Rabu, 28 September 2011

Tata Kelola Yang Baik Untuk Kelancaran Proses Pembangunan Daerah (Good Governance)

Pemekaran suatu daerah menandakan kemandirian suatu daerah. Hal ini berimplikasi pada kemampuan seluruh jajaran dalam daerah untuk bekerja sama membangun derahnya. Lebih lanjut, dalam proses pembangunan tersebut tidaklah segampang seperti membalik telapak tangan, dengan kata lain dibutuhkan suatu upaya yang berkesinambungan untuk perlahan-lahan membenahi pembangunan.  Dalam proses berkesinambungan tersebut, maka peran serta dan sikap proaktif menjadi suatu kewajiban moral untuk ditanggung bersama (Sadjiarto 2000).
Terkait sikap tersebut, maka dalam tulisan ini mencoba memberi telaah bagaimana bentuk kesadaran diri untuk secara suka rela mengaplikasikan tata kelola yang tepat, sehingga proses pembangunan tidak lagi stagnan melainkan secara kontinyu terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Maksudnya adalah bagaimana sikap menjalankan tata kelola (governance) yang baik dijadikan jembatan dalam mewujudkan pembangunan. Hal ini berpijak pada pengalaman-pengalaman daerah lainnya yang lebih dahulu mengalami pemekaran.
Spesifiknya yaitu bagaimana penerapan secara normatif dari tata kelola yang baik (good governance) dikerucutkan kedalam pengelolaan administrasi hingga pembangunan di suatu wilayah secara luas. Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) bahwa tata kelola yang baik dilandasi oleh prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kesetaraan dan kewajaran. Sumber lain, The Asia foundation (2007) menyatakan bahwa tata kelola ekonomi daerah merupakan salah satu bagian dari fungsi pemerintah daerah dalam emnjalankan otonomi daerah. Dalam tata kelola ekonomi daerah, PEMDA menerbitkan sejumlah kebijakan perekonomian daerahnya dan menjalankannya untuk pelayanan aktivitas ekonomi di daerah yang bersangkutan.
Definisi lainnya yang bersumber dari Bank Dunia (2005) yaitu masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Sementara itu,menurut Diktum keputusan menteri BUMN nomor: KEP-117//M-MBU 2002 tanggal 1 agustus 2002 tentang penerapan praktek tata kelola perusahaan yang baik pada BUMN menyebutkan bahwa GCG sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan, guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya berdasarkan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Overview GCG 2007).
Berpijak pada definisi tersebut tercermin bahwa untuk operasionalisasi perusahaan harus dilandasi nilai-nilai etis untuk seluruh stakeholder seperti 1) nilai etis dalam perusahaan, 2) profitabilitas, 3) pembaharuan 4) kedudukan pasar, 5) produktivitas, 6) sumber-sumber keuangan dan fisik, 7) prestasi (karya) dan pengembangan manajer, 8) prestasi (karya) dan sikap pekerja, dan 9) tanggung jawab sosial.
Sehubungan dengan ulasan di atas, maka dalam tulisan ini akan menggunakan definisi menurut Komite Nasional tata kelola yang baik, sehingga dalam implementasi akan berkaitan erat dengan Diktum keputusan menteri BUMN. Lebih lanjut, didasari definisi tersebut maka terdapat prinsip-prinsip yang perlu diikuti, yaitu tranparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indepedensi, kesetaraan dan kewajaran. Selengkapnya tentang definisi prinsip-prinsip tersebut tertera dibawah ini:
1.        Tranparansi
Keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materill dan relevan.
2.        Akuntabilitas
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan terlaksana dengan baik.
3.        Responsibilitas
Kesesuaian didalam pengelolaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip yang sehat.
4.        Indepedensi
Suatu keadaan dimana pihak pengelola mengelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.        Kesetaraan dan kewajaran
Keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ditujukan untuk memperjelas keterkaitan kelima prinsip ini dalam pengelolaan pemerintahan sehingga proses pembangunan tidak terjadi stagnan, maka penulis akan membahasnya satu per satu. Prinsip transparansi menitikberatkan pada pemberian informasi yang mendukung terhadap pembangunan. Hal ini berimplikasi pada bagaimana sikap pemerintah untuk secara jujur memberikan informasi-informasi yang berharga, dan tidak melakukan manipulasi informasi untuk kepentingan politik.
Spesifiknya yaitu bagaimana pemerintah setempat mampu memberikan sentuhan informasi yang benar-benar dibutuhkan masyarakat, dan juga bagaimana pemerintah menyediakan suatu wadah khusus untuk menampung informasi ataupun kendala-kendala yang disalurkan oleh masyarakat. Tujuan dari adanya hubungan timbal balik informasi antara pemerintah dan masyarakata adalah untuk sama-sama memahami kebutuhan yang menajdi prioritas pembangunan serta memicu rasa solidaritas untuk sama-sama melancarkan proses pembangunan. Oleh karena itu, menajdi syarat mutlak bagi pemerintah untuk berpikir sedemikian rupa untuk menciptakan wadah yang harmonis untuk menampung informasi.
Prinsip kedua, Akuntabilitas yang bermakna adanya suatu bentuk pengorganisasian yang jelas dan tegas, sehingga terdapat saling koordinasi antara pemangku jabatan, organ-organ pemerintah, dan masyarakat. Hal ini didasari nalar bahwa semua organ pembangunan diharapkan memahami peran dan fungsinya masing-masing sehingga mampu menjalankan fungsinya secara jujur dan bertanggung jawab. Dalam upaya menjalankan fungsinya maka terdapat keterkaitan dengan etos kerja, tepatnya prinsip amanah. Namun sebelum membahas lebih jauh maka penulis akan memberikan deskripsi yang padat tanpa kehilangan sentuhan maknanya.
Etos kerja adalah semangat (spirit/soul)  kerja yang menjadi ciri khas atau unik dan keyakinan dari suatu organisasi. Dengan perkataan lain, etos kerja merupakan jiwa uniknya yang menjadi dasar bagi semua anggota organisasi dalam bekerja atau berkarya untuk mewujudkan visi organisasi, dan dimulai dari perilaku sehari-hari. Kemanfaatan dari memahami etos yaitu semua organ masyarakat menjad sadar akan kejelasan arah pembangunan atau visi dari pembangunan Triguna (1995) sebagaimana dikutip Daryatmi. Sedangkan definisi amanah menurut Sinamo (2008) yang mengartikan sebagai sesuatu yang berharga, yang dititipkan kepada manusia, sehingga manusia wajib menjaga dan melaksanakan dengan tulus iklas (responsibility) hingga tuntas.
Berpijak pada dua definisi di atas tampak bahwa apabila kesadaran untuk memikul tanggungjawab dari masing-masing organ telah muncul, maka secara langsung akan berpengaruh pada kinerja yang diharapkan, dimana untuk konteks pembangunan maka kesiapan dan kesigapan semua organ yang ada di suatu daerah, terkhususnya pemerintah akan berupaya sekuat tenaga memberikan yang terbaik bagi pembangunan suatu daerah. Lebih lanjut, bentuk kesadaran tersebut akan menjadi suatu stimulus yang baik untuk berani mengelola pemerintahan secara tepat, dimana salah satu bentuk konkritnya adalah alokasi dana yang teratur, tranparan, serta terdapat prioritas yang tepat.
Sumber lainnya, Sadjiarto (2000) bahwa prinsip akuntabilitas berkaitan dengan pengukuran kinerja sehingga perlu mendapatkan prioritas harus diaplikasikan secara tepat. Nalarnya adalah Government Accounting Standard Board (GASB), dalam Concept Statements No. 2, membagi pengukuran kinerja dalam tiga kategori indikator, yaitu (1) indicator pengukuran service efforts, (2) indikator pengukuran service accomplishment, dan (3) indikator yang menghubungkan antara efforts dengan accomplishment. Service efforts berarti bagaimana sumber daya digunakan untuk melaksanakan berbagai program atau pelayanan jasa yang beragam. Service accomplishment diartikan sebagai prestasi dari program tertentu. Di samping itu perlu disampaikan juga penjelasan tertentu berkaitan dengan pelaporan kinerja ini (explanatory information). Pengukuran-pengukuran ini melaporkan jasa apa saja yang disediakan oleh pemerintah, apakah jasa tersebut sudah memenuhi tujuan yang ditentukan dan apakah efek yang ditimbulkan terhadap penerima layanan/jasa tersebut. Pembandingan service efforts dengan service accomplishment merupakan dasar penilaian efisiensi operasi pemerintah (GASB).
Prinsip ketiga yaitu responsibility ditujukan untuk memperjelas maksud dari prinsip kedua. Nalarnya adalah bagaimana pemerintahan daerah mampu melaksanakan program pembangunan yang teratur dan berlandaskan pada prinsip legalitas sehingga mudah untuk dikontrol oleh masayarakat dan instansi terkait. Lebih lanjut, prinsip ketiga ini juga mengindikasikan adanya pembuatan aturan main (the rules of games) yang sehat, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam mengelola administrasi daerah serta tidak adanya permainan politik yang lebih menekankan menang kalah (win-loose) melainkan menang-menang (win-win).
Prinsip ke empat, independensi. Prinsip ini berupaya untuk bagaimana organ-organ pembangunan mampu secara bijak dan otonom dalam melaksanakan fungsi pembangunan secara tepat dan daya guna. Lebih dalam lagi, dimaksudkan untuk bagaimana aparat pemerintah mampu memahami perannya dan memainkan fungsinya secara berkualitas. Kualitas menurut kamus bahasa Indonesia berarti tingkatan baik/buruk suatu tindakan. Dengan kata lain, melaksanakan tugas mengelola pada skala mikro hingga makro berbasiskan kecakapan-kemampuan dan bukan menggunakan intuisi semata. Selain itu juga mampu mengelola aparat pemerintah untuk berdisiplin dalam berkarya. Nalarnya adalah mampu menegaskan arti penting bekerja yang sesuai dengan aturan main yang berlaku.
Prinsip terakhir yaitu kesetaraan dan kewajaran. Prinsip ini berpijak pada nilai keadilan dan kesetaraan. Spesifiknya yaitu perintah daerah mampu melaksanakan tugas dan tanggung-jawab secara professional sehingga menghasilkan ouput pembangunan yang dapat dirasakan oleh semua masayarakat, dan bukan hanya segelintir orang saja. sebelum membahas lebih jauh, maka perlu melihat makna keadilan sehingga mandapatkan penerangan dalam benak ketika berupaya memahami sesuatu.
Keadilan menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai landasan perlakuan terhadap manusia yang menjadi masyarakat. Dengan demikian dalam menciptakan keadilan pembangunan, maka dibutuhkan bukti konkret dari kinerja Pemerintahan Daerah untuk masyarakat. Dan hal ini merupakan tantangan terbesar dalam mengelola Pemerintah Daerah, karena memaksa Pemerintah Daerah untuk berkontribusi konkret terhadap masyarakat. Selain itu, hal ini juga telah menyentuh ranah persepsi dan persepsi itu sangat bersifat subjektif sehingga Pemerinta Daerah dituntut untuk peka terhadap kebutuhan masyarakat.
Sekilas dari lima prinsip tata kelola Pemerintahan Daerah yang menjadi koridor untuk terlaksananya pembangunan di suatu wilayah. Tambahan bahwa kelima prinsip ini merupakan hal yang universal dari aspek pengelolaan pembangunan sehingga perlu untuk diaplikasi secara tepat oleh leseluruhan organ pembangunan, namun didasari pernyatannya Ardisasmita (2006) bahwa tata kelola yang baik juga memerlukan partisipasi yang baik diatara semua mata rantai pembangunan, yang mana dimulai dari jajaran aparatur pemeritah tertinggi hingga pada mata rantai terakhir yaitu kepada desa (jika masih eksis).

Daftar Pustaka

Ardisasmita, M. S. 2006. Definisi korupsi menurut perspektif hukum dan E-announcement untuk tata kelola pemerintahan yang lebih terbuka, tranparan dan akuntabel. Seminar nasional upaya perbaikan system penyelengaraan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Daryatmi____. Pengaruh motivasi, pengawasan dan budaya kerja terhadap produktifitas kerja karyawan perusahaan daerah, bank perkreditan rakyat, badan kredit desa kabupaten karanganyar. Tesis_________
KNKCG, 2006. Pedoman tata kelola umum good corporate governance.. www.goolge.com-Penelitian GCG. 6 juni 2009.
Overview 2007. GCG Overview. www.goolge.com-Penelitian GCG. 6 juni 2009
Sadjiarto, A. 2000. Akuntabilitas dan pengukuran kinerja pemerintahan. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2, Nopember 2000: 138 – 150
Sinamo, J. 2008. Delapan etos kerja. Institut Darma Mahardika, Jakarta
The Asia foundation (2007). Tata kelola ekonomi daerah. Laporan Sekretariat KPPOD
Transparansi & Partisipasi. www.goolge.com-Penelitian GCG. 6 juni 2009.

Senin, 26 September 2011

Manajemen Keuangan Pribadi (Personal Finance)


Manajemen keuangan pribadi adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya (money) dari unit individual / rumah tangga (Gitman 2002). Dalam proses pengelolaan tersebut, maka tidak mudah untuk mengaplikasikannya karena terdapat beberapa langkah sistematis yang harus diikuti. Namun dengan mengetahui manajemen keuangan pribadi, merupakan langkah awal untuk aplikasi yang tepat ketika mengelola uang pribadi. Hal ini didasari alasan bahwa segala sesuatu diawali dari kepala. Maksudnya adalah berpikir dahulu baru bertindak.
Berpijak pada ulasan di atas maka pengelolaan keuangan pribadi juga menunut adanya pola hidup yang memiliki prioritas. Nalarnya adalah kekuatan dari prioritas (the power of priority) berpengaruh juga pada tingkat kedisiplinan seseorang ketika mengelola uangnnya (Benson 2004). Membahas tentang kedisiplinan yang merupakan kesadaran diri untuk mematuhi aturan serta kemampuan diri untuk menyesuaikan dirinya dengan perubahan, maka secara eksplisit telah menyentuh kontrol diri (self control). Hal ini berpijak pada alasan bahwa sukses atau tidaknya seseorang juga salah satunya turut dipengaruhi oleh Kontrol diri (Tangney, Baumeister & Boone 2004).
Sebelum masuk pada pembahasan teknis maka penulis akan memberikan deskripsi singkat tentang pengaruh self control dalam manajemen keuangan pribadi. Self control berarti keseluruhan kemampuan diri untuk mengendalikan dirinya. Terdapat empat (4) bidang dalam self control yang menajdi kajiannya. Pertama adalah kognitif, dalam aspek ini, maka seseorang ketika membuat keputusan keuangannya telah memikirkan berbagai manfaat yang akan diperoleh. Disini nampak dengan jelas bahwa terdapat korelasi dengan teori utility. Tepatnya adalah seseorang akan berperilaku untuk memaksimumkan kepuasannya (utility) berdasarkan penyesuaian ketika menerima informasi. Oleh karena itu, dalam kajian kognitif senantiasa berkaitan dengan berbagai bias ketika membuat keputusan keuangan, namun terkait berbagai bias bukan pada telaah ini melainkan pada artikel lainnya.
Kedua adalah impulse, maksudnya adalah seseorang mampu mengontrol berbagai impuls yang datang dari luar diri maupun dalam diri yang bertendensi menyebabkan penyimpangan ketika membuat keputusan keuangan. berpijak pada pengertian tersebut, tampak bahwa faktor kesadaran diri akibat refleksi diri menjadi jangkar dalam mengontrol impuls. Logikanya adalah seseorang dituntut untuk sadar bahwa keputusan keuangan yang diambil berpeluang mengalami penyimpangan.
Ketiga adalah emosi. Nalarnya adalah seseorang diharuskan meningkatkan kecerdasan emosinya untuk membantu ketika membuat keputusan keuangan. lebih spesifiknya yaitu tidak dapat dipungkiri bahwa kelemahan emosi seperti tamak, ketakutan, mood, dan lain-lainnya akan menyebabkan seseorang tidak terarah dalam membuat keputusan keuangan setiap harinya. Sebagai contoh adalah ketika ke pusat berbelanja, maka seseorang seringkali membeli produk-produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Terakhir atau yang ke empat yaitu kinerja. Nalarnya adalah seseorang mampu mereview atau mengkaji ulang catatan belanjanya sehingga diketahui apakah telah sesuai dengan rencana anggaran yang telah dibuat. Selain itu juga adalah bagaimana seseorang tidak gampang terkecoh melihat pencapaian dalam mengelola keuangannya. Spesifiknya yaitu tidak mudah berbangga hati karena telah beberapa kali berhasil mengelola budgetnya, melainkan secara berkesinambungan berusaha mengelola uangnya secara tepat.
Pada bagian selanjutnya maka akan dibahas segi teknis dari pengelolaan keuangan pribadi. Dalam mengelola keuangan pribadi, terdapat empat (4) ranah yang menjadi kajian pokok yaitu penggunaan dana, penentuan sumber dana, manajemen riisko, jiwa dan aset, perencanaan pensiun (Warsono 2010). Selengkapnya akan dijelaskan satu per satu.
1.      Penggunaan dana
Apda umumnya setelah bekerja selama satu bulan maka seseorang akan mendapatkan gaji atau upah. Persoalannya adalah bagaimana alokasi dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan secara layak. Dalam beberapa literature, disebutkan bahwa harus ada prioritas dalam alokasi dana, seperti untuk konsumsi sebesar 60%, tabungan sebesar 10%, dan investasi sebesar 30%. Namun untuk lebih fklesibelnya maka penulis menyarankan untuk jangan sampai persentase untuk konsumsi melebihi dari 65% sehingga sisanya dapat ditabung dan diinvestasikan. Tambahan, bahwa jika hendak berinvestasi maka perlu memiliki rencana yang sistematis dan jangan menggunakan uang yang kira-kira menurut anda masih diperlukan untuk biaya lain-lainnya. Ingat adagium dalam dunia keuangan bahwa high risk high return.
2.      Penentuan sumber dana
Dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan hidup, dalam kenyataannya tidak semua pengeluaran sekarang, seperti pembelian rumah dan kendaraan, dapat dibelanjai dengan pendapatan yang diperolehnya sekarang. Untuk pengatasi pengeluaran yang besar ini, sumber pembelanjaan utang dapat dipertimbangkan. Berdasarkan harga dananya, utang atau pinjaman dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: 1. Kredit-kredit tidak mahal (dapat diperoleh dari orang tua atau anggota keluarga), 2. Kredit-kredit berharga menengah (dapat diperoleh dari bank-bank komersial dan koperasi simpan pinjam), dan 3. Kredit-kredit mahal (diperoleh dari perusahaan-perusahaan pembiayaan, para pengecer, dan bank-bank melalui kartu kredit.
Lebih lanjut, dengan sumber pembelanjaan utang yang bijaksana memungkinkan orang untuk menikmati hidup dengan mengonsumsi barang dan jasa sekarang, dan baru membayarnya dengan pendapatan di masa mendatang. Dalam kondisi tertentu, sumber pembelanjaan utang justru cukup menguntungkan. Misalkan, utang bank yang digunakan untuk membangun rumah, berdasarkan pengalaman selama ini, cukup menguntungkan karena inflasi pada sektor property and real estate di Indonesia tergolongtinggi, bahkan terkadangmelampaui tingkat bunga pinjaman bank.
3.      Manajemen risko, jiwa dan aset
seseorang hendaknya memiliki proteksi yang baik untuk tindakan preventif ketika kejadian-kejadian yang tidak terduga terjadi. Hal ini perlu diperhatikan karena probabilitas peristiwa baik dan buruk sama besarnya. Bentuk teknisnya maka seseorang diharapkan mengikuti asuransi seperti asuransi prudential, AIG, dan lain-lainnya. Lebih lanjut, dalam memilih program asuransi maka perlu secara kritis mengkaji secara keseluruhan plus serta minus dari asuransi tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena menurut pengalaman-pengalaman sebelumnya banyak juga perusahaan-perushaaan ternama mangalami kesulitan keuangan dan ada juga yang berakhir dengan kebangkrutan.
4.      Perencanaan pensiun
Pensiun adalah masa seseorang sudah tidak bekerja lagi secara formal. Pengertian formal dalam konteks ini adalah mereka sudah melepas pekerjaanpekerjaan pokok yang selama ini digelutinya.
Teknisnya dalam perencanaan pensiun, ada empat langkah yang perlu diputuskan, yaitu: 1. Menganalisis aset-aset dan kewajiban- kewajiban yang dimiliki (untuk nilai bersih aset); 2. Mengestimasi pengeluaranpengeluaran kebutuhan dan menyesuaikannya dengan inflasi (untuk diselaraskan dengan ketersediaan sumberdaya keuangan); 3. Mengevaluasi pendapatan pensiun yang direncanakan (terutama yang berasal dari manfaat pensiun); dan 4. Meningkatkan pendapatan dengan bekerja paruh waktu (untuk menambah pendapatan yang digunakan sebagai sumber pembelanjaan atas pengeluaran dan sekaligus tetap berinteraksi dengan orang lain). Dengan perencanaan pensiun yang baik, diharapkan orang atau masyarakat tetap dapat menikmati hidup dalam jangka waktu yang lebih lama. Hal ini seperti yang diimpikan oleh semua orang sesuai dengan anekdot: kerja keras sewaktu muda, bersenang-senang di hari tua, lalu mati masuk surga.
Sehubungan dengan hal diatas, maka Karvof (2010) menyatakan bahwa keputusan keuangan pribadi meliputi:
1.      Amal, sebesar 10% dari total pendapatan.
2.      Pendidikan dan proteksi, sebesar 20% dari total pendapatan.
3.      Investasi, sebesar 30% dari total pendapatan.
4.      Biaya hidup. sebesar 40% dari total pendapatan.
Nalarnya yaitu amal sebesar 10% merupakan bentuk dari tanggung jawab sosial individu (personal social responsibility) kepada sesama manusia, sehingga dengan literasi keuangan yang baik maka seseorang juga diwajibkan untuk memberdayakan orang lain (philanthropy) untuk mencapai kebebasan keuangan (financial freedom). Adapun definisi kebebasan keuangan menurut Karvof (2010) adalah kondisi dimana pendapatan pasif melebihi pendapatan aktif atau melebihi pengeluaran pada suatu periode waktu tertentu, sedangkan pendapatan pasif diartikan sebagai pendapatan yang diterima walaupun orang tersebut tidak bekerja atau beraktifitas.
Pendidikan dan proteksi dimaksud untuk bagaimana seseorang secara berkelanjutan meningkatkan pengetahuan keuangan sehingga secara kontinyu akan memahami perubahan dalam keuangan dan mampu menentukan keputusan keuangan yang tepat sepanjang siklus hidup, sedangkan proteksi ditujukan untuk melindungi jika terjadi peristiwa yang tidak diduga. Untuk investasi sebesar 30% dari pendapatan ditujukan untuk lebih cepat melipatgandakan arus kas masuk (cash inflow), dan yang terakhir yaitu biaya hidup ditujukan untuk bagaimana hidup hemat namun bukan didasari sifat pelit atau kikir. Adapun maksud dari sifat pelit yaitu tidak mengeluarkan uang walaupun mampu dan perlu, sedangkan hemat adalah hanya mengeluarkan uang jika memang perlu.
Sumber lainnya yang dikutip penulis adalah Senduk (2004), bahwa manajemen keuangan pribadi meliputi keputusan tentang:
1.      Membeli dan memiliki sebanyak mungkin harta produktif.
Caranya dengan tentukan harta produktif yang ingin dimiliki, tulis pos-pos harta produktif yang anda inginkan tersebut di kolom harta produktif, segera setelah mendapatkan gaji, prioritaskan untuk memiliki pos-pos harta produktif sebelum membayar pengeluaran yang lain. kalau perlu, pelajari seluk-beluk masing-masing Harta produktif tersebut.
2.      Atur pengeluaran anda.
Caranya usahakan kalau perlu sedikit lebih keras pada diri untuk tidak mengalami defisit karena defisit adalah sumber semua masalah besar yang mungkin muncul di masa mendatang. Prioritaskan pembayaran cicilan utang, lalu premi asuransi, kemudian biaya hidup. Pelajari cara mengeluarkan uang secara bijak untuk setiap pos pengeluaran.
3.      Hati-hati dengan utang.
Caranya ketahui kapan sebaiknya berutang dan kapan tidak berutang. Kuasai tip yang diperlukan jika ingin mengambil utang atau membeli barang secara kredit. Kuasai tip yang diperlukan bila pada saat ini terlanjur memiliki utang.
4.      Sisihkan untuk masa depan
Caranya ambil kertas dan tulis pos pengeluaran yang perlu dipersiapkan untuk masa yang akan datang. Untuk masing-masing pos pengeluaran, tulis alternatif yang akan  ditempuh untuk dapat mempersiapkan dananya. Sisihkan gaji dan bonus-bonus mulai dari sekarang untuk mempersiapkannya.
5.      Miliki proteksi.
Caranya miliki asuransi, entah asuransi jiwa, asuransi kesehatan, atau asuransi kerugian. Miliki dana cadangan sebagai proteksi jangka pendek kalau kehilangan penghasilan dan tidak mendapatkan uang pesangon, atau kalau uang pesangon sangat kecil. Miliki sumber penghasilan lain di luar gaji secara terus-menerus, sebagai proteksi jangka panjang dari gaji yang sewaktu-waktu dapat saja terancam berhenti.


Daftar Pustaka

Benson, D. 2004. 12 Kesalahan bodoh yang dilakukan orang terhadap uang mereka dan bagaimana cara mengatasinya. Gospel Press. Batam
Karvof, A. 2010. Kaya dengan CEPIL; cara cerdas meraih kekayaan dan keberkatan finansial. Elex media komputindo. Jakarta
Gitman, L. 2004. Principle of Finance, (11th ed).(2002). Prentice Hall, New Jersey
Senduk, S. 2004. Siapa bilang jadi karyawan ngak bisa kaya; lima kiat praktis mengelola gaji agar bisa kaya. Elex media komputindo. Jakarta
Tangney, J. P, Baumeister, r. f. & Boone, A. L. 2004. High Self-Control Predicts Good Adjustment, Less Pathology, Better Grades, and Interpersonal Success. Journal of Personality 72:2, April 2004.
Warsono. 2010. Prinsip-prinsip dan praktik keuangan pribadi. Journal of science. Volume 13 Nomor 2 Juli - Desember 2010

Titik Temu Manajemen dan Pembangunan


Manajemen dapat diartikan sebagai seni dan ilmu mengelola. Oleh akrena itu, manajemen senantiasa berkaitan dengan dumber daya. Namun dalam tulisan ini akan memfokuskan pada sumber daya manusia yang merupakan tink tank dalam pembangunan. Literatur-literatur manajemen menjelaskan bahwa manajemen merupakan suatu disiplin ilmu yang tidak dapat diabaikan karena dimana ada ketidakaturan atau bahkan suatu situasi harmonis maka disitulah manajemen diperlukan.
Lebih lanjut, ditujukan untuk memperjelas maka penulis akan mengkaitkan dengan pembangunan, sehingga diharapkan akan mendapat titik temu antara ekonomi makro dan mikro. Selanjutnya, bahwa manajemen merupakan suatu pendekatan mikro, yaitu  mengkaji unit-unit pelaku ekonomi, sedangkan ekonomi makro (pembangunan) mengkaji keseluruhan sehingga jika diibaratkan maka makro ekonomi mengkaji hutannya secara keseluruhan sedangkan mikro (manajemen) mengkaji pohon yang ada dalam hutan.
Secara hakiki, kedua kajian tersebut tidak terpisahkan melainkan saling melengkapi. Alasannya adalah kedua bagian dari ekonomi tersebut merupakan penopang beridirinya disiplin ilmu ekonomi. Lebih lanjut, jika dicermati secara mendalam akan diketahui bahwa perkembangan ilmu ekonomi ataupun studi pembangunan merupakan hasil dari perbaikan atas berbagai kelemahan-kelemahan yang ada pada teori-teori ilmu ekonomi sebelumnya.
Didasarkan pada kajian sebelumnya, tampak bahwa pembangunan yang merupakan suatu kajian multidimensi tidak pernah melepaskan kajian manajemen karena apapun rencana dan operasionalisasi suatu pembangunan pasti membutuhkan sentuhan manajemen untuk mengelola berbagai sumber daya. Terkait pengelolaan keuangan daerah maka manajemen juga akan memainkan peran sentral dalam prinsip pembiayaan. Tepatnya, berkaitan dengan bagaimana mendapatkan dana dan bagaimana mengalokasikan dana.
Spesifiknya yaitu persoalan darimana sumber dana diperoleh untuk membiayai pembangunan, biasanya berasal dari dana alokasi umum dari pemerintah (DAU), pajak & retribusi, dan berbagai hibah. Persoalan bagaimana mengalokasikannya, biasanya dalam manajemen keuangan daerah dan akuntansi publik telah terdapat pos-pos tertentu yang sudah disiapkan, diataranya adalah pos pengeluaran rutin, pos pengeluaran cadangan, dan pso-pos lainnya.
Lebih lanjut, terkait titik temu dengan antara manajemen dan pembangunan telah diketahui deskripsi umum bahwa manajemen memainkan peran yang tidak dapat diabaikan. Akan tetapi pada kenyataannya dalam proses alokasi keuangan untuk pembangunan tidak sejalan seperti yang diharapkan karena terdapat berbagai persoalan moral hazard dari pelaku-pelaku pembangunan, dimana dalam tulisan ini lebih menitik beratkan pada persoalan korupsi.
Terkait persoalan korupsi maka dalam kajian manajemen telah ada fungsi untuk mereduksinya, tepatnya yaitu kepemimpinan dan fungsi pengawasan. Logikanya adalah seorang pemimpin selayaknya mampu menjadi motivator dan pengendali yang bijak nan adil bagi bawahannya sehingga jika terjadi penyimpangan (korupsi) maka pemimpin harus mampu memainkan fungsinya dengan baik. lebih spesifiknya yaitu mampu mengambil tindakan yang tegas, berani, dan menjujung tinggi nilai keadilan.
Dalam upaya memainkan fungsinya tersebut maka kajian manajemen telah memberi kontribusi pada pembangunan, sehingga membantu melancarkan proses pembangunan. Dengan kata lain, fungsi-fungsi manajemen merupakan pelengkap bagi pembangunan, sehingga berbagai persoalan pembangunan mampu di reduksi atau bakan di eliminasi sedemikian rupa. Selain itu juga, dalam fungsi-fungsi manajemen telah secara jelas dan tegas bahwa fungsi terakhir yaitu pengawasan, tidak hanya dijalankan oleh pemimpin saja melainkan menjadi tugas dari masyarakat sekitar secara mikro dan masayarakat Indonesia secara makro untuk bersama-sama, bahu membahu menjalankannya dengan baik dan bijak.
Terkait fungsi pengedalian oleh masyarakat maka dibutuhkan kesadaran diri dan keberanian untuk melakukan pengawasan yang terpadu. Hal ini didasari alasan bahwa pemimpin memainkan fungsi mengarahkan kepada visi, dan masyarakat merupakan anak panah yang siap diluncurkan sehingga peran serta masyarakat menjadi kunci pokok dalam pembangunan mewujudkan visi. Tambahan, masyarakat juga dituntut untuk mampu melakukan telaah yang kritis atas proses pembangunan, sehingga yang salah harus dirubah dan yang benar harus ditingkatkan.