasi pengetahuan dan berusaha memahami pengalaman-pengalaman untuk menjadi berarti. Spesifiknya yaitu meracik pengetahuan yang berasal dari pengalaman. Dengan kata lain, manusia akan berusaha menstrukturkan pengalaman-pengalaman sehingga menjadi bermanfaat bagi orang lain.
Dalam pengetahuan seringkali kita mendengar bahwa pengetahuan dapat dibagi ke dalam pengetahuan implisit dan pengetahuan eksplisit. Pengetahuan implisit diartikan sebagai informasi yang belum dinyatakan ke dalam bentuk eksplisit untuk di pahami oleh orang lain. Bentuk konkreat dari pengetahuan ini adalah pengalaman, ide-ide yang tersimpan dalam benak seseorang. Sedangkan maksud dari pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan implisit yang telah dirubah sehingga dapat diakses oleh orang lain. Bentuk nyata dari pengetahuan ini adalah buku-buku, paper, dll.
Berpijak pada pemahaman di atas, tampak bahwa usaha mengeksplisitkan pengetahuan menjadi hal mutlka karena adanya muatan manfaat bagi generasi di masa mendatang. Terkait hal itu maka kita dapat belajar dari pengalaman-pengalaman negara-negara lain yang berhasil mendorong peningkatan perubahan pengetahuan implisit, Namun dalam tulisan ini tidak memfokuskan pada hal tersebut melainkan akan memfokuskan pada alasan filosofi mengapa perlu dilakukan perubahan pengetahuan implisit (tacid) menjadi pengetahuan eksplisit.
Sehubungan dengan maksud dalam tulisan ini, maka perlu memahami bahwa manusia pada dasarnya diberikan anugerah untuk memiliki rasa ingin tahu, dan rasa ingin tahu inilah yang membawa peradaban manusia seperti, temuan-temuan hasil penelitian pengobatan, pembelajaran, metode-metode produksi dan lain-lainnya. Lebih lanjut, dengan memiliki rasa ingin tahu inilah maka manusia berusaha untuk berkontribusi pada sesama dengan meninggalkan ide-ide yang positif untuk didayagunakan dan dikembangkan lebih mendalam.
Dari kontribusi inilah maka kita dapat menikmati olahan akal manusia-manusia sebelumnya dalam mengembangkan ide-ide melalui penyebaran pengetahuan yang secara jelas sangat dibutuhkan oleh orang lain. Namun yang menggelitik adalah seringkali proses merubah pengetahuan implisit menjadi eksplisit disepelekan sehingga memicu perilaku malas menulis dan melakukan riset. Hal ini menurut penulis penting untuk ditelusuri karena kemalasan menulis dan melakukan riset bertentangan dengan kodrat manusia untuk mengasihi sesama manusia selain mengasihi Allah.
Nalarnya adalah mengasihi manusia tidak saja hanya diartikan secara sempit melainkan perlu dilihat esensinya, yang mana menurut penulis adalah “berkontribusi” pada sesama, dan cara konkreat yang dapat dilakukan untuk berkontribusi pada sesama salah satunya adalah dengan menulis dan melakukan riset. Sekali lagi bahwa dengan menulis dan melakukan riset maka seseorang telah mengubah pengetahuan implisit menjadi eksplisit sehingga dapat diakses oleh orang lain. Dalam proses mengaplikasikan pengetahuan tersebut maka seseorang telah memahami bahwa kehadiran dirinya dalam hidup ini memiliki tujuan.
Terkait ulasan di atas maka penulis akan memberikan gambaran apabila ditinjau dari perspektif filsafat bahwa cinta akan kebijaksanaan meliputi cinta pada manusia melalui kontribusi pada sesama manusia, dan hal ini berarti kita memahami bahwa makna atau nilai dari sesama manusia adalah sebagai simbiosis mutualisme dan bukan homo homini lupus. Pemahaman ini penting untuk dipahami karena bentuk ini sukar dideteksi kecuali telah terjadi. Berpijak pada simbiosis mutualisme inilah maka seseorang memahami bahwa kebiasaan menulis dan meneliti perlu ditingkatkan dan dibangun sejak dini. Hanya saja pada kenyataannya tidak selalu terjadi karena membutuhkan syarat yaitu niat yang kuat.
Perlunya niat yang kuat karena dalam proses melakukan penulisan dan penelitian, tidak mudah dilakukan melainkan perlu kerja keras otak untuk mampu menyelesaikannya. Selain membutuhkan kerja keras otak maka seseorang dituntut juga untuk disiplin membaca dan berusaha memahami apa yang dibaca. Terkait ulasan sebelumnya maka seseorang akan lebih mungkin meracik pengetahuan implisit yang bersumber dari pengalaman, ide-ide setelah membaca atau mendengar sesuatu menjadi sesuatu yang nyata atau rill. Dengan demikian, proses merubah pengetahuan tacid menjadi pengetahuan eksplisit merupakan suatu sikap yang perlu dikembangkan dan menjadi salah satu keharusan bagi manusia normal untuk melakukannya. Selamat menulis dan melakukan riset………..

Ketidaksadaran


Menyadari siapakan saya akan memberi pencerahan tentang kamu yang sesungguhnya dan untuk apa kamu berada di dunia. Tanpa memahami siapakah aku maka aku pun tak mengerti mengapa aku diberikan waktu detik demi detik. Pemberian waktu yang tidak dipahami akan mendatangkan perilaku yang menyimpang dari standar moral. Dimana, maksud dari standar moral dalam tulisan ini adalah kepekaan jiwa (soul) terhadap setiap stimulus. Namun kepekaan tersebut tidak dapat diwujudnyatakan karena seringkali ada pemahaman diri yang keliru terkait siapakah aku. Oleh karena itu, untuk mengerti siapakah aku maka aku pun dituntut untuk berefleksi dan memicu kesadaran. Menurut kamus besar bahasa Indonsesia, kesadaran berarti keinsafan; keadaan mengerti; hal yang dirasakan atau dipahami seseorang.
Berpijak pada definisi tersebut, sangat jelas bahwa kesadaran merupakan buah dari refleksi karena untuk memahami maka dibutuhkan niat dan upaya, yang apabila diperas akan menjadi kesadaran diri. Tepatnya kesadaran diri diartikan sebagai pemahaman seseorang akan setiap perilakunya dan akan memberikan umpan balik kepada dirinya dalam upaya menjadi manusia yang pada kodratnya adalah makluk hidup yang dianugerahi kemampuan berbuat sesuatu bagi sesama manusia. Dan, hal ini merupakan suatu rahmat yang tidak disadari manusia. Didorong oleh ketidapahaman tentang rahmat maka secara eksplisit meningkatkan  ketidakpahaman tentang amanah dan dapat berujung pada ketidakpahaman tentang akutualisasi diri. Namun jika dikritisi ditemukan bahwa kemalasan berpikir refleksi merupakan cikal bakal terjadinya.
Kemalasan berpikir ini dipandang dari psikologi kognitif merupakan buah dari kekurangpekaan untuk berusaha mendayagunakan kemampuan (ability) sehingga mampu mengikis kesalahan-kesalahan berpikir yang terkristalkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun selain ditilik dari psikologi kognitif maka penulis akan lebih menitikberatkan pada perspektif penulis sendiri beradasarkan pengalaman yang penulis amati. Tepatnya yaitu kemalasan berpikir disebabkan ketidakmampuan refleksi diri untuk memacu diri untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari, apalagi di tambah lingkungan sekitar yang mengarahkan pada kemalasan berpikir dan hanya mau menelan segala sesuatunya tanpa berpikir dahulu.
Terkait pembahasan di atas, maka penulis tidak menghakimi bahwa hipotesis penulis benar, akan tetapi jika ada kejujuran maka akan terjadi kejujuran pada diri sendiri. Lebih lanjut, karena tidak adanya kejujuran yang hakiki pada diri sendiri mengakibatkan menguatnya tembok ketidaksadaran diri. Penguatan ini berpeluang menyebabkan seseorang hanya mampu melihat kesalahan orang lain tanpa mampu melihat kesalahan dirinya, dan hal ini akan semakin mengokohkan pola pikir yang mengarah pada kemalasan berpikir refleksi. Atau dengan perkataan lain akan mengarahkan pada pembekuan pikiran serta mengeringnya daya imajinatif ketika diperhadapkan pada masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, berpijak pada penjelasan sebelumnya maka alangkah baiknya seseorang terus mengisi pikirannya dengan pikiran-pikiran positif, disiplin membaca buku, berupaya mengamati lingkungan dan dirinya, dan lain-lainnya untuk terus-menerus mengaktifkan aktifitas otak. Selain itu juga, berpijak pada hasil-hasil temuan dalam bidang nerulinguistik bahwa sebenarnya otak manusia tidak mengalami keausan seperti persepsi-persepsi orang awam melainkan otak kita dirancang oleh sang pencipta dengan sirkuit-sirkuit mental yang dapat diperkuat ketika diberi tantangan. Selengkapnya dapat dibaca terkait buku-buku nerulinguistik seperti Restak (2005), Olivia dan Alam (2006), Zweig (2009), dan lain-lainnya.

Senin, 17 Oktober 2011

Belajar Dari Kesalahan (Oleh Anna Maria S)


Bila anda melakukan sesuatu, ada kemungkinan anda membuat suatu kesalhan. Bila anda membuat kesalahan, itu adalah hal yang hebat. Karena anda berkesempatan belajar sesuatu.
Akui kesalahan anda, teliti dan pelajari secara mendalam. jawablah kesalahan anda tersebut. Kesalahan adalah guru yang luar biasa. Dengan mengenal apa yang salah, anda dibantu untuk menemukan apa yang benar.
Orang yang berbakat sukses, akan belajar dari apapun yang terjadi, termasuk kesalahan. Bila anda membuat sebuah kesalahan, hal yang terbaik adalah mengumpulkan kembali keeping-keping yang terserak, dan memperhatikan bagaimana hal itu bisa terjadi.
Jangan menangisi kesalahan. Periksalah dan pelajari kesalahan. Selanjutnya manfaatkan pengetahuan baru anda itu.

Singkirkan Ketakutan (Oleh David Lloyd George)


Jalan keberhasilan ini adalah milik anda. Pada saat anda menyadari bahwa anda bertanggungjawab penuh atas segala sesuatunya, dan anda tak menemukan alasan apa pun untuk menyalahkan orang lain, di saat itulah anda menemukan jalan anda sendiri. Di saat itulah anda menyadari kebebasan dan hilangnya ketakutan. Hanya anda yang mampu memikul hidup anda, bukan orang lain.
Bila anda menganggap hidup adalah suatu tugas, tunaikan. Bila nada menganggap hidup adalah beban, pikullah. Bila anda menggangga hidup adalah harta karun yang tidak terhingga, berbahagialah. Kerjakan yang terbaik dari diri anda. Tujuan hidup akan anda temukan di saat anda menjalani perjalanan anda. Dan yang terpenting, anda tak akan menemukan apa-apa bila diam tak melakukan sesuatupun.

Selalu Ada Sisi Baik (Oleh Aldous Huxley)


Jadilah pihak yang selalu optimis dan berusahalah untuk melihat kesempatan di setiap kegagalan. Jangan bersikap pesimis yang hanya melihat kegagalan di setiap kesempatan. Orang optimis melihat donat, sedangkan orang pesimis melihat lubangnya saja.
Anda dapat mengembangkan keberhasilan dari setiap kegagalan. Keputusasaan dan kegagalan adalah dua batu loncatan menuju keberhasilan. Tidak ada elemen lain yang begitu berharga bagi anda jika saja anda mau mempelajari dan mengusahakannya bekerja untuk anda.
Pengalaman bukan apa yang terjadi pada anda, melankan apa yang anda lakukan atas apa yang terjadi pada anda.